Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Sejengkal Tanah di NKRI

Mengucapkan kalimat yang berbunyi: “tidak boleh satu jengkal pun, tanah di negeri ini lepas dari Indonesia”, mungkin heroik dan enak di dengar, namun memiliki tanggung jawab yang besar.  Kalimat ini kita dengar lewat pidato Presiden SBY di gedung DPR tanggal 16 Agustus 2013.

Pada kenyataannya, tanah di negeri ini terus menyusut, bukan satu atau dua jengkal, melainkan ribuan hektar. Tahun 1999 Indonesia kehilangan Timor Timur disusul lepasnya Sipadan Ligitan tahun 2002. Akankah wilayah lain lepas dari Indonesia ?. Betul lepasnya kedua wilaya Indonesia itu, bukan di masa pemerintahan SBY, namun ancaman lepasnya wilayah lain, memiliki kemungkinan yang rasional.

Tanggal 15 Agustus 2013, Organisasi Papua Merdeka OPM membuka kantor perwakilan mereka di Belanda:

Sindonews.com – Juru Bicara (Jubir) Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Wim Rocky Medlama, mengklaim jika hari ini, Kamis (15/8/2013), akan diresmikan Kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Belanda. Menurut Wim kepada media khusus OPM, Bintang Papua, pihaknya akan melakukan penyambutan sebagai wujud dukungan terhadap peresmian tersebut.

Pembukaan kantor perwakilan OPM di Belanda, tidak luput dari pemberitaan BBC.co.uk

Unjuk rasa digelar oleh aktivis Komite Nasional Papua Barat, KNPB di berbagai kota di Propinsi Papua, mendukung rencana peresmian kantor Organisasi Papua Merdeka, OPM, di Denhag, Belanda, Kamis (15/08). “Aksi ini untuk mendukung peresmian kantor OPM di Belanda,” kata juru bicara KNPB, Wim Rocky Medlama, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon, Kamis siang. Situs resmi OPM menyebutkan, peresmian kantor perwakilan OPM di Belanda akan dilakukan pada Kamis (15/08) waktu setempat di Kota Denhag.

Sebelumnya OPM juga membuka kantor perwakilan di Ofxord, Inggris.  Ketua BIN Letjen TNI Marciano Norman bahkan menyebutkan, kantor OPM telah berada di : Inggris, Australia, Belanda dan negara-negara Pasifik Selatan:

Detik.com : Jakarta – Meski membuka kantor di Oxford, Inggris, kegiatan aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) lebih banyak di Belanda, Australia dan kawasan Pacifik Selatan. Namun sikap resmi pemerintah negara-negara tersebut sudah jelas, mendukung kedaulatan NKRI.  “Kelompok ini punya aktivitas di Eropa itu di Belanda dan Inggris, tapi yang secara formal buka kantor di Inggris. Ada juga di Australia dan negara-negara pasifik selatan,” kata Ketua BIN Letjen TNI Marciano Norman, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (6/5/2013).

Adalah fatal jika Indonesia menganggap remeh keberadaan kantor perwakilan OPM di beberapa negara tersebut. Secara diplomasi, bisa saja pemerintah menganggap sepi  kantor-kantor  perwakilan OPM itu, namun secara realita, isu tersebut kasus serius. Jika tidak ditangani dengan benar bisa saja mendapatkan dukungan Internasional yang semakin besar.

Berbahaya, jika ada negara tertentu menunggangi dan mendorong Indonesia untuk membawa kasus OPM ke PBB/ Lembaga Internasional. Ujung-ujungnya bisa seperti Timor-Timur atau Sipadan-Ligitan,  atau win-win solution dengan OPM.  Sesuatu hal yang tidak kita inginkan.

Kapal Freedom Flotilla
OPM terus menggencarkan kampanye-nya dan menekan pemerintah Indonesia. Strategi terbaru mereka adalah mengirim 50 orang dengan kapal Freedom Flotilla menuju Papua.  Kapal ini tidak memiliki izin resmi masuk Indonesia, namun mereka akan tetap memaksa masuk. Mungkin mereka mengharapkan ada insiden seperti kasus Kapal Mavi Marmara di Palestina, sehingga mendapatkan perhatian internasional:

Tempo.co 19/08/2013. Pemerintah mengerahkan pasukan TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk menghadang kapal Freedom Flotilla, yang bertolak dari Australia menuju perairan Papua. Sebanyak 50 penumpang kapal—sebagian di antaranya merupakan warga negara Australia—terancam ditangkap. “Mereka tidak memiliki visa untuk melintasi wilayah Indonesia,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, melalui pesan pendek kemarin.

Pro Kontra Bendera Aceh 
Polemik Provinsi Daerah Istimewa Aceh meningkat berawal dari  pro-kontra pengibaran Bendera GAM. Kasus ini pun mulai dikaitkan dengan kewenangan Aceh untuk mengurus: Aturan Hukum, Sumber Alam, Pertahanan dan Lambang Negara. Jika semua itu diperoleh secara maksimal, maka Aceh sesungguhnya telah merdeka. Rakyat Indonesia mendukung  keberadaan daerah Istimewa Aceh, namun dalam kerangka salah satu provinsi dari NKRI, sesuai kesepakatan Helsinki.

Belum lagi sengketa laut Ambalat  dengan Malaysia ataupun sikap abu-abu China terhadap laut Natuna.

Tekanan politik ini mungkin telah dirasakan Presiden SBY sehingga ia terlihat gemas  saat berpidato di gedung DPR tanggal 16 Agustus 2013: “Papua dan Aceh adalah harga mati bagi Indonesia. Tidak boleh sejengkal pun lepas dari Indonesia”. Presiden melanjutkan pidatonya: “Jangan singgung perasaan Indonesia, jika negara lain tidak mau kami singgung perasaan mereka”.

Pidato ini menunjukkan Presiden SBY meminta negara-negara lain untuk tidak mencoba-coba mengintervensi kasus OPM atau pun Aceh.

Sehari setelah pidato, ratusan pasukan Kostrad-Kopassus unjuk gigi dengan terjun payung di Seunudon, Aceh Utara dipimpin langsung Pangkostrad. Presiden seakan hendak mengirimkan pesan, siap mengirimkan tentaranya dalam waktu 24 jam ke wilayah manapun di Indonesia. Di hari yang sama  TNI AL, untuk melakukan show of force dengan mengirimkan lima kapal perang ke Laut Ambalat yang berbatasan dengan Malaysia. Upacara 17 Agustus di Karang Unarang, sempat diamati oleh pesawat intai Malaysia. Namun kali ini mereka tidak melakukan aksi provokasi/ memanaskan suasana.

Sehari setelah pidato Presiden, Menteri Pertahanan mengumumkan rencana pembelian 10 kapal selam refurbish dari Rusia. Sebelumnya aksi borong memborong telah dilakukan untuk:  30 F-16 eks US, 8 Helikopter serang Apache,  1 skuadron Super Tucano  Brazil dan lain sebagainya.

Anehnya, ketika Indonesia mulai mengutak-atik kontrak dengan PT Freeport, kasus OPM dengan cepat memanas. Selain membuka sejumlah kantor Perwakilan di luar negeri, mengirim kapal Freedom Flotilla, OPM juga sempat melakukan serangan maut yang menyebabkan 7 anggota TNI tewas di Papua, beberapa waktu lalu.

Penembakan terhadap Polisi terus terjadi. Terakhir 2 polisi tewas ditembak orang tidak dikenal di Pondok Aren Tangerang 16/08/2013 (photo: antaranews.com
Sejengkal Tanah di NKRI 1

Tekanan dari dalam Negeri
Dari dalam negeri sendiri, Indonesia memiliki persoalan yang tidak kalah penting. Penembak misterius, berkali kali  membunuh polisi. Korban terakhir dua polisi di tembak mati di Tangerang- Banten.  Aksi penembakan polisi ini sudah terjadi sejak penyerangan pos polisi di Solo, beberapa waktu lalu namun hingga kini Polisi belum berdaya mengungkap siapa pelakunya.  Dalam waktu yang hampir bersamaan, kerusuhan dan pembakaran terjadi di sejumlah penjara yang membuat sejumlah tahanan kabur. Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin kelompok  ini akan bergabung dengan kelompok OPM atau kelompok lainnya, untuk bersama-sama melawan Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia sedang ditekan dari luar dan dalam.

Suhu politik di Indonesia menjelang pemilihan umum awal tahun 2014, terus meningkat. Pemerintah dan rakyat jangan terlena. Jangan biarkan tanah kita dicuri lagi, meski hanya sejengkal. (JKGR).

Share:

Penulis: