Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Negeri Ganda Mayit (1)

Negeri Ganda Mayit

Karya : Muhammad Iqbal (Afiq0110)

Pengantar

Dengan nama Allah yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang

Sebuah upaya kecil untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air kepada diri saya sendiri dan anak-anak saya, mudah-mudahan bisa ‘meluber’ dan menyentuh hati para pembaca semua.

Kesamaan nama pembaca dan nama tokoh dalam cerita ini sengaja dilakukan, murni karena keisengan saya… hehehe… semoga anda tidak pelit ‘nick name’ nya dipakai dalam cerita.

Oh ya… hampir lupa… jika teman-teman memiliki informasi yang ingin diekplorasi lebih dalam, kita bisa memasukkan informasi itu ke dalam cerita fiksi ini… Ide-ide anda akan membuat fiksi militer ini lebih kaya warna, saya yakin akan hal itu… Fiksi ‘open source’… hehehe… silahkan kirimkan email usulan anda ke redaksi forum militer tempat kita reriungan ini… Saya yakin bung Diego dan bung Gue akan memfasilitasi niat baik anda

Terima kasih kepada ‘pemilik warung’, bung Diego… kepada bung Gue yang sudah mau bersusah payah melakukan edit ulang atas error transfer yang sering terjadi… dan tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada para kontributor artikel yang telah memberikan saya contoh nyata mengaplikasikan rasa cinta tanah air lewat tulisan… artikel-artikel anda memberikan pencerahan dalam gaya bertutur saya dan memperkaya khazanah berfikir saya… terima kasih… semoga Allah memudahkan urusan anda semua, dimanapun anda berada

Terima kasih atas perhatian yang telah diberikan teman-teman pembaca selama ini…, komentar-komentar anda telah banyak memotivasi saya untuk terus menulis…, saya minta maaf jika ternyata penuturan ini kurang enak dibaca…, murni semata karena kurang baiknya saya meramu fakta dan bumbu cerita…, mudah-mudahan Allah membuka wawasan saya agar dapat menyajikan tulisan yang lebih baik.

Saya betul-betul ingin berterima kasih kepada bung Jalo atas keberpihakan beliau terhadap karya anak bangsa… kepada bung Satrio atas literatur kebangsaan dan bung STMJ atas ‘pemikiran di luar kotak’ dari konstelasi politik luar negeri… kepada bung Yayan atas bocoran-bocoran nota diplomatik kedutaan… kepada bung Narayana yang informasinya berhasil membangkitkan kebanggaan para pembaca dari kondisi awal ‘wajah muram yang berkepanjangan’… kepada bung Pocong Syereem yang masih tetap meluangkan waktu berbagi dengan kita sembari dalam kondisi ‘kelelep’ di dalam lautan… kepada bung Danu atas analisa kondisi perekonomian… kepada bung Wehrmacht atas pengayaan informasi arsenal luar negeri (germany fans detected…, hehehe)… kepada bung Lare Sarkem atas kontribusi muatan kavaleri… kepada rajawali-rajawali kita, bung Erich Hartman dan rekannya yang masih ‘misterius’ atas kontribusi dari sudut pandang pelaku pengendara burung besi… kepada bung KRI yang ‘ngelotok’, yang kaya akan informasi kapal perang kita… Bung Ngurah Rai, pembabar berita ‘segar’ yang sering bikin grup trio bareng bung Narayana dan bung Pocong Syereem…… kepada bung WH, yang agitasi massanya telah berhasil menggugah PT DI untuk menghidupkan kembali program CN 250… dan terlebih spesial lagi kepada sales alutsista Cina, yang tercantik dari semua pembaca warjager, Neng Oke Lah dan mbak Puput (saya curiga si Puput ini laki-laki sebenarnya…, xixixi)… kepada Mbah Bowo yang komentarnya berhasil membuat para ‘silent rider’ kebakaran jenggot dan tergerak untuk ikut komentar… Mbah Bowo itu berjasa lho… minimal beliau membuat anda tergerak menulis…. kepada bung Project Warrior atas klarifikasinya ketika para pembaca sedang beradu argumen akan alutsista tertentu… kepada bung UCAV yang rasa ingin tahunya telah memacu para kontributor untuk lebih banyak memberikan informasi… kepada Papa Augusta atas detail informasi peperangan Pasifik… bung Wafi yang selalu komen dengan gambar prajurit dan meneriakkan “siap, komandan…” xixixi… bung MasterPoker119 dan bung De_Ka dengan gelas-gelas kopi dan ‘udut’nya… ‘not to be forgotten’ bung Blaze, the conspiracy expert, mudah-mudahan tulisan ini bisa memenuhi selera anda… terlebih spesial lagi kepada bung Nowyoudont, yang terus terang, merupakan inspirator saya di awal-awal saya mulai menulis… saya betul-betul rindu membaca artikel anda.

Masih banyak kontributor-kontributor lain yang belum saya sebutkan karena umur yang menua membuat saya lebih sering error mengelola pusat informasi di kepala saya, untuk ke-alpa-an saya mengingat dan berterima kasih kepada Anda secara langsung… saya betul-betul minta maaf

TULISAN SAYA HARI INI, DIPENGARUHI POLA PIKIR DAN GAYA BERTUTUR ANDA SEMUA… TERIMA KASIH KARENA SUDAH MEMBANTU SAYA

Penafian, ‘disclaimer’

Demi Allah, Tuhan yang saya sembah, tidak terbersit dalam hati saya untuk mendukung salah satu kandidat presiden kita melalui tulisan ini. Kemiripan maupun ketidakmiripan karakter presiden dalam tulisan ini murni merupakan sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk tujuan tertentu terkait pemilihan presiden yang akan kita hadapi.

Melalui tulisan ini saya ingin mewujudkan karakter pemimpin yang ingin saya miliki, pemimpin yang bisa saya banggakan, pemimpin yang bisa membuat saya ikhlas mengorbankan jiwa untuk dirinya

Himbauan

Kepada para pembaca yang mempergunakan ‘script’ agar bisa komen di urutan awal… bersainglah dengan lebih ‘fair’… pake cara manual lebih elegan… terima kasih untuk kesediaannya berubah demi kebersamaan

Negeri Ganda Mayit

“jalmo moro jalmo mati, dhemit moro dhemit mati, dewa moro, dewa keplayu”
 “dhemit ora ndulit, setan ora doyan”

Peringatan

Waktu ‘real time’ dari cerita ini adalah 01 Januari 2019,
kejadian-kejadian yang berlangsung sebelum tanggal itu,
di dalam cerita ini merupakan kejadian-kejadian kilas balik, ‘flash back’

Bagian 1 – Konsolidasi

Kantor Pusat Trans 7, Jakarta, Minggu, 2 Nopember 2014, 10.00 WIB

ilustrasi : Kantor Pusat Trans 7, Jakarta
Negeri Ganda Mayit (1) 1

Pagi itu seperti biasa, rutinitas Minggu pagi di kantor Trans 7 adalah rapat gabungan penentuan jadwal acara untuk satu pekan ke depan. Wartawan emang nggak ada matinya, di saat orang kebanyakan berlibur, berkumpul bersama keluarga, sebagian dari mereka yang kena giliran piket, malah harus ‘stand by’ untuk mengantisipasi kejadian dadakan yang harus diliput.

Tapi enaknya rapat di Minggu pagi, panganannya lebih banyak dari rapat-rapat di hari kerja, “hehehe…, lumayan…, perbaikan gizi”, begitu seloroh beberapa orang kru.

Pagi itu rapat dipimpin oleh Mbak Friska, salah seorang Manajer Program di stasiun televisi ini. Dengan tinggi yang semampai, menjulang lebih dari 170 cm, berambut sebahu berwarna cokelat kemerahan, bertubuh sintal, kehadiran beliau di pagi hari ini menambah semangat juang para peserta rapat, khususnya peserta pria.

Ada sekitar 10 orang peserta rapat pada hari itu, dengan porsi hampir berimbang antara pria dan wanita. Memakai gaun berwarna ungu, kontras dengan kulit putihnya, wanita ramah namun tegas itu memulai rapat.

“Baiklah, kita mulai rapat hari ini untuk menetapkan jadwal tayang stasiun kita satu pekan ke depan,” ujarnya kepada seluruh peserta rapat.

“Di luar jadwal rutin acara tayang mingguan, adakah agenda tayang yang harus kita liput,” ujarnya bertanya.

“Ada mbak, tapi bukan untuk pekan ini, untuk pekan depan” jawab Siska, dari bagian front office.
“Hari Jum’at yang lalu, ada surat dari Kementrian Komunikasi dan Informatika. Kita diwajibkan meliput acara peringatan hari Pahlawan 10 Nopember di Stadion Gelora Bung Karno,” sambung Siska sembari menyerahkan beberapa lembar kertas.”

“Baiklah, bagian produksi, tolong dipersiapkan krunya,” perintahnya segera

Edwin, utusan divisi produksi pada rapat hari ini, menganggukkan kepala sembari mengangkat tangan menyatakan kehadiran.

“Aku ingin kita menggali lebih dalam tentang kegiatan ini, siapa-siapa saja yang diundang untuk hadir ? Apakah anggota dewan juga diminta untuk hadir ?”
Cari tahu perwakilan negara tetangga mana saja yang diundang, kedutaaan besar mana saja yang diundang !

“Frans, itu tugasmu, kunjungi beberapa anggota MPR/DPR, kunjungi beberapa kedutaan negara tetangga !” ujarnya, sembari menatap Frans yang duduk di sudut meja

“Cari tahu juga elemen masyarakat apa saja yang diundang, apakah mahasiswa juga diundang, biasanya untuk acara hari ini sekolah-sekolah juga dilibatkan !” perintah Friska lagi

“Siap mbak,” ujar Frans kelabakan, sembari mulutnya penuh terisi kue yang baru saja dikunyahnya, tak menyana akan diberi tugas duluan. Anggota rapat yang lain cekikikan melihat tingkah konyol itu

“Selain kita, stasiun manalagi yang diminta meliput acara ini ?”
“Arwank, besok segera ke kementrian kominfo, cari informasi lebih dalam !”

“Baik mbak, tapi agak siang ya mbak ? Saya ada agenda di kementrian pertanian,” nego Arwank
“Nggak apa, saya tunggu laporannya, termasuk pertemuan di kementrian pertanian.”

Arwank menjawab dengan sebuah ancungan jempol sembari tersenyum ke arah pimpinannya.

“Apakah acara ini terbuka untuk umum ?”
“Apa saja agenda acaranya ?”
“Bagaimanakah posisi duduk para undangan di tribune utama ?”
“Dewi, tolong konfirmasikan hal ini dengan biro umum di Gelora Bung Karno !”

“Oke,” ujar Dewi ringan, sembari menuliskan tugasnya di ‘daily planner’-nya.

“Aku ingin kita setidaknya mendapatkan gambaran kasar isi pidato Presiden nanti.”
“Nadia, bisa tolong gunakan jalur komunikasi mu dengan Istana negara ?” tanya Friska sembari menoleh ke arah Nadia yang duduk di sebelah kanannya.

“Dan coba korek lagi agenda 100 hari pertama Presiden baru kita !”

“Saya akan coba mbak, mudah-mudahan berhasil,” ujar Nadia, sembari mengangguk-angguk kecil.

Nadia, berperawakan agak bulat, dengan bola mata yang agak sipit merupakan jurnalis terlincah dalam ruangan itu. Jaringan koneksinya tidak diragukan lagi. Walaupun relatif baru, tapi uletnya Nadia sudah terbukti.

Mulutnya selalu berkicau, periang dan ramah. Senyum Nadia selalu memancarkan ketulusan, kepribadiannya, karakternya, merupakan modal terbesar Nadia dalam membangun jaringannya. Secara berkala, ada penugasan atau tidak, Nadia selalu menyempatkan diri menyapa semua orang yang dia kenal.

“Baiklah, kita masuk ke agenda berikutnya,” ujar Friska lagi

Dan rapatpun berlanjut di stasiun televisi swasta nasional tersebut…

 

Kantor SAR TIMIKA, Kabupaten Mimika,
Senin, 03 November 2014, 08.00 WIT

Kantor yang dominan dengan warna orange itu, terletak di jalan Yos Sudarso Km. 5 Kabupaten Mimika, merupakan markas kantor SAR Timika. SAR di Timika sudah berdiri sejak tahun 2000 dengan kepala kantor pertama Bapak Nainggolan.

Personel dan staf baru saja menyelesaikan upacara bendera ketika mereka diminta berkumpul kembali. Lapangan kantor itu-pun, kembali dipenuhi manusia-manusia yang sebagian besar berpakaian orange. Hanya staf administrasi yang terlihat mengenakan seragam pakaian biru muda dipadu dengan celana biru tua.

Briefing personel SAR Timika
Negeri Ganda Mayit (1) 2

“Selamat pagi…” ujar Kepala Kantor SAR TIMIKA pada briefing di pagi Senin itu, Bapak Budiawan, S.Sos., M.Si., beliau berdiri tepat di depan tiang bendera

“Pagiiii…,” jawab para personel lapangan dan staf serentak

“Kantor SAR kita diberi kehormatan untuk mengirimkan 10 ‘rescuer’ untuk sebuah event di Jakarta. Untuk itu semua personel lapangan akan menjalani latihan pemantapan teknik ‘rappelling’. Di akhir pelatihan nanti, akan dipilih 10 personel terbaik untuk diberangkatkan,” ujar Bapak Budiawan.

Para personel SAR, baik personel lapangan maupun staf disibukkan dengan pikiran-pikiran mereka, menerka-nerka event yang melatarbelakangi seleksi ini. Tak pelak lagi, berangkat ke Jakarta, berkumpul bersama anggota SAR dari penjuru lain Indonesia memang memicu semangat. Petinggi emang biasa bolak balik Jakarta, tapi personel level ‘kerah biru’ cukup jarang mendapatkan kesempatan langka seperti ini.

“Detail persiapan dan kegiatan yang akan kita lakukan akan dijelaskan secara rinci oleh Bapak Karel, beliau sekaligus penanggung jawab kegiatan ini,” jelas Bapak Budiawan, sembari memberikan penegasan pendelegasian wewenang dari beliau kepada Bapak Karel Roni Ileng, selaku Kepala Operasi

“Bapak Karel…,” panggil beliau

“Siap…,” ujar Kepala Operasi SAR kantor SAR Timika yang sejak tadi berdiri sempurna di sebelah kanan Kepala Kantor

“Silahkan dilanjutkan…,” perintah beliau
“Siap…,” jawab Karel

Kepala Kantor SAR, Bapak Budiawan lalu membalikkan badan menuju kendaraan dinasnya, ajudan beliau terlihat segera menyusul di belakangnya.

Briefing pun dilanjutkan sang Kepala Operasi SAR Kantor SAR Timika

 

Skuadron Pemeliharaan 32, Pangkalan Udara TNI AU Abdulrahman Saleh, Malang, Senin, 03 November 2014, 08.00 WIB

Skuadron Pemeliharaan 32
Negeri Ganda Mayit (1) 3

Skuadron pemeliharaan 32, yang saat ini dipimpin oleh Komandan Operasi Udara Letnan Kolonel Penerbang M. Arifin, merupakan satu dari 3 skuadron udara yang bermarkas di Pangkalan Udara TNI AU Abdulrahman Saleh, kedua skuadron lainnya adalah skuadron udara 21 dan skuadron teknik 22.

Walaupun dikhususkan sebagai pusat pemeliharaan pesawat seperti skuadron teknik 22, namun skuadron pemeliharaan 32 lebih difokuskan sebagai ‘rumah’ pesawat Hercules pendukung operasi udara. Tugas yang mereka emban meliputi pengangkutan satuan tempur, barang kargo hingga pengisian bahan bakar pesawat tempur di udara.

Pangkalan udara Abdulrahman Saleh, yang terletak pada 07.55 derajat Lintang Selatan dan 112.45 derajat Bujur Timur, merupakan pangkalan udara yang memiliki pesawat pengisi bahan bakar, setelah Bandung. ‘Bakal rumah’ dari pesawat counter insurgency Embraer EMB 314 Super Tucano ini juga tampak sedang berbenah seiring dengan meningkatnya status mereka menjadi bandara internasional.

Empat shelter pesawat tempur baru juga sedang dibangun, berikut ruang simulasi pesawat tempur dan ruang pengembangan teknologi.

Batalyon infantri lintas udara 432 / waspada setia jaya
Negeri Ganda Mayit (1) 4

Sudah hampir sepuluh hari, skuadron pemeliharaan 32 memfasilitasi kegiatan latih terjun taktis dari personel Yon Linud 432/WSJ dan personel pasukan-pasukan khusus

Keenam puluh sembilan personel Batalyon Infantri Lintas Udara 432 / Waspada Setia Jaya sudah 1 minggu lebih berada di Malang dan sudah menjalani setidaknya 15 sortie penerjunan. Mereka dipimpin langsung komandan mereka, Letnan Kolonel Infantri Aji Mimbarno.

Sortie-sortie latihan mereka kali ini jauh berbeda dengan sortie-sortie terjun latih yang biasanya mereka dapatkan. Jika pada latihan standar penerjunan, mereka diperkenankan untuk mendarat, menyebar bebas di lokasi aman terdekat dengan target pendaratan, namun pada latihan penerjunan kali ini, mereka diharuskan mendarat tepat pada target.

Satu buah lingkaran besar berwarna orange telah dibentuk dan dijadikan area latih pendaratan, di luar lingkaran besar itu, terdapat satu buah lingkaran lagi yang mengelilingi lingkaran pertama, kali ini ditandai dengan warna biru muda. Mereka juga diwajibkan untuk mampu menggulung kembali parasut mereka, walau tidak sempurna dalam waktu maksimal 5 menit sejak mendarat

Guna menunjang misi kali ini, parasut standar mereka diganti dengan parasut generasi terbaru, Mach III. Parasut ini memiliki kemampuan untuk mengembang pada ketinggian hingga 25.000 kaki.

Biasanya pasukan infantri lintas udara mempergunakan parasut udara orang, PUO Garuda 1–P, buatan CV Maju Mapan, Ngunut – Tulung Agung, Jawa Timur. Parasut Garuda ini merupakan pengembangan dari MC 1 – 1C Steereable Troop Parachute yaitu PUO taktis buatan Amerika. PUO Garuda dapat dikemudikan dengan mudah karena dilengkapi ventilasi yang dikontrol dengan tali kontrol kemudi. Yang lebih hebat lagi, ternyata proses pengembangan parasut garuda ini dibiayai sendiri oleh pihak swasta tersebut.

Kanopi parasut utama berdiameter 35 kaki, berbentuk parabolik, sedangkan parasut cadangan, berbentuk ‘flat circular’. Masa pakai parasut produksi nasional ini 12 tahun atau sejumlah 100 penerjunan. Parasut udara orang ini mampu mengangkut beban hingga 130 kilogram, dengan kemampuan putar 360 derajat dalam waktu 7 hingga 8 detik, memiliki kecepatan maju/turun 4 hingga 5 meter/detik, dan masih mampu mengembang sempurna pada ketinggian terendah 1.500 kaki, setara 457 meter dari permukaan laut.

TNI AD dan TNI AU sudah mengakui kehandalan parasut udara orang ini, dan menjadikan parasut garuda sebagai perlengkapan standar pasukan para. Dan ternyata parasut udara orang buatan anak bangsa ini, sudah mendapat kepercayaan dari dunia, dibuktikan dengan pesanan sebanyak 2.000 unit oleh militer Malaysia. Malaysia juga telah membeli 60 tenda regu dan 1 tenda komando, dari perusahaan swasta nasional yang sama.

Namun tuntutan misi kali ini berbeda, jauh lebih kompleks, sehingga parasut produksi nasional, buah karya kemandirian bangsa itu untuk misi kali ini ‘di-istirahatkan’ oleh personel batalyon infantri lintas udara

Yonif Linud 432/WSJ sejatinya berpangkalan di Kariango, kabupaten Maros, propinsi Sulawesi Selatan. Area latih yang jauh dari pangkalan asal, sudah menimbulkan tanda tanya tersendiri pada para prajurit, ditambah lagi dengan bertambahnya tingkat kesulitan dalam teknis pendaratan. Tapi sebagaimana layaknya prajurit, mereka lebih fokus pada penugasan mereka, ketimbang mencari jawaban atas kejanggalan yang ada.

Sebuah hanggar telah berubah fungsi menampung keenam puluh sembilan prajurit itu, tempat tidur lipat militer, ‘velbed / folding bed’ telah membuktikan niat baik tuan rumah, Skuadron Udara 32 dalam menyambut para tamunya. Tempat tidur lipat berangka alumunium itu tampak kokoh, juga hasil produksi perusahaan asal Desa Ngunut itu.

Di hanggar sebelah, tuan rumah menyiapkan akomodasi untuk menampung 23 orang personel detasemen bravo dari korpaskhas tni au, 23 orang personel detasemen jala mengkara dari kopaska tni al dan 23 orang personel detasemen khusus 81 gultor, penanggulangan teror dari kopassus tni ad.

Berbeda dengan penugasan Yonif Linud, para personel pasukan khusus dari ketiga matra itu diharuskan dapat mendarat sempurna pada lingkaran luar berwarna biru muda tadi

Ketika rekan-rekan mereka dari Yonif Linud, melakukan pembukaan parasut segera setelah sesaat mereka terjun keluar dari pesawat, Combat Free Fall. Maka para anggota ketiga pasukan khusus itu diwajibkan menerapkan metode penerjunan HALO, High Altitude Low Opening, metode penerjunan yang mensyaratkan sang penerjun untuk menuruni ketinggian udara dengan cara ‘sky diving’ terlebih dahulu, baru pada ketinggian rendah tertentu mulai mengembangkan parasut.

Selain itu, jika para personel batalyon infantri lintas udara dilengkapi dengan parasut baru, Mach III, maka para personel pasukan khusus dari ketiga matra telah dilengkapi dengan parasut Mach III Alpha. Namun dalam latihan gabungan kali ini, berbeda dengan Densus 81 Gultor dan Denjaka, para personel Denbravo diperintahkan melengkapi dirinya dengan ‘wing suit’ sebagai perlengkapan penerjunan.

Terlepas dari itu, selain dituntut untuk melakukan latihan penerjunan HALO, para anggota pasukan khusus juga berlatih ‘rappelling’ di kompleks pangkalan udara tersebut

Pagi itu, di landasan pacu, para personel linud berada dalam posisi duduk ‘ngedeprok’ di landasan, sebagian sedang berbaring telentang bersandarkan pada tas parasut mereka, perlengkapan penerjunan yang berat, tidak memungkinkan mereka untuk berdiri lama dalam kondisi siap sempurna.

Batalyon infantri lintas udara menjelang embarkasi
Negeri Ganda Mayit (1) 5

“Linuuud…,” sebuah teriakan memecah keheningan pagi di landasan pacu militer Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh, Letnan Kolonel Infantri Aji Mimbarno memberikan komando
“Siaaap…,” teriak para prajurit.

Barisan terdepan dari jajaran rapi pasukan itu kemudian segera berdiri, untuk selanjutnya membantu rekan yang berada di belakang mereka untuk berdiri tegak dalam posisi sempurna. Dan begitu juga dengan barisan kedua yang baru saja berdiri, segera membantu barisan ketiga. Dan selanjutnya hingga ke barisan terakhir.

“Siaaap…,” teriak barisan paling belakang memberi tanda bahwa mereka telah dalam kondisi siap sempurna

Sejurus kemudian terdengar komando
“Luruskan…,” sang pimpinan regu Bravo, yang bertugas menjadi pimpinan keseluruhan personel pada pagi ini

Dengan cepat barisan melakukan gerakan ‘lencang kanan”, merapikan diri dalam jarak satu lengan antara satu dengan lainnya

“Lurus…,” teriak personel paling kiri dari barisan paling depan

“Hormaaat…, Gerak…,”

Keseluruhan personil memberikan penghormatan militer terhadap kepangkatan yang disandang Letkol Infantri Aji Mimbarno.

Setelah beliau membalas bentuk penghormatan dari anggotanya, sang komandan regu berteriak
“Tegaaap…, Gerak…,”
“Hitung…, Mulai…”

Barisan terdepan serentak memalingkan muka ke kanan. Personel paling kanan kemudian berteriak dengan tegas sembari memalingkan muka ke arah depan.

“Satuuu…,” ujar personel paling kanan
“Duaaa…,” sambung personel di kirinya

Proses berhitung-pun berlanjut, sahut-menyahut.

“Dua puluh tiga…” ujar prajurit paling kiri pada shaf paling depan

Lalu prajurit paling kiri pada shaf terakhir, shaf ketiga berteriak
“Kurang duaaa…,”

Menggenapkan hitungan menjadi 67 diluar komandan regu serta diluar komandan batalyon 432 linud, Letkol. Inf. Aji Mimbarno

Komandan regu kemudian berlari tegap ke depan sang komandan batalyon dan memberikan laporan
“Lapor, 68 personel batalyon infantri lintas udara 432 waspada setia jaya, siap,” teriaknya lantang

“Kembali ke tempat,” perintah komandan
“Siap, kembali ke tempat.”

“Linud, istirahat di tempat… Gerak,” komando sang komandan

Letnan Kolonel Infantri Aji Mimbarno kemudian memberikan pengarahannya

“Pada hari ini, sortie penerjunan kita berbeda dengan sortie-sortie sebelumnya.
Pada lingkaran target pendaratan telah didirikan dinding pembatas antara lingkaran dalam dan lingkaran luar.
Lingkaran luar berada pada posisi lebih tinggi dari target pendaratan kita.
Objektif kita tidak berubah, kita ditugaskan mendarat sempurna pada lingkaran dalam,”
Ada pertanyaan ?” ujar Jannie mengakhiri briefing…

Hening…

“Baiklah, kalian boleh beristirahat di landasan, kita mulai naik ke pesawat 1 jam dari sekarang

“Danru…,”
“Siap…,” ujar komandan regu

“Bubarkan pasukan…,” perintah komandan batalyon
“Siap, bubarkan pasukan…,”

 

Lockheed Martin C – 130 Hercules, Seri H, Registrasi A 1315
10.000 Kaki di Langit ‘Paris of East Java’
Senin, 3 November 2014, 10.00 WIB

Satu jam yang lalu, di landasan pacu pangkalan udara Abdulrahman Saleh, anggota pasukan batalyon infantri lintas udara saling memeriksa kelengkapan peralatan terjun mereka, tiap personel memeriksa perlengkapan rekannya. Mereka diajarkan untuk selalu membantu sesama rekan prajurit, diajarkan saling mengandalkan satu sama lain. Melalui pembiasaan inilah, semangat korsa mereka dibina.

Saat ini, pada ketinggian 10.000 kaki, setara dengan 3048 meter dari permukaan laut para penumpang burung besi itu sudah dalam kondisi siap terjun.

Mereka berdiri dalam 4 baris berbanjar, 2 baris masing-masing mendekat pada dinding ‘perut’ pesawat. Di atas kepala mereka, kabel baja terentang memanjang di dalam kabin pesawat, dari bagian depan pesawat hingga ke bagian belakang, 2 di tiap sisi pesawat. Sebentuk ‘harness’ dari bahan metal, terkait sempurna pada kabel baja itu menjadi penghubung antara kabel baja dengan tali penarik parasut mereka. Itulah prosedur keselamatan standar penerjunan militer batalyon lintas udara. Ujung tali pembuka parasut yang mengait pada besi itu, akan menyentak payung udara mereka untuk segera membuka sesaat setelah mereka terjun keluar dari pesawat angkut ringan militer itu.

Komandan batalyon tampak berdiri di tengah – tengah kedua barisan itu, dan sesekali bergerak ke muka dan ke belakang pesawat, memeriksa, memastikan kondisi kesiapan anggotanya, perhatian yang diberikan Aji Mimbarno kepada para personel linud, tanpa disadarinya membuat bawahannya menaruh simpatik kepada pimpinan mereka, efek akhirnya tanpa disadari, kepatuhan mereka kepada komandannya lebih didasari atas rasa segan dan penghormatan ketimbang kewajiban akibat perbedaan pangkat.

‘Tentengan’ pasukan infantri lintas udara jauh lebih banyak ketimbang pasukan infantri biasa, totalnya kurang lebih 55 kilogram. Mencakup payung utama seberat 13,5 kilogram, payung cadangan di dada seberat 5,5 kilogram, masih ditambah senapan SS2 varian 1 popor lipat atau varian 4 para sniper dengan berat dalam kondisi kosong 4,2 kilogram, belum lagi jika senjata serbu itu dilengkapi dengan pelontar granat buatan Pindad, SPG A1 kaliber 40 mm serta helm seberat 1,5 kilogram dan tak ketinggalan, ransel perlengkapan dengan berat sekitar 30 kilogram.

Memang tidak selamanya ‘tentengan’ pasukan infantri lintas udara seberat itu, terutama parasut. Dalam kondisi perang, parasut hanya dipakai saat embarkasi ke pesawat hingga proses penerjunan, setelah mencapai ‘drop zone’, zona pendaratan, parasut itu akan ditinggal dan pasukan infantri lintas udara berganti peran menjadi infantri standar Kostrad.

Metode exit para prajurit lintas udara pada pesawat Hercules tersebut mengandalkan 2 buah pintu geser yang digerakkan ke atas, 1 di tiap sisi pesawat. Dalam proses melompat, mereka akan dibantu para ‘Jump Master’ selaku ‘penguasa penerjunan’ burung besi itu.

Selain ‘Jump Master’ kru pendukung utama dalam pesawat Hercules adalah ‘Load Master’ atau Pengendali Muat Udara, yang bertugas melakukan perhitungan dan perencanaan penempatan kargo dan penumpang untuk menjaga agar pesawat tetap seimbang terhadap gaya gravitasi bumi selama penerbangan. Load Master berkewajiban memastikan kargo ditempatkan pada titik tertentu di dalam pesawat guna mencegah kelebihan beban pada bagian-bagian sensitif tertentu dari rangka pesawat dan lantai kargo.

Seorang Load Master dapat secara langsung melakukan proses bongkar muat terhadap pesawat, tapi utamanya melakukan pengawasan atas kru yang melakukan kegiatan pemuatan dan prosedur pemuatan itu sendiri. Begitu diletakkan di dalam pesawat, Load Master harus memastikan semua rantai, tali dan kunci menahan kargo dalam posisi aman, karena pergeseran tiba-tiba atas muatan dapat mengakibatkan gangguan pada ‘handling’ pesawat.
Rata – rata para Load Master dituntut untuk memiliki kualifikasi ‘pengiriman udara’ atas pasukan lintas udara atau atas kargo dengan mempergunakan media parasut.

Sedangkan ‘Jump Master’, Empu Terjun atau Pengendali Terjun, memiliki wewenang mengatur penerjun mulai dari persiapan di darat sampai ‘exit’ dari pesawat. Tim ini dengan pengalaman yang luas, mencermati kesiapan penerjun, mengatur posisinya di pesawat atau memastikan pengait parasut statik pada kabel baja.
Satu tim Jump Master dalam sebuah pesawat yang menggunakan dua pintu untuk penerjunan, terdiri dari enam orang. Dalam menjalankan tugasnya Jump Master dituntut memiliki ketenangan, ketelitian, kecepatan, dan ketepatan dalam berpikir dan bertindak. Kelalaian dan kecerobohan sekecil apapun dalam menjalankan tugas pasti akan berakibat fatal baik terhadap penerjun, Jump Master bersangkutan maupun pada personel Jump Master lainnya.
Motto ‘If You Right, No One Remember, But If You Wrong, No One Forget You’ ditancapkan benar dalam hati para personel tim Jump Master

“Dua menit menuju Delta Zulu…” teriak Jump Master memberikan aba – aba. (delta zulu, drop zone, pen.)
Beliau mengangkat dua jari tangan kanannya, memberikan tanda kepada kru Hercules yang saat ini sedang berjaga di pintu samping pesawat.

Para personel lintas udara mulai bersiap

Jump Master dan para Penerjun Linud
Negeri Ganda Mayit (1) 6

Para ksatria lintas udara mulai ‘digeser’ mendekati ‘exit area’, dimana mereka akan dengan sukarela meloncat keluar atau ‘dilemparkan’ keluar jika bergerak terlalu lambat, yang penting pesawat pulang dalam kondisi kosong… xixixi… boong ding… bercanda

Sebuah lampu hijau di atas pintu pesawat menyala

“Hitungan mundur 10…., Have a safe jump…” teriak sang Pengendali Terjun

Tapi alih-alih mulai menghitung mundur dari angka 10 ke 0, beliau malah menunggu hingga 5 detik dan kembali berteriak

“5…, 4…, 3…, 2…,”

Lalu momen yang dinanti pagi itu…, tiba.

“Go…, go…, go…,” ujar Jump Master memberi perintah kepada para penumpang dan kepada kru Hercules untuk melakukan tugasnya

Satu per satu ksatria itu berloncatan turun dari pesawat. Sebagian besar para ksatria tampak tidak sabaran untuk segera keluar dari perut pesawat, hingga harus ditahan oleh beberapa Jump Master, harus ada jarak antara waktu ‘exit’ satu penerjun dengan penerjun yang lain. Jarak waktu yang terlalu dekat bisa berakibat penerjun kedua menabrak penerjun pertama yang parasutnya mungkin saja belum mengembang sempurna.

Mereka yang terlalu lama mengambil ancang – ancang untuk meloncat akan disentak keluar oleh para kru Hercules. Begitu memang seharusnya, dalam situasi perang, penerjunan boleh jadi akan ‘disambut’ peluru-peluru dari senjata penangkis serangan udara pihak musuh. Resiko tidak hanya ditanggung oleh para ksatria lintas udara, tapi juga oleh pesawat pengangkut itu sendiri.

‘In war, time is the essence’

Sebagian dari para ksatria itu menyilangkan kedua lengan ke arah bahu, berpegangan pada tali tas parasut mereka sebelum meloncat, seperti prosedur standar yang sudah diajarkan. Sebagian lagi ada yang mengambil gaya penerjunan yang berbeda, ada yang meloncat pada sisi kanan atau kiri duluan, ada yang kepala duluan, ada yang kaki duluan. Tapi…, mau bagaimanapun ragamnya gaya ketika ‘exit’… beberapa detik kemudian, hasil dari gaya dorong pesawat ke depan dan gaya gravitasi bumi akan menyeragamkan bentuk jatuh mereka ke bumi. Awalnya mereka seperti terlempar ke belakang pesawat, untuk lalu mulai bergerak ke bawah.

Tali pembuka parasut mereka terpaut sempurna pada kabel baja yang ada di pesawat. Segera setelah mereka ‘exit’, sentakan tali itu akan memaksa parasut udara orang yang mereka pergunakan, untuk mulai mengembang, diawali dengan sebentuk ‘kuncupan’ lalu diakhiri dengan bentuk parabola.

Proses terjun para ksatria lintas udara
Negeri Ganda Mayit (1) 7

Akhirnya semua personel infantri lintas udara berhasil terjun dengan sempurna.
Setelah semua penerjun linud berhasil diterjunkan masih ada satu tugas lagi yang tersisa dari kewajiban para jump master, yaitu tali pembuka parasut.

Tali ini telah menunaikan fungsinya dengan sempurna, memicu pembukaan parasut udara orang. Tali yang salah satu ujungnya dikaitkan pada kabel baja, ujung lainnya kini terjulur di luar pesawat, menampar-nampar dinding luar kabin akibat dorongan angin. Dorongan angin memberikan kesan seakan ada pihak lain yang menarik tali pembuka itu ke arah luar pesawat.

Butuh kerjasama untuk menarik masuk tali pembuka parasut ini, tenaga satu orang tidaklah cukup untuk menarik tali-tali itu masuk. Dua orang jump master akan bersama-sama memegang kumpulan tali itu dan berusaha menariknya ke dalam. Tapi sebelum itu diperlukan sebentuk bantuan dari salah seorang kru. Seorang kru jump master akan berdiri pada sisi dekat bagian belakang dari pintu exit, sembari berpegangan pada ‘safety net’ di dinding pesawat, ia kemudian akan menendang kumpulan tali pembuka parasut itu ke arah depan, menyentaknya dengan mempergunakan kaki, memberikan tenaga awal atas upaya kedua rekannya menarik tali itu ke arah dalam.

Butuh waktu 10 menit bagi para jump master untuk menyelesaikan tugas mereka…, sekarang waktunya kembali ke pangkalan…, menanti kepulangan para prajurit linud…. Masih ada 1 sortie lagi yang harus dilakoni pada hari ini.

 

Tol Tangerang – Merak, Rabu, 05 November 2014, 15.30 WIB

Tol Tangerang – Merak
Negeri Ganda Mayit (1) 8

Mobil yang dikendarainya melaju kencang ke arah Jakarta, pertemuan dengan perwakilan Krakatau Steel di Cilegon usai sekitar dua jam yang lalu, Nadia mengejar waktu untuk temu janji jam 17.00 di kantornya.

Konsentrasinya sedikit terganggu ketika telepon genggamnya berbunyi, lagu Zombie dari The Cranberries menghingar bingar memenuhi kompartemen mobilnya. Dia menyukai lagu ini, selain suka dengan grup musiknya, dia memang ‘zombie maniac’. Teman sejawatnya paham betul, jika tiba-tiba ‘Zombie’ mengudara, itu tandanya telepon genggam Nadia sedang berbunyi. Rekan-rekan kerjanya pernah memberikan julukan ‘the walking dead’ Nadia, karena hobinya itu menggila dan membuat terperangah semua orang yang mengenalnya.

“Assalamualaikum,” ujarnya melalui pengeras suara, Nadia orang yang simpel dan teliti, dia paling nggak suka ngelihat pengemudi berkendara sambil memegang telepon genggam.
“Nyari mati dan nggak mikir keselamatan orang lain,” ujarnya pada suatu waktu.

“Nadia, kamu dimana ?”
Dia mengenali suara wanita itu

“Di tol mbak Friska, arah balik ke kantor, ada apa ya mbak ?” jawabnya

“Aku baru saja ditelepon stasiun Palembang, ternyata acara peringatan hari pahlawan juga diselenggarakan di Stadion Gelora Sriwijaya, Jaka Baring – Palembang, mereka diminta meliput acara itu. Biasanya peringatan hari pahlawan hanya diadakan di Gubernuran dan di Kodam II Sriwijaya, kali ini berbeda.”

“Mbak juga udah bel ke Pontianak dan Manado, mereka juga mengkonfirmasi hal yang serupa. Ada yang berbeda dengan peringatan hari pahlawan kali ini. Coba kamu gali lagi keterangan dari jalurmu di Istana Negara, cari tahu kenapa. Aku yakin peringatan kali ini tidak akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” perintah Friska pada Nadia

“Oke mbak, ntar aku kontak ulang temanku setibanya aku di kantor. Sore ini jam 5 aku ada janji di kantor.”

“Ya udah, hati-hati di jalan. Kamu dengan siapa ke Cilegon ?”
Nadia heran, dari mana bosnya tahu bahwa dia ke Cilegon.

“Sendiri mbak,” jawabnya
“Kenapa nggak dianter sopir aja sih Nad…” sesal Friska
“Jangan ngoyo kamu Nad, kalo lelah istirahat dulu, ntar kenapa-kenapa lagi,” anjur Friska

Ini yang Nadia suka dari bos ceweknya ini, cerewetnya minta ampun, tapi perhatian banget.

Sembari tersenyum dia berkata,
”masih seger kok mbak, tenang aja, ntar kalo lelah aku pasti berhenti kok, makasih ya mbak. Mbak baik deh… hehe…” gombal Nadia

“Mbaaak…, donatnya tinggalin aku yaa… !” teriaknya pada Friska
Giliran Friska yang bingung, darimana Nadia tahu kalo di kantor lagi pesta donat

“Hidungmu ya… kalo masalah makanan tahu aja… ya deh… ntar mbak tinggalin…”
“Asyiiikk…,” ujar Nadia senang

“Kotaknya…,” sambung Friska lagi
“Huuu… peliiittt….,” Nadia terkekeh geli
“Biarin… hahaha,” jawab Friska nggak mau kalah, sembari tertawa senang

“Ya udah, ntar kamu malah nggak konsen nyetir lagi, mbak tunggu di kantor,” putus Friska
“Eh, hampir lupa… wa alaikum salam… hehe,” sambung Friska pula
“Thanks mbak… daaahh…” Nadia mengakhiri

Percakapan mereka terhenti. Nadia memandang sepintas slot penyimpanan cakram digitalnya, dia hapal betul posisi tiap kepingnya. Tidak beberapa lama kemudian, The Cranberries kembali mengudara. Kepalanya diayun-ayunkan mengikuti irama lagu yang diputar.

“Cool….,” ujarnya dalam hati

 

Institut Teknologi Indonesia, Serpong – Tangerang Selatan, Propinsi Banten,
Rabu, 05 November 2014, 09.00 WIB

Suasana ‘coffee morning session’ di Institut Teknologi Indonesia
Negeri Ganda Mayit (1) 9

Diadakan setiap bulan pada rabu pertama, di kampus jingga ini, ‘coffee morning’ menjadi ajang silaturahmi antara rektor, dosen, staf, karyawan dan mahasiswa. Pada event itu, jarak formal yang biasa melekat pada institusi pendidikan itu, sedikit banyak terbiaskan.

Pagi ini, Andri, laki-laki berperawakan sedang, berkacamata khas seorang kutu buku, tapi dengan rambut panjang melewati bahu, yang dipangkas plontos mulai dari bagian tengah kepala hingga belakang. Bagian depan yang panjang lalu disisir ke belakang menutupi bagian ‘botak’, ciri khas badungnya anak teknik mesin, menyengajakan diri ikutan acara ‘coffee morning’ untuk mencari si ketua senat, Puspa.

Penampilan Andri dengan potongan rambut seperti itu belum seberapa, konon dulu di masa-masa awal ITI berdiri, selain memakai potongan rambut seperti Andri, anak-anak teknik mesin biasa memakai bandana yang dilipat dan diikat di kepala, dengan baju kaus pada bagian dalam serta sebuah kemeja lengan panjang yang dikancing rapi pada ujung lengan, tapi dengan hanya kancing leher yang disemat, tanpa satu kancing-pun yang dikenakan mulai dari dada ke bawah… mirip banget gangster Meksiko di Amerika… urakan memang… xixixi…

Berbeda dengan Andri, Puspa merupakan anak teknik industri, di kampus jingga ini, fakultas teknik industri merupakan ‘gudangnya’ wanita… hehehe… sebuah alasan lain yang menyebabkan Andri tampak begitu bersemangat pagi itu. Selain mencari ketua senat, dia juga berharap bisa ‘pecicilan’ dengan kembang-kembang kampus dari fakultas teknik industri.

Harap maklum, fakultas teknik mesin merupakan fakultas yang paling banyak diisi makhluk berkelamin sejenis dengan Andri, wanita di fakultas ini paling ‘banter’ tiap angkatan 10 orang. Bahkan di zaman antah berantah, ketika ITI masih seumur jagung, jumlah wanita di fakultas mesin cuma hitungan jari satu tangan.

Ada cerita tragis yang lumayan lucu, di tahun 1994… ya… benar… di tahun itu ITI masih seumur jagung… terdapat 2 nama wanita dalam 60-an daftar nama mahasiswa baru di fakultas teknik mesin, yang kemudian dibagi dalam 2 kelas, kelas mesin A dan kelas mesin B, mereka adalah Eka dan Endang

Kelas mesin A diisi satu wanita dengan nama Eka dan terbukti, secara sah dan meyakinkan, ‘neng’ Eka positif wanita, kerudungnya menguatkan hal itu.

Ketika anggota kelas mesin B belum sepenuhnya hadir pada awal-awal masa kuliah, warga kelas ini pada celingukan mencari-cari pemilik nama Endang yang tertera dalam daftar anggota kelas mereka.

Sebelumnya beredar isu bahwa hanya ada 1 wanita dalam angkatan 94, yaitu Eka di kelas mesin A. Praktis kelas mesin B menjadi bahan olok-olokan sesama angkatan saat itu. Belum lagi kemudian didapati informasi bahwa si Eka, ternyata juga jago tae kwon do, lengkap sudah kebahagiaan anggota kelas mesin A.

Salah seorang anggota kelas mesin B, yang berasal dari Sumatera, berusaha membela kumpulannya dengan mengatakan bahwa ada 1 wanita di kelas mesin B. Daftar yang tertera di pengumuman di bagian luar ruang BAAK menguatkan hal itu…
“Endang namanya”… ujar laki-laki itu mempertahankan argumennya.

Hari yang dinanti tiba, akhirnya Endang-pun hadir… hehehe… tragisnya… ternyata si Endang, anak keturunan Sunda ini merupakan pejantan tulen… xixixi… namanya dibaca dengan lafaz ‘E pepet’… bukan seperti lafaz E pada huruf baku Ejaan Yang Disempurnakan, ejaan bahasa Indonesia seperti yang diajarkan Bapak JS Badudu.

Di Sumatera, huruf E dibaca dengan lafaz ‘E mayor’, dan nama Endang bisa dipastikan hanya untuk wanita. Sementara di Jawa Barat, huruf E seringkali dilafazkan dengan ‘E pepet’ dan nama Endang bisa jadi ‘ber-gender’ pria.

Haha… Indonesia memang kaya dengan keragaman… jika di Barat ada istilah ‘a look can be deceiveing’ (penampilan bisa mengelabui, pen.), maka di Indonesia berlaku istilah ‘a fonologi can be deceiveing’ (pengucapan bisa mengelabui, pen.)

Walhasil,… selama 3 minggu berikutnya, laki-laki dari Sumatera itu menjadi bahan olok-olok nasional… nasib… nasib…

Setelah berkali-kali menyampaikan sapaan kepada para Dosen, akhirnya Andri berhasil menemukan makhluk yang dia cari, Puspa. Ketua Senat, dengan tinggi lebih dari 160 cm, berambut sebahu, Puspa tampak energik dengan balutan celana jeans dan t shirt kuning.

Ketua senat itu tampak sedang ngobrol dengan beberapa rekan wanitanya, Andri mengenali beberapa orang diantara mereka, bahkan dia menyukai salah seorang diantaranya,… Meta… gadis berkerudung dengan mata bulat itu sudah lama menarik hatinya. Pagi ini Meta mengenakan gaun longgar warna salem, orange lembut dipadu dengan kerudung warna putih.

Andri merasa pagi ini terasa lebih cerah dari biasanya… dasar jomblo…

Sembari melambaikan tangan ke arah Puspa, dia mendekat.
“Hei,… kemana aja ?” Puspa mencuri start pembicaraan
“Elu tuh ya, kan Sekretaris Senat, kudu sering-sering deket-deket gue dong… jadi gampang koordinasinya,” goda Puspa padanya

“Nggak mau ah… emang gua cowok apaaan… rempooong… deeh…” balas Andri menjawab gurauan Puspa, dalam suara ‘lembut lebay’, khas pemilik gender abu-abu, sembari tangan kanannya dilentikkan meniru ekspresi khas mereka.

“Hahaha…,” pecah tawa mereka semua
Sementara Andri sendiri tampak sibuk berkelit dari lemparan tisu dan kerikil yang menghujani dirinya seketika.

Setelah tawa mereka mereda, Andri mengeluarkan sebuah surat dari tasnya dan menyerahkannya kepada Puspa
“Apaan ?” tanya Puspa
“Baca aja bos.”

“Aku diserahi itu kemarin ketika mampir di BAAK,” ujar Andri
“Apaan sih ?” Meta yang penasaran, ikut bertanya

“Kita diminta partisipasinya untuk menghadiri acara peringatan hari Pahlawan 10 November di Stadion Gelora Bung Karno,” ujar Puspa menerangkan
“Wah, asyik tuh… ikutan dong…,” beberapa orang yang ikut berkumpul dalam perbincangan itu menyatakan antusiasnya
“Siapa saja boleh ikut, jumlah peserta utusan kita tidak dibatasi kok…,” Puspa memberikan jawaban persetujuan.

“Kita sebaiknya mewajibkan anak-anak maru ikutan sebagai utusan inti, ntar didampingi sama kita-kita para senior mereka,” Puspa dengan cepat berinisiatif. (maru – mahasiswa baru, pen.)
“Bantuin gue yach… kita keliling ke pengurus perhimpunan mahasiswa tiap fakultas ?” pinta Puspa pada Andri.

“Sebagian sudah aku serahkan kopi surat ini, Teknik Mesin sudah, Arsitektur sudah, Planologi sudah, Elektronik sudah, tinggal sisanya… dah nggak keburu kemarin…,” jelas Andri lagi

Mata Puspa tampak berkilat menatap Andri, sebentuk senyuman jelas terbentuk di bibirnya.
“Thank you mas bro…,” ujarnya senang

Jika saja Andri sedikit memperhatikan, ada nuansa yang berbeda dari ucapan Puspa padanya tadi, tapi laki-laki itu terlalu polos untuk menyadarinya

“Kita pake apa ya kesana ?” gumam Puspa sembari menengadah ke atas memutar otak
“Aku musti hubungi Hesti nih, ada berapa sisa kas kita.” Puspa mengutarakan rencananya

“Pake bus kampus aja ?” usul Meta

“Tenang…, aku sudah kontak ke petugas yang tercantum di surat itu, pihak Angkatan Darat menyediakan truk pengangkut untuk kita, tinggal kita konfirmasi jumlah personel yang mau disertakan dalam acara itu,” jawab Andri memberikan penjelasan

“Hah… pake truk tentara… xixixi… boleh juga tuh…,” Meta terlihat senang
“Biarin deh… yang penting hemat…,” Puspa terlihat mengangguk-angguk memberikan persetujuan.

“Tepat jam 06.00 pagi kita diminta sudah siap di kampus, begitu permintaan dari panitia,” Andri memberikan informasi susulan

“Ya udah… setiap personel harus mempergunakan jas almamater agar gampang dicirikan… bendera kampus sudah selesai dicetak ulang kan ? Kita akan memerlukan bendera-bendera itu,”
Puspa berfikir cepat
“Sudah siap dicetak sejak 2 minggu lalu,” jawab Andri

“Yo’ kita jalan…,” ajak Puspa pada Andri sembari menggamit lengan Andri, menggandeng laki-laki muda yang malah tampak kikuk dibuatnya
“Daaaahh…,” lambai Puspa pada teman-temannya
Andri yang kebingungan, berusaha mensejajarkan diri dengan Puspa

“Hei… tunggu… ikutan doong…,” teriak Meta sembari berlari kecil mengejar.

Dan akhirnya pada pagi itu, Andri ‘ketiban bulan’… digandeng Puspa di lengan kiri… dan digandeng Meta di lengan kanan…

Iseng…, dia ‘nyeletuk’ kepada kedua wanita itu
“Kita cari jalan yang agak jauh ya,” pintanya pada Puspa dan Meta
“Maksudnya ?” tanya Meta bingung

“Iya… kalo jalannya ‘muter-muter’ kan aku bisa digandeng kalian lebih lama…,” ujar Andri
“Hahaha… bener juga…,” Puspa terkekeh geli

Dan hasilnya, jika tadi Andri ketiban bulan karena digandeng 2 wanita, sekarang dia ketiban kertas yang dipukulkan Puspa ke kepalanya, serta sebuah cubitan dari Meta.
“Aduh… ampun… beneran tahu… aku menikmati pagi ini…,” ujar Andri polos

Satu hal yang tidak disadari Andri, dia tidak bisa memperhatikan sebentuk senyuman yang tersungging manis pada kedua makhluk manis yang mengapitnya.

‘Love triangle detected…’

Dalam hati Andri berkata… “mimpi apa aku semalam…”
Sebuah senyum lebar turut terlihat mengembang di bibirnya…. menteeep…

 

Kedutaan Besar Republik Indonesia – Berlin, Jerman,
GMT + 2, Senin, 10 Nopember 2014, 02.30 AM

Mereka merupakan pasangan muda yang baru saja dikaruniai putra kedua mereka. Kelahiran putra kedua mereka di Jerman, menyebabkan bayi lucu itu memiliki kesempatan untuk mendapatkan dua kewarganegaraan, Republik Indonesia dan Republik Federasi Jerman.

Walaupun Abbas bin Firnas menetap di Ottobrunn, Munich, kota tempat pabrik Messerchmitt berdiri, tempatnya bekerja, namun pada malam ini mereka menginap di sebuah hotel di Berlin yang letaknya dekat dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Jerman.

Undangan yang dikirimkan oleh KBRI, mencantumkan waktu jam 03.00 AM waktu Berlin. Mereka terpaksa merelakan kedua putra mereka di jaga baby sitter yang diboyong jauh-jauh dari Ottobrunn guna memenuhi undangan dari KBRI.

Setibanya di Kedubes, mereka di sambut hangat oleh Bapak Fauzi Bowo dan istri beliau, Ibu Sri Hartati

“Ibu Tatiek, apa kabar ?” sapa istri Abbas hangat, sembari menempelkan pipi kanannya pada pipi kiri ibu Sri Hartati…, biasalah wanita…, cipika – cipiki.

“Alhamdulillah sehat, dik Puput. Mana anak-anakmu ? Kok nggak dibawa, ditinggal dengan siapa ? kejar beliau beruntun.

Sembari tersenyum, menjawab ketulusan yang diungkapkan pendamping Duta Besar itu, Puput menjawab, “Di hotel ibu, saya khawatir nanti yang kecil rewel, malah mengganggu acara kedutaan.”

“Aduh kasihan, maaf ya, jadi merepotkan. Lain kali dibawa saja, nggak apa kok. Toh nanti bisa kita carikan baby sitter untuk ngemongnya pas acara.”
“Nggak apa-apa ibu, lagian, lagi pengen berdua aja,” gurau Puput sembari mengerlingkan mata ke arah suaminya, menggoda

Abbas menangkap kerling nakal istrinya, lalu merespon dengan tatapan mata melotot sembari memamerkan raut marah, menjawab canda istrinya.

Bapak Fauzi Bowo dan ibu Tatiek tertawa, begitu juga dengan pasangan muda di hadapan mereka. Mereka berempat memang bisa dibilang akrab, Abbas dan istrinya kerap bertandang ke kedutaan, walaupun tidak ada acara resmi disana. Melepas rindu pada orang tua, ujar mereka ketika ditanya sahabatnya perihal intensitas kunjungan mereka. Pasangan muda itu sudah menganggap bapak Fauzi dan ibu Tatiek seperti keluarga kandung mereka sendiri.

Sembari menggamit lengan Puput, ibu Tatiek berbisik, “ada kue kesukaanmu.”
“Asyiik…,” Puput berkata girang, melangkah bersama ibu Tatiek ke arah dapur Kedutaan, sembari wajahnya berpaling ke arah suaminya, meminta persetujuan.

Sebuah anggukan diberikan Abbas kepada istrinya.

“Silahkan bergabung dengan rekan-rekan yang lain, Abbas,” undang sang Duta Besar kepada Abbas, sembari melangkah bareng ke ruang pertemuan kedutaan
“Ya, pak,” jawab Abbas ramah

“Sudah pada datang, pak ?” tanya nya pada duta besar.
“Sebagian besar sudah, kita sedang menunggu sisanya, tapi mereka sudah konfirmasi akan datang, mungkin lagi di jalan.”

“Dik Abbas, ngobrol dengan teman-teman dulu ya ! saya harus ketemu dengan beberapa staf,” ujar duta besar.
“Baik pak,” jawab Abbas sembari tersenyum, lalu melangkah ke ruang pertemuan.

Di ambang pintu, dilihatnya beberapa ilmuwan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Jerman, berkumpul, ngobrol sambil berdiri. Salah seorang dari mereka melambaikan tangan ke arah Abbas. Hampir berbarengan, sekumpulan kecil warga negara Indonesia yang berdomisili di Jerman itu menoleh ke arah Abbas dan menyambutnya ramah.

Abbas membalas lambaian tangan mereka dan tersenyum. Tapi ia belum jua bergerak. Diamatinya seisi ruangan, berusaha mencari sahabat karibnya, namun sosok yang dicarinya tak kunjung tampak.

Ruang pertemuan dalam kondisi tertata, namun susunannya tidak seperti biasa. Selama ini setiap ada pertemuan di kedutaan, Duta Besar pasti diposisikan berhadapan dengan tamunya, namun kali ini, para tamu berhadapan langsung dengan sebuah layar proyektor berukuran besar, dan meja Duta Besar terletak di sebelah kanan kursi para undangan.

Tanpa sempat berfikir lebih jauh menelaah keganjilan itu, sebuah tangan menepuk pundaknya, dan menariknya bergabung dalam kelompok kecil tadi. Abbas larut dalam obrolan mereka, mengisi waktu menjelang acara di kedutaan dimulai.

 

Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta,
Senin, 10 November 2014, 09.00 WIB

Stadion Gelora Bung Karno
Negeri Ganda Mayit (1) 10

Pagi ini, merupakan pagi yang penting bagi laki-laki yang diklaim kharismatik oleh mayoritas pendukungnya, mungkin itu pula yang menyebabkan ‘swing voters’ memutuskan untuk memilih dia menjadi pemimpin mereka untuk 5 tahun ke depan, Presiden terpilih Indonesia 2014 hingga 2019

Pagi ini, di Stadion Gelora Bung Karno, ia akan memberikan pidato ke hadapan seluruh rakyatnya. Siaran langsung memungkinkannya berinteraksi dengan rakyatnya, teknologi memang mempermudah kehidupan.

Sesosok wanita muda, berpakaian resmi, ‘Master of Ceremony’ pada event kali ini membuka acara peringatan hari pahlawan 10 November 2014.

Beberapa kalimat diucapkannya, tapi tidak begitu disimak oleh sang Presiden yang telah menempati posisinya, duduk di barisan terdepan dalam acara itu

“Lagu Kebangsaan Indonesia raya, hadirin dimohon berdiri,”

Serentak semua peserta acara berdiri dan bersama-sama mengikuti komando konduktor menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Indonesia tanah airku…
Tanah tumpah darahku…
Disanalah aku berdiri…
Jadi pandu ibuku…

Indonesia kebangsaanku…
Bangsa dan Tanah Airku…
Marilah kita berseru…
Indonesia bersatu…

Hiduplah tanahku…
Hiduplah negriku…
Bangsaku Rakyatku semuanya…

Bangunlah jiwanya…
Bangunlah badannya…
Untuk Indonesia Raya…

Indonesia Raya…
Merdeka Merdeka…
Tanahku negriku yang kucinta…

Indonesia Raya…
Merdeka Merdeka…
Hiduplah Indonesia Raya…

Indonesia Raya…
Merdeka Merdeka…
Tanahku negriku yang kucinta…

Indonesia Raya…
Merdeka Merdeka…
Hiduplah Indonesia Raya…

Lagu ciptaan Bapak Wage Rudolf Supratman itu jika dinyanyikan dengan penghayatan selalu mendirikan bulu roma…, fantastis… memang sebuah adi karya, ‘master piece’

Ia pun merasakan sensasi itu, saat menyanyikannya

“Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia dalam rangka peringatan hari pahlawan 10 November,” ‘master of ceremony’ memberikan pengumuman kepada para undangan yang hadir di stadion itu. Secara tidak langsung memberi kode kepada Presiden untuk bergerak ke Podium.

“Bismillaaah hirrohmaaan nirrohiiim…, Robbis rohli sodri, wa ya sirli amri, wahlul uqdatam millitsaani, yaf kohu kouli,” bisiknya perlahan sembari bangkit berdiri bergerak menuju posisi yang ditentukan panitia.

Lima menit kemudian dia sudah berdiri tegak di tengah podium utama, di belakang kanan dan kirinya berdiri ajudan-ajudannya. Sebuah bendera merah putih terikat pada sebuah tiang di sebelah kanannya. Sebentuk lambang burung garuda menambah aura pada momen kenegaraan itu, dipasang gagah berdiri di bagian belakang podium.

Jauh di sudut kanan dan kiri posisinya berdiri, telah berdiri tegak 4 buah layar tayang lebar, bersilangan, 2 di penjuru depannya dan 2 di penjuru belakangnya, ia bisa melihat jelas postur tubuhnya dari podium itu, layar-layar itu menampilkan 4 gambaran dirinya.

“Bismillaaah hirrohmaaan nirrohiiim.”
“Alhamdulillaah, alhamdullillaah hilladzi nasta’iinu, wa nastaghfiru, wa naudzu billahi mi tsururi amfusina, wa min sayyiati a’malina, ma yah dillah, falaa mudhil lalah, wa may yudhlil falaa haa diyaa lah.

Asyahadu alla ila ha illallaah, wa asy hadu anna muhammadar rosulullaah, laa nabiyya ba’da

“Assalamualaikum, warohmatullaahi, wabarokatuh”
“Salam sejahtera”

“Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul bersama di pagi hari ini, dalam momen peringatan hari pahlawan 10 Nopember 2014,” ujar Presiden tenang, sembari matanya memandang ke depan, ke hadirat pemirsa

Tangan kirinya memegang lembaran-lembaran teks yang sudah dipersiapkan bagian protokoler untuk kelengkapan acara hari itu, dia sudah membaca lembaran-lembaran serupa sejak 2 hari lalu. Sudah lebih dari 3 kali bagian kesekretariatan memberikannya draft pidato kenegaraan itu, namun berulang kali pula dia minta naskahnya diperbaiki. Pada kali kesekian, dia menyatakan persetujuannya. Seharusnya dia tinggal membaca naskah itu lalu turun dan mengikuti acara selanjutnya hingga selesai.

Dialihkannya pandangan dari teks itu, lalu ditutupnya dengan tangan kiri.
Dalam hati dia berkata, “apa yang akan terjadi, terjadilah.”

Sang Presiden kemudian memulai pidato kenegaraannya

Dengan tenang, sang Presiden berkata,

“Yang saya muliakan, rakyat Indonesia…,”
“Ya…, anda-anda semua…, rakyat Indonesia…,” ujarnya sembari mengangkat tangan kanannya menunjuk lurus ke depan dengan tangan terbuka, lalu mengangkat tangan itu sedikit ke arah atas, kemudian menggerakkan tangan itu menyapu dari kanan ke kiri, menegaskan bahwa dia menujukan kalimat itu kepada semua orang.

“Rakyatku,… yang hadir dalam stadion ini,
Rakyatku,… yang berkumpul di lapangan-lapangan besar seantero tanah air,
Rakyatku,… yang saat ini berkumpul di kedutaan-kedutaan besar Indonesia di seluruh penjuru dunia,
Rakyatku,… yang sedang mengikuti acara ini lewat siaran radio dan televisi.”

“Sadarilah wahai rakyatku,… sadarilah wahai saudaraku,… bahwa kita adalah bangsa yang besar.
Bangsa yang besar…, yang dilahirkan dengan pertumpahan darah.
Pertumpahan darah yang membuahkan kemerdekaan.
Kemerdekaan yang diperjuangkan…, bukan kemerdekaan yang dihadiahkan,”
ujarnya memulai pidato secara bersemangat

Setelah diam sejenak, dia dengan nada sedih berkata,

“Sadarilah wahai saudaraku…, sesungguhnya kita belum merdeka,”

“Indonesia, adalah negara besar, kaya dengan hasil alam
Tapi eksploitasi hasil alam Indonesia, hanya dirasakan oleh sekelompok orang saja.”

“Perusahaan asing menggali perut bumi kita
Tahukah anda…, bahwa porsi bagi hasil untuk kita, tidak sepadan…, jauh dari kata ideal
Kita terjajah…, perusahaan-perusahaan asing telah membeli pejabat-pejabat kita guna memuluskan niat busuk mereka.
Dan mereka menang…, kita terjajah.”

“Perusahaan-perusahaan lokal menggali perut bumi kita.
Tahukah anda…, sebagian besar dari mereka, hanya melakukan eksploitasi tanpa sama sekali memperhatikan masalah kesetimbangan lingkungan.
Tahukah anda…, banyak areal konservasi yang dilanggar dan dieksploitasi untuk kegiatan tambang.
Kita terjajah…, perusahaan-perusahaan lokal, telah membeli pejabat-pejabat daerah anda guna memuluskan niat busuk mereka.
Anak bangsa sendiri berubah menjadi penjajah…, dan menjajah ibu pertiwi… menjajah kita
Dan mereka menang…, kita terjajah.”

Presiden diam sejenak, memutar pandangannya, memandang sekelilingnya.
Ribuan mata memandangnya, hening, menunggu dirinya.
Lalu dengan tempo yang lebih cepat dan lebih bersemangat, dengan suara agak meninggi…, Sang Presiden berujar,

“Saudaraku…, sadarilah…,
Kita gali perut bumi kita…, kita sedot migasnya.
Kita kirim ke Singapura untuk diolah…, lalu kita impor kembali untuk kita konsumsi.
Hampir 70 tahun umur negara ini…, kita masih belum mampu menyuling sendiri minyak mentah kita.
Kita terjajah…, perusahaan-perusahaan di Singapura, telah membeli pejabat-pejabat kita.
Mengkondisikan para pembuat keputusan negeri ini agar tidak mendirikan penyulingan minyak sendiri.
Dan mereka menang…, kita terjajah.

Saudaraku…, sadarilah…
Selama ini sebagian ruang udara kita…, di atur Singapura
Setiap pesawat kita harus izin dulu ketika ingin terbang di atas wilayah negara kita
Kita mampu mengambil alih fungsi itu…, tapi Singapura telah membeli pejabat-pejabat kita guna memuluskan niat busuk mereka.
Dan mereka menang…, kita terjajah.

Negara ini sudah berumur hampir 70 tahun
Tapi kita masih belum mandiri
Kita masih mengimport beras
Kita masih mengimport jagung
Kita masih mengimport kedelai
Kita masih mengimport bawang

Negara ini sudah berumur 70 tahun
Tapi kita masih belum mandiri
Kita masih mengimport gula
Kita masih mengimport garam
Kita masih mengimport daging
Kita masih mengimport susu

Negara ini sudah berumur 70 tahun
Tapi kita masih belum mandiri
Kita masih mengimport setidaknya 29 bahan pangan kebutuhan pokok

Negara kita masih terjajah
Kita mampu memproduksi mobil
Kita mampu memproduksi motor
Tapi sadarilah saudaraku…, industri otomotif kita hanya tukang rakit

Jepang, Korea dan Amerika hanya menjadikan kita pasar produk manufaktur mereka
Mereka tidak berniat menjadikan kita mandiri
Mereka tidak berniat membantu kita merancang sendiri kendaraan kita
Mereka tidak berniat membantu kita merancang sendiri mesin-mesin kendaraan kita

Mereka tidak berniat membantu kita untuk maju
Indonesia bagi mereka hanyalah sebuah pangsa pasar besar…, tidak lebih…
Mereka memasung kita…, menjajah kemandirian kita
Mereka menang…, kita terjajah

Kita belum merdeka
70 tahun sudah umur negeri ini
Tapi pelabuhan sabang masih belum bisa menjadi pelabuhan besar berskala internasional
Singapura mengkondisikan para pejabat kita…, memandulkan potensi Sabang
Mereka menang…, kita belum merdeka

Kita belum merdeka
70 tahun sudah umur negeri ini
Tapi kawasan industri batam belum bisa berkembang besar
Singapura mengkondisikan para pejabat kita…, memandulkan potensi Batam
Mereka menang…, kita belum merdeka

Lalu dia berhenti, terdiam, dalam hatinya dia menghitung
Satu… dua… tiga… empat… lima…

Dengan gerakan tiba-tiba, tangan kirinya menggebrak podium

“Brakk…,” bunyi keras hantaman kepalan tangan itu mengisi keheningan di stadion yang luas itu

Semua terpaku…, terpana…,
tidak ada yang menyangka akan melihat semburan emosi pemimpin besar mereka pada hari ini.
Jangankan melihat kemarahannya, inilah pertama kalinya mereka bisa berinteraksi langsung dengan Presiden mereka

Dengan nada yang amat tinggi, sembari mengacungkan kepalan tangan kanannya, Presiden berkata

“KITA BELUM MERDEKA…
KITA MASIH TERJAJAH…
KITA BELUM MANDIRI…

Wajah laki-laki itu memerah, dari layar tayang tergambar jelas keras rahang ketika gigi-gigi terkatup menahan diri

Dengan nada lebih lembut, ia berkata

Kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan negara lain atas kebodohan kita
Kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan negara lain atas ketamakan kita
Kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan negara lain atas kenaifan kita

Sudah saatnya kita berbenah
Sudah saatnya kita melupakan semua perbedaan kita
Sudah saatnya kita bersama-sama menyingsingkan lengan
Sudah saatnya kita bekerja bersama

Tanggalkan semua seragam yang kita kenakan
Tanggalkan semua kesombongan kelompok yang selalu kita kedepankan
Tanggalkan semua kebencian dalam diri-diri kita

Nafikan semua perbedaan agama…
nafikan semua perbedaan suku…
nafikan semua perbedaan partai…

Anda dan saya adalah sama
Anda dan saya adalah putra-putri bangsa…, pewaris negeri ini
Anda dan saya adalah elemen-elemen penting bangsa besar ini

Hari ini… di hari besar ini… di hari pahlawan ini…

Saya mengajak semua komponen masyarakat untuk bersatu padu
Saya mengajak semua elemen masyarakat untuk bekerja bersama
Saya mengajak anda-anda semua… wahai rakyat Indonesia

Hari ini… di hari besar ini… di hari pahlawan ini…

Saya memanggil pulang semua putra-putri bangsa yang terserak di luar negeri
Saya… mewakili seluruh rakyat Indonesia… memanggil anda pulang
Negara menyeru anda pulang… ibu pertiwi meminta anda pulang…

Mari… bahu-membahu bersama kami… disini… membangun negeri ini
Mari… berpeluh bersama kami… disini… membangun bangsa ini
MARI… BERDARAH BERSAMA KAMI… DISINI… BERDARAH UNTUK INDONESIA

“WAHAI RAKYAT INDONESIA… MAUKAH ANDA BERUBAH ?
WAHAI RAKYAT INDONESIA… MAUKAH ANDA BERGERAK ?

Masyarakat yang hadir di stadion itu masih terdiam, terhenyak, belum tersadar betul dari gulatan emosi mereka

“AKU BERTANYA PADA KALIAN…,” ujar laki-laki itu sembari menunjuk ke masyarakat di depannya

Ia mengulangi kalimatnya
“AKU BERTANYA PADA KALIAN…
WAHAI RAKYAT INDONESIA YANG HADIR DI STADION INI…

MAUKAH ANDA BERUBAH ?

Mulai memahami…, beberapa puluh orang, dengan posisi duduk yang saling berjauhan…, berdiri dan berteriak…, “MAUUU…”
Tersentak, penonton yang sejak tadi menyimak, menolehkan kepala-kepala mereka, mencari-cari orang-orang yang berdiri dan menyatakan suaranya

“WAHAI RAKYAT INDONESIA… MAUKAH ANDA BERUBAH ?
Ulang laki-laki itu masih dengan nada tinggi, bersemangat, sembari mengacungkan kepalan tangan kanannya

“MAUUU…” ratusan orang, bagai tersihir, ikut berdiri dan berteriak serentak

“WAHAI RAKYAT INDONESIA… MAUKAH ANDA BERGERAK ?
Tanya laki-laki itu kembali…

“MAUUU…” tanpa diduga, semua masyarakat yang hadir di stadion itu berdiri dan berteriak serentak, satu suara, sembari mengacungkan kepalan tangan

“WAHAI RAKYAT INDONESIA… MAUKAH ANDA MANDIRI ?
Ujar laki-laki itu…, kembali mencengkeram genggamannya pada luapan emosi massa

Gedung stadion yang dirancang arsitek Rusia itu, dengan kapasitas 80.000 ribu orang, seakan bergetar akibat gerakan dan suara serentak masyarakat yang memadatinya
“MAUUU…”

Laki-laki itu lalu berkata, sembari menggerakkan kepalan tangannya ke atas dan ke bawah, seirama kalimatnya, sembari menghentakkan kaki dengan irama yang sama
“BE… RU…BAH…
BER…GE… RAK…
MAN…DI…RI…”

Masyarakat masih berdiri, tapi belum memahami betul keinginan presiden mereka. Beberapa raut muka tampak tergerak, namun ragu untuk ikut bersuara

Laki-laki itu kembali mengulangi kalimatnya, mengajak masyarakatnya menyuarakan yel-yel bersama-sama…
“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…
“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…
Sembari tetap menaik turunkan acungan kepalan tangannya, sembari tetap menghentakkan kakinya dengan irama yang sama

Mulai memahami, dan terhanyut dalam semangat kebersamaan, lebih dari separuh masyarakat yang hadir ikut menyuarakan kalimat yang sama

“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…

Tak lama, seluruh isi stadion ikut menyuarakan kalimat yang sama

“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…
BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…
BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…

Laki-laki dan perempuan, tua maupun muda, tampak berdiri bersemangat, mengacungkan kepalan tangan, mengikuti irama yang dipimpin oleh Presiden mereka
Sebagian besar kaum perempuan tampak terisak, tak kuasa menahan tangis mereka
Beberapa laki-laki tampak menyeka sudut mata mereka, berteriak sembari menahan haru

Laki-laki yang berdiri di podium utama itu, paham betul bahwa ia telah berhasil menguasai luapan emosi masyarakatnya…

Lalu tanpa diduga, ia bergerak turun dari podium, dan dalam langkah lari kecil ia mulai bergerak mengelilingi lintasan lari di stadion itu.
Sembari berlari, ia terus berkata sambil mengacungkan kepalan tangan
“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…

Kaget dengan gerakan tak terduga dari Presiden mereka, para ajudan terburu-buru ikut mensejajarkan diri, berusaha mengamankan sang Presiden.

Satuan Paspampres yang bertugas pada hari itu juga dengan sigap ikut berlari, dengan jarak agak jauh, bergerak bersama

Masyarakat yang sudah begitu hanyut dalam luapan emosi, tidak hanya ikut berteriak, bahkan beberapa puluh diantara mereka mulai berlari turun dari posisi duduk mereka menuju ke pinggir pagar pembatas, berusaha melihat sosok presiden mereka dengan lebih dekat.

Beberapa laki-laki tampak lebih agresif dari rekan-rekannya, mereka memanfaatkan kondisi sektor 21 dan 22, sektor 3 dan sektor 4 yang tidak terhalangi bagian basement dari stadion utama itu. Mereka memanjat pagar pembatas itu dan turun ke lapangan, bergerak mendekati sang Presiden.

Dengan cekatan, satuan polisi menahan gerak maju masyarakat itu

Sebagian masyarakat yang duduk lebih dekat ke arah tribune VIP memanfaatkan jembatan penghubung untuk bisa langsung menuju lapangan

Peristiwa ini seperti memicu semua masyarakat untuk bergerak turun, mereka yang duduk di tribune atas berduyun-duyun bergerak keluar dan masuk kembali melalui pintu merah, pintu biru dan pintu kuning, bergerombol dan setengah berlari mereka mendekati sang Presiden.

Para laki-laki tampak terlihat membantu para wanita untuk bergerak secara aman menuju ketiga pintu tadi. Yang tersisa di tribune penonton hanyalah para ibu yang menemani putra-putri mereka yang masih belum cukup dewasa untuk turut serta, dan para anggota Legiun Veteran yang diundang untuk menghadiri acara pada hari ini. Para veteran, pemilik hajat hari ini, rupanya ditempatkan panitia di kiri dan kanan tribune VIP.

Satuan pengamanan dari kepolisian tampak berusaha menahan gelombang masyarakat yang ingin bergerak bergabung bersama Presiden mereka. Namun tampak jelas mereka tak kuasa membendung kumpulan besar masyarakat yang perlahan merengsek maju mendekati lintasan lari

Lautan manusia kemudian menyemut, sebagian ikut berlari di belakang presiden, sementara di hadapan mereka, segerombolan besar menunggu kesempatan untuk ikut bergabung bersama.

Satu hal yang mempesona, tidak ada satupun dari mereka yang berinisiatif berusaha mendekati sang Presiden dari arah depan, alih-alih mereka menunggu, dan ikut berlari, bergabung dengan rombongan itu di belakang Presiden mereka. Hanya kru-kru kamera yang terlihat berusaha sedapat mungkin melakukan liputan dari arah depan gerak laju ‘air bah’ itu.

Di keempat layar tayang terlihat betul gurat kekhawatiran pada raut muka para personel Paspampres. Mereka diamanahkan menjaga keselamatan pemimpin mereka, tapi di satu sisi, mereka juga paham bahwa luapan emosi dan gerak laku masyarakat ini merupakan hal yang diinginkan oleh sang pemimpin.

Bagai rentangan sayap elang, lautan manusia itu bergerak perlahan, berlari kecil bersama, mengitari lintasan lari, sembari mulut mereka tetap bersama-sama menyuarakan
“BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI
BERUBAH… BERGERAK… MANDIRI…

Butuh waktu sekitar 45 menit bagi lautan manusia itu untuk melakukan satu putaran penuh hingga kembali ke posisi awal, ke podium utama.

Tapi alih-alih kembali ke tribune VIP, sang Presiden malah mengambil posisi duduk di podium utama, mengistirahatkan dirinya. Para ajudannya yang memintanya kembali ke dalam tribune VIP hanya dibalas dengan senyuman dan anggukan, namun beliau tidak kunjung beranjak dari posisinya, dia lebih memilih berada dekat dengan rakyatnya.

Tanpa dikomando, mencontoh Presiden mereka, satu demi satu, mulai dari depan hingga ke belakang, masyarakat mulai duduk mengistirahatkan diri di lapangan, bagian belakang dari ‘ular gemuk’ itu bergerak maju dan mengambil posisi mengelilingi podium utama yang terletak tepat di depan tribune VIP.

Ketika kondisi sudah mulai terkendali, panitia mulai kembali melaksanakan tugasnya, mengeksekusi susunan acara yang telah dirancang sebelumnya.

Sebentuk kegiatan terlihat di podium kedua, podium itu diposisikan membelakangi sektor 12 dan 13, yang terletak tepat di seberang podium utama, merupakan podium tempat para band penghibur memainkan perannya.

Sekelompok anak muda berpakaian putih-putih ala personel Paskibraka naik ke atas panggung, sebentuk scarf warna merah menghiasi leher mereka, menambah kesan patriotis pada aura diri mereka.

Ketika masing-masing personel grup band itu sudah memegang alat musik spesialisasi mereka dan ketika tarikan gitar awal dimainkan, riuh rendah suara masyarakat mulai terdengar, memberikan dukungan kepada grup band itu.

Ternyata ‘Cokelat’ tampil perdana pada acara hari ini.

Tergerak oleh dorongan hatinya, laki-laki yang telah berhasil menghipnotis rakyatnya, berdiri dari duduknya, berjalan maju ke tengah lapangan. Sekitar 15 meter dari depan panggung, beliau berhenti dan secara tidak diduga, mendaratkan pantatnya di atas rumput yang melapisi lapangan, selonjoran, pemimpin negara itu tidak nampak berbeda dengan rakyatnya.

Sebagian masyarakat ada yang tersenyum geli, namun senang melihat kelakuan presiden mereka, sebagian lagi malah tertawa girang…, tanpa disadari…, hati-hati mereka sudah berada pada gelombang yang sama, bertaut padu sempurna.

Mereka pun bergerak maju, mencontoh sang pemimpin dan duduk, menyemut di kanan, di kiri dan di belakangnya.

Satu satunya yang terlihat berdiri hanyalah para personel Paspampres yang menempatkan diri pada bagian pinggir lingkaran besar manusia itu. Sementara para pengawal inti presiden sendiri terlihat juga ikut duduk di sekitar presiden.

Jackline memulai interaksi dengan sebuah teriakan
“Selamat pagi Indonesiaaa…,”

‘Cokelat’ memulai debut mereka pada hari ini dengan hits mereka, Bendera

Biar saja ku tak sehebat matahari
Tapi slalu ku coba tuk menghangatkanmu
Biar saja ku tak setegar batu karang
Tapi slalu ku coba tuk melindungimu

Biar saja ku tak seharum bunga mawar
Tapi slalu ku coba tuk mengharumkanmu
Biar saja ku tak seelok langit sore
Tapi slalu ku coba tuk mengindahkanmu
Kupertahankan kau demi kehormatan bangsa
Kupertahankan kau demi tumpah darah
Semua pahlawan-pahlawanku

Ekspresi emosi massa yang tadi sempat menurun kembali menyeruak seiring dengan dilantunkannya lagu Bendera, lagu yang kental dengan semangat nasionalisme ini, betul-betul membangkitkan semangat di hati para penonton.

Sebagian besar dari mereka jika tidak dapat dikatakan seluruhnya, turut serta menyanyikan lagu yang sedang dibawakan Cokelat tersebut, terlihat jelas antusiasme massa.

Semangat yang dipancarkan Jackline, vokalis terbaru serta tabuhan drum dari Otto, drummer baru grup ini, bisa dengan baik mengimbangi jam terbang ketiga punggawa Cokelat, Edwin dan Ernest yang keduanya merupakan gitaris serta Ronny sang penggebuk bass

Melalui layar tayang, dapat terlihat jelas semangat dari para musisi dalam membawakan lagunya, semakin bersemangat penontonnya, semakin bersemangat pula musisinya, seakan ada transfer energi antara penonton dan yang ditonton.

Tepat ketika Cokelat menyanyikan syair

Merah putih teruslah kau berkibar
Di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini

Sebuah rentangan panjang bendera merah putih tampak mengembang jatuh ke bawah terbuka dari gulungannya, tepat dari atas atap sektor 12 dan sektor 13, seakan membentuk latar bagi pertunjukan itu

Penonton yang sedari tadi asyik menikmati suguhan Cokelat, kini bergemuruh memberikan tepukan tangan.

“Waaahhh…,” bunyi suara takjub yang keluar dari beberapa orang diantaranya
“Perasaan tadi nggak ada tuh gulungan bendera di atas atap itu, tiba-tiba udah berkibar aja. Kapan dibentangnya ?” ujar yang lain terheran-heran
Riuh rendah suara komentar mereka

Dengan panjang terentang lebih dari 100 meter, bendera itu tergantung, berkibar kencang oleh hembusan angin.

Ketika Cokelat selesai menyajikan lagu perdana mereka, pemandu acara berkata
“Personel Basarnas…”

Tak lama kemudian, di atas, di belakang panggung hiburan, secara tiba-tiba, tanpa diduga, puluhan orang berpakaian orange khas petugas SAR, terlihat menuruni atap gedung stadion gelora bung karno dengan mempergunakan tali, melakukan teknik rappelling standar. Mereka bergerak turun dari atap menuju lapangan, bergantungan pada tali.

Decak kekaguman, tepuk kegembiraan bergantian diberikan para penonton yang hadir.
Dari wajah para penonton wanita, terlihat jelas kegembiraan mereka melihat pertunjukan itu, beberapa diantaranya mengangkat tangan agak tinggi ke arah muka, mengekspresikan kekhawatiran.
Mulut-mulut yang menganga terpesona dengan gampang ditemui pada para penonton belia

Kegiatan ‘rappelling’ merupakan salah satu keahlian standar yang harus dimiliki para personel SAR, biasanya keahlian ini dipakai ketika ada pencarian pendaki gunung yang hilang, kasus jatuhnya sukhoi super jet 100 tempo hari atau pada kegiatan menyusuri sisi luar gedung untuk menyelamatkan korban. Tapi kegiatan ‘rappelling’ seperti itu tingkat kesukarannya berbeda dengan yang mereka perlihatkan sekarang.

Menuruni gedung atau jurang dengan tali pada prakteknya bisa berlangsung cepat dengan mengandalkan sisi gedung atau dinding jurang sebagai tumpuan pijakan dan tumpuan ancang-ancang. Pada demonstrasi kali ini, kegiatan menuruni atap gedung stadion gelora bung karno dilakukan tanpa adanya tumpuan pijakan, murni mengandalkan keahlian mereka semata, dibantu oleh ‘descender’ dan pertolongan Tuhan tentunya.

Tingkat kesulitannya sama seperti yang diperlihatkan para anggota TNI AD ketika turun dari atas helikopter yang terbang mengambang di udara, ‘floating’

Ternyata jumlah personel SAR yang unjuk keahlian itu berjumlah 30 orang. Butuh waktu 15 menit bagi mereka untuk turun hingga ke lintasan lari di stadion itu. Sementara tinggi atap gedung stadion itu sendiri sebenarnya 35 meter, keahlian yang luar biasa untuk standar personel non militer.

“Pemirsa, para personel SAR yang berpartisipasi pada hari ini berasal dari beberapa kantor SAR yang tersebar di seluruh Indonesia,” ujar pemandu acara melalui pengeras suara

“Kantor SAR Medan…, Propinsi Sumatera Utara…,”
Kantor SAR Timika…, Kabupaten Mimika, Propinsi Papua…,”
Kantor SAR Balikpapan…, Propinsi Kalimantan Timur…,” pemandu acara terus menjelaskan

Basarnas rupanya melibatkan 7 kantor SAR mereka dalam event kolosal ini.

Setiba di bawah, beberapa orang yang juga berpakaian orange berlarian mendekati para ‘rescuer’ yang berhasil turun itu, sembari membawa tandu lipat berwarna orange pula.

Setengah dari ‘rescuer’ yang baru saja turun, kemudian diposisikan berbaring pada tandu lipat tersebut, dan diikat kuat. Kemudian tandu-tandu itu dikaitkan pada tali yang tadi dipakai untuk turun.

Ternyata di atas atap masih terdapat banyak anggota SAR yang belum turun. Mereka yang berada di atas atap kemudian menarik para ‘korban’ tersebut ke atas

Gemuruh komentar para penonton kembali membahana

Setibanya di atas, alih-alih diangkat ke atas, tandu-tandu itu diambangkan. Lalu dari atas dengan mempergunakan tali baru, para anggota SAR yang tersisa beranjak turun, mereka kemudian mengaitkan diri mereka ke tandu ‘korban’ sembari melepas tandu lipat itu dari tali awalnya.

Sekarang dapat dilihat di atas atap, dengan disorot oleh kamera televisi, ditampilkan pada layar-layar besar, puluhan anggota SAR dalam kondisi tergantung, sembari membawa ‘sang korban’ terayun-ayun di bawah mereka. Rombongan yang bergelantungan itu-pun secara hampir bersamaan bergerak turun.

Beresiko memang, namun mengambil resiko yang terkalkulasi merupakan bagian dari kehidupan para ‘rescuer’. Kemajuan teknologi berujung pada penciptaan alat bantu panjat memanjat yang mampu memberikan tambahan proteksi pada para pemakainya. Keselamatan sang penyelamat dan yang diselamatkan sebagian bergantung pada alat-alat ini.

Tepuk tangan membahana tak kunjung henti ketika para personel Basarnas berhasil ‘mendarat’ dengan selamat.

Kumpulan para pejuang itu lalu membentuk barisan, berdiri tegap sempurna
“Avignam Jagat Samagram… Damailah bumiku dan seisinya” teriak para personel SAR secara bersama-sama

“Personel Basarnas Indonesia…,” ujar pemandu acara kembali diikuti dengan tepuk tangan yang makin meriah dari para penonton

Personel Basarnas lalu bergerak pindah ke arah kiri, mendekat ke pintu kuning

Pemandu acara kembali melanjutkan pengumumannya

“Detasemen Khusus 88 Anti Teror…,”

Beberapa puluh orang lalu bergerak memasuki lapangan dari arah pintu merah, mereka berpakaian hitam-hitam, memakai penutup wajah, memakai helm hitam, memakai pelindung tubuh dan terlihat bersenjata lengkap… khas densus 88

Riuh rendah suara masyarakat ketika ‘gerombolan hitam’ yang berbaris sempurna bergerak ke arah tali-tali yang masih terulur dari atas atap stadion gelora bung karno.

Masing-masing mereka lalu berpegangan pada satu tali

Salah seorang dari mereka memberikan komando, “Densus…,”
“Siaaapp…,” ujar yang lainnya serentak.

Tanpa komando, segera satu persatu anggota ‘gerombolan hitam’ itu bergerak naik, tanpa alat bantu sama sekali, hanya mengandalkan kekuatan tangan mereka semata.

Kamera-kamera televisi lalu menyorot tangan-tangan kekar yang berkejaran naik merambat tali, dan menampilkannya pada layar yang terbentang.

Para penonton menyadari usaha yang diperlihatkan personel densus ini. Unjuk kemampuan ini lagi-lagi mengundang decak kagum masyarakat. Bukti positif hasil latihan yang sempurna.

Tidak butuh waktu yang terlalu lama bagi para anggota densus 88 untuk mencapai puncak, sejurus kemudian anggota pasukan khusus kepolisian ini lalu bergerak turun, tetap pada kondisi semula, tanpa alat bantu sama sekali, tapi kali ini dengan cara yang berbeda dengan yang diperlihatkan personel SAR.

Jika para personel SAR menuruni tali dengan posisi kaki duluan dan dengan alat bantu ‘descender’ maka para personel densus 88 menuruni tali dengan posisi terbalik, kepala turun duluan, tanpa descender, murni mengandalkan belitan tali pada kaki kaki mereka.

Personel Detasemen Khusus 88 anti teror
Negeri Ganda Mayit (1) 11

“Pemirsa…, Densus 88…,” ujar pemandu acara ketika para anggota densus sudah dalam kondisi berkumpul dan membentuk barisan sempurna.

Masyarakat bersuara meriah memberikan support mereka…

Lalu… sebuah alunan nada monoton…., mencekam…, terdengar…, dibarengi komentar pemandu acara

“Pemirsa…
Beberapa waktu yang lalu…, di atas kita…, telah berlompatan keluar dari pesawat Hercules…, para personel dari Batalyon Infantri Lintas Udara 432 Waspada Setia Jaya Kostrad.
Tepatnya 69 dari personel yonif linud ini sedang mengemudikan parasut-parasut mereka dan akan mendarat di tengah-tengah lapangan Stadion Gelora Bung Karno”

Layar-layar lebar menampilkan rekaman saat para prajurit infantri lintas udara saat mereka berlatih di Malang, diperkaya dengan rekaman terbaru saat para prajurit itu masih berada di dalam perut Hercules, menjelang detik-detik keluar dari pesawat.

“Pemirsa…, demi keselamatan para penerjun, kami harap anda dapat mengosongkan bagian tengah lapangan…,” pinta pemandu acara

Di lapangan, tampak beberapa orang personel TNI berlarian ke tengah lapangan membawa segulungan kain berwarna orange.
Penonton yang menyemut di tengah lapangan dan di depan panggung lalu mulai bergeser, memberikan ruang.

Presiden sendiri rupanya sudah terlebih dahulu bergerak kembali ke tribune VIP, kemungkinan beliau menyelinap ke belakang saat atraksi personel SAR dan personel Densus 88.

Lapangan sudah dikosongkan, ‘drop zone’ berupa lingkaran besar berwarna orange dengan diameter 100 meter itu sudah dibentangkan, cukup luas memang, rata-rata diameter drop zone setidaknya maksimal 50 meter.

Tantangan dari penerjunan Batalyon Infantri Lintas udara ini sepertinya bukanlah pada drop zone area, karena jika dinilai secara ukuran, drop zone-nya kelewat besar, terlalu mudah untuk ukuran kompetisi presisi mendarat.

Tapi tantangan sesungguhnya dari penerjunan kali ini adalah kemampuan personel linud dalam mengemudikan parasut-parasut mereka agar tidak ‘nyangkut’ di atas atap gedung stadion itu sendiri. Selain bahwa kenyataanya mereka dituntut untuk mampu bermanuver di daerah perkotaan yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit berbeda dengan daerah latihan pendaratan mereka selama ini, yang melulu daerah hutan atau perkebunan.

Kondisi arah angin dan kecepatan angin juga berbeda, sedikit banyak terpengaruh oleh adanya gedung-gedung pencakar langit dan bentuk stadion itu sendiri

Berpuluh pasang mata mulai mencoba memandang langsung ke arah langit, mencari-cari bentuk parasut yang dijanjikan pemandu acara.
Sebagian penonton memutuskan untuk memantau lewat ke-4 layar lebar yang telah disediakan, karena tak kuasa menahan silau cahaya matahari.

Sudah masuk waktu Dzuhur…, sayup – sayup terdengar suara adzan berkumandang di langit Jakarta.

Pemandu acara kemudian memberikan pengumuman

“Waktu untuk sholat Dzuhur sudah masuk, bagi para penonton yang ingin menunaikan sholat dzuhur…, dapat menuju pintu merah, di luar stadion tidak jauh dari pintu merah, telah berdiri tenda-tenda yang difungsikan sebagai mushollah… panitia juga sudah mempersiapkan area berwudhu untuk anda semua.”

Sebagian masyarakat tampak bergerak menuju pintu merah, dari tribune VIP terlihat Presiden bergerak turun, dan bergerak ke arah pintu merah.

Sepuluh menit sudah berlalu semenjak pengumuman dari pemandu acara tentang waktu sholat, tapi para penerjun tak kunjung tampak.

Berusaha mengisi kekosongan, dan mencoba kembali menguasai keadaan, pemandu acara lalu berkata

“Para penerjun yang kita nanti berasal dari Batalyon Infantri Lintas Udara 432 Waspada Setia Jaya Kostrad. Batalyon infantri yang memiliki kemampuan untuk diterjunkan ke garis belakang musuh melalui udara.
Batalyon lintas udara ini berpangkalan di Kariango, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan dan memiliki jumlah total personel sebanyak kurang lebih 700 orang.
Pada penerjunan kali ini, jumlah personel yang dikirimkan kesatuannya berjumlah 69 orang penerjun…”

Pada kesempatan kali ini, para personel batalyon infantri lintas udara, telah melakukan penerjunan dari ketinggian 10.000 kaki atau setara dengan 3.000 meter di atas permukaan laut.
Penerjunan mereka dibantu oleh pesawat-pesawat angkut ringan, Hercules C 130 dari skuadron udara 32, yang bermarkas di Pangkalan Udara TNI AU Abdulrahman Saleh, Malang…”

Tak lama kemudian, perlahan-lahan, puluhan titik mulai menampakkan wujudnya di kaki langit.

Tangan-tangan lalu terangkat, menunjuk-nunjuk ke angkasa
Seru-seru kekaguman kembali mengemuka

Perlahan-lahan, titik-titik yang ditunggu mulai menampakkan bentuk aslinya.
Mereka sudah mulai bisa melihat warna seragam yang dipakai, walaupun belum terlalu jelas, warna biru parasut-pun sudah kelihatan.

Tampilan para penerjun di layar lebar, makin lama makin besar…, dan makin besar…, serta makin sempurna…
hingga tibalah saat penerjun pertama mulai mencoba mendarat di stadion.

Seorang penerjun…, berseragam hijau digital…, memakai helm dengan ransel di dada…, dengan sebuah senjata terikat di samping agak mendekati punggung…, tampak berusaha membelokkan parasutnya…, berusaha menghindari bibir atap stadion

Mata-mata terpana…,
Sebagian penonton menahan napas…,
Suasana mencekam terasa jelas mengisi udara…,
Bahkan para penonton di tribune VIP pun tampak jelas mendongakkan kepala, menanti dengan harap-harap cemas…

Ketika sang penerjun berhasil membelokkan parasutnya menghindari pinggiran atap…
seketika tepuk tangan membahana… memekakkan telinga

Senyum-senyum mengembang dari bibir para wanita yang tadinya tampak pucat pasi dihantui kekhawatiran.

“Personel Batalyon Infantri Lintas Udara 432 Kostrad…” ujar pemandu acara lagi
“Satuuu…,” pemandu acara memulai hitungan, berusaha mengajak keterlibatan para penonton
Para penonton bertepuk tangan ketika prajurit pertama berhasil menjejakkan kaki di ‘drop zone’.

“Duaaa…,” sambung pemandu acara ketika penerjun kedua berhasil mendarat, penonton kembali bertepuk tangan

“Tigaaa…,”
Kali ini, tanpa dipandu, penonton sudah mulai merasa terlibat dan ikut melakukan proses penghitungan

“Sebelas…,”

“Tiga enam…,”

Tanpa lelah…, makin antusias malah…, para penonton tak henti menghitung…, bertepuk tangan…, berusaha mengapresiasi jerih payah sang penerjun.
Kilatan kekaguman terpancar jelas di mata-mata mereka

Para penonton belia yang sejak tadi masih berada di tribune, sekarang sudah memenuhi lapangan, bergabung bersama lautan manusia yang masih dengan setia ‘ngedeprok’ di lapangan.
Sebagian penonton malah tampak berusaha menyalami tiap penerjun yang telah selesai menggulung parasut udara. Tampak betul senyum kebanggaan menghiasi wajah-wajah mereka ketika menyalami para ksatria itu.
Di momen-momen seperti inilah, jarak antara rakyat dan tentara tidak lagi terasa…, tni terasa betul manunggal dengan rakyat

Ketika penerjun ke 69 berhasil mendarat sempurna, dan selesai menggulung parasut, keseluruhan prajurit linud telah berdiri, berbaris rapi sempurna. Penerjun terakhir segera berbaris di bagian belakang.

Tak lama kemudian terdengar teriakan
“Linuuud…,”

Sebuah jawaban kompak dikumandangkan
“Siaaap…, Waspada… Setia… Jaya”

Tanpa diminta, tepuk tangan kekaguman kembali diberikan

Para prajurit lintas udara kemudian bergerak ke pinggir lapangan

“Pemirsa, telah kita saksikan bersama-sama, unjuk keahlian dari para personel infantri lintas udara…,” ujar pemandu acara

“Bisa anda saksikan sekarang di layar, tayangan kesiapan para penerjun dari detasemen 81 penanggulangan teror dari kopassus, tni ad dan dari detasemen jala mengkara dari kopaska, tni au…” sambung pemandu acara lagi

Di layar tayang lebar itu, tampil gambar para laki-laki dengan perlengkapan penerjunan lengkap. Jika dibandingkan dengan para penerjun linud, tampak jelas perbedaannya. Semua personel pasukan khusus itu memakai masker oksigen. Peralatan mereka jauh lebih besar dari peralatan penerjun linud, sosok besar peralatan itu turut menggambarkan beratnya beban yang harus dibawa.

Para penerjun semua juga sudah memakai kacamata terjunnya, berikut masker yang dengan penuh menutupi muka.

‘Para penerjun dari satuan-satuan pasukan khusus ini akan melakukan penerjunan dari ketinggian 20.000 kaki…jauh lebih tinggi dari ketinggian terjun pasukan infantri lintas udara…,” sambung pemandu acara

“Pada ketinggian ini, masker oksigen merupakan perlengkapan mutlak yang diperlukan untuk menjaga keselamatan para penerjun…, meloncat dari ketinggian 20 ribu kaki dan menuruni langit dengan cepat ke arah bumi, menyebabkan timbulnya hipoksia, yaitu terjadinya gejala kekurangan oksigen akibat perbedaan tekanan atmosfer yang disebabkan terjadinya perubahan ketinggian dalam waktu cepat…” jelas pemandu acara

“Pada penerjunan kali ini… untuk membuktikan kehandalan mereka kepada anda para pemirsa… dan membuktikan kepada negara hasil kerja keras latihan mereka… para anggota detasemen jala mengkara dan detasemen 81 gultor akan melakukan penerjunan HALO…

Penerjunan HALO, High Altitude Low Opening merupakan suatu metode penerjunan dari ketinggian antara 15 ribu hingga 35 ribu kaki… diikuti dengan fase ‘sky diving’, melayang turun terlebih dahulu… baru pada ketinggian rendah tertentu, anggota personel pasukan khusus dari kedua matra ini akan membuka parasut mereka..”

“Seperti yang sudah saya informasikan… para penerjun akan mulai meninggalkan pesawat Hercules C – 130 yang mengangkut mereka pada ketinggian 20 ribu kaki… setara dengan 60 ribu meter di atas permukaan laut… dan mulai membuka parasut pada ketinggian 1.000 kaki… setara dengan 300 meter dari atas tanah

“Inilah foto-foto para penerjun dari kedua satuan pasukan khusus itu…,” ujarnya ketika layar tayang menampilkan para penerjun

Pasukan khusus menuju pesawat pengangkut
Negeri Ganda Mayit (1) 12
Pasukan khusus dalam perlengkapan terjun HALO
Negeri Ganda Mayit (1) 13

“Ya’…,” seru pemandu acara senang
“Pemirsa di stadion olahraga gelora bung karno, maupun yang berada di rumah…,” ternyata para penerjun dari detasemen khusus 81 penanggulangan teror dan detasemen jala mengkara sudah meloncat keluar pesawat…, dan saat ini mereka sedang melayang, melakukan sky diving di udara…,”

Penerjun dari pasukan khusus dalam HALO jump
Negeri Ganda Mayit (1) 14

“Saudara-saudara, gambar-gambar yang baru saja anda saksikan tadi merupakan gambar yang berhasil di relay, yang diambil dari kamera yang melekat pada tubuh beberapa penerjun..,”

“Sepertinya tidak semua gambar berhasil kita tangkap dengan sempurna…, kecepatan gerak mereka di udara…, dan gangguan signal menghambat proses pengiriman dan penerimaan data…,” papar pemandu acara

“Mohon bersabar sebentar…., bagian teknik sedang berusaha menjalin kembali koneksi yang terputus…”

“Ya’…, akhirnya kita bisa tersambung kembali…, bisa anda saksikan sekarang melalui layar tayang…, beberapa gambar yang berhasil diterima melalui jaringan komunikasi kita…,”

Sesaat sebelum parasut terbuka dalam penerjunan HALO
Negeri Ganda Mayit (1) 15

“Saudara pemirsa…, bisa anda saksikan sekarang, menjelang pendaratan mereka di stadion gelora bung karno…, para penerjun menyuguhkan anda dengan formasi penerjunan…,”

“Formasi yang anda lihat sekarang dinamakan ‘stacking formation’ atau formasi bertumpuk…, jika anda perhatikan dengan seksama, terlihat penerjun yang berada di bawah memegang kedua kaki penerjun di atasnya… dan hal yang sama juga dilakukan oleh penerjun lainnya…,”

Tepuk tangan lalu kembali mengudara, mengisi stadion itu.

Lalu beberapa saat kemudian… pemandu acara berkata

“Pemirsa yang terhormat… baru saja saya mendapatkan informasi bahwa para penerjun dari pasukan khusus kita tidak akan mendarat di lapangan stadion…”

“Mereka akan mendarat di atas atap stadion kebanggaan kita ini, lalu mereka akan turun ke lapangan dengan tali yang tadi dipergunakan tim SAR dan tim Densus 88…,”

Riuh rendah suara komentar masyarakat kembali mengudara… mereka sama sekali tidak menyangka akan diberikan suguhan atraksi tambahan dari tim yang sama…

Beberapa buah kamera peliputan yang telah dipasangkan panitia di atap stadion mulai menayangkan gambar para parasut yang mulai mendekat menuju atap stadion.

Lalu 10 menit kemudian, penerjun pertama-pun berhasil mendarat dengan selamat.
Kejadian ini langsung ditayangkan, dan dapat dilihat para penonton di lapangan melalui layar tayang…
Mereka pun tanpa di perintah, mulai menghitung para ksatria yang berhasil mendarat

“Satuuu….
“Duaaa…
“Tigaaa…

“Tiga puluh tujuh…,”

Ketika hitungan mencapai 46, pemandu acara berteriak

“Sekali lagi pemirsa…, beri tepuk tangan yang meriah untuk para penerjun dari detasemen 81 penanggulangan teror, kopassus tni ad dan detasemen jala mengkara, dari kopaska tni al…,”

Tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi kembali membahana memenuhi segala penjuru stadion itu.

Dan tidak berhenti hingga di situ, ke 46 orang personel pasukan khusus tadi mulai melakukan ‘rappelling’ dari atas atap stadion gelora bung karno…,”

‘Gembolan’ besar tas parasut dan ransel tempur mereka terlihat menggantung di bawah kaki ketika mereka perlahan-lahan turun ke lapangan

Tak henti-henti tepuk tangan diberikan masyarakat kepada para prajurit tni itu…,
Tak surut-surut rasa bangga yang membuncah di dada mereka setelah menyaksikan unjuk kemampuan para ksatria tersebut…,

“Kopassus… Berani… Benar… Berhasil…,”
“Kopaska… Tak ada rintangan yang tak bisa dilewati…,”

Bergantian kedua regu pasukan khusus dari 2 matra yang berbeda itu meneriakkan motto mereka. Disambut dengan meriah oleh penonton dengan tepukan tangan kekaguman

Ketika tepuk tangan mereda… pemandu acara kembali berkata
“Pemirsa…, kita akan menyaksikan atrasi terjun payung terakhir yang akan diperagakan oleh detasemen bravo dari korp pasukan khas tni au…,”

Masyarakat yang menyangka bahwa pertunjukan sudah usai…, kembali antusias menanti rombongan terakhir ksatria mereka…

 

Lockheed Martin C – 130 Hercules, Seri H, Registrasi A – 1316
10.000 kaki di langit Jakarta, 14.00 WIB

Pilot : This is air force flight, Alpha One Three One Six to CGK Ground… over…
CGK Ground : This is CGK Ground Control… over…

Pilot : Ascending to 15.000 feet at 200 knots… over…
CGK Ground : The traffic is free… you may proceed… over…

Pilot : We request a free flight zone at 50 click radius from latitude – 6.2185,
longitude 106.8038… how do you copy over…
CGK Ground : Air force flight, Alpha One Three One Five had made the same request…
over.. the air is cleared… over

Pilot : Thank you ground… requesting wind vector… over
CGK Ground : The wind is heavy… heading 50 knots… from north to south vector

Pilot : We will fly past the coordinates and fly towards the wind… over…
our fliers will take off at the edge of the radius…
hoping to co – op with the wind
CGK Ground : Acknowledge… over

Pilot : Thank you ground control… have a good day…
CGK Ground : You welcome Alpha One Three One Six… have a good ride… Ground out…

Letnan Kolonel Penerbang M. Arifin baru saja mengadakan komunikasi dengan air traffic controller Cengkareng. Beliau meminta agar dalam radius 50 kilometer dari stadion gelora bung karno di kosongkan dari segala jenis penerbangan.

Informasi vektor cuaca yang diperolehnya dari menara kontrol, membuatnya memutuskan untuk terbang melawan angin. Ketika pesawat Herkules yang dikemudikannya berada pada titik terluar radius 50 kilometer tadi, maka para penerjun dari detasemen bravo korp pasukan khas tni au akan meloncat keluar dan dapat memanfaatkan arah gerak angin menuju stadion gelora bung karno.

Berbeda dengan penerjunan batalyon infantri lintas udara, atau penerjunan yang dilakoni personal detasemen jala mengkara dan detasemen 81 yang melakukan HALO jump, maka anak-anak denbravo akan mengenakan ‘wing suit’ dan melayang terbang dari titik terluar radius tadi dari ketinggian 15.000 kaki hingga berada tepat di atas stadion pada ketinggian 2.000 kaki, barulah mereka membuka parasut.

Kelebihan dalam mempergunakan ‘wing suit’ sebagai perlengkapan penerjunan, membuat personel pasukan khusus tidak harus diterjunkan tepat di atas drop zone. Alih-alih, mereka dapat diterjunkan dari daerah yang agak jauh dari drop zone, hingga peluang terdeteksi oleh musuh menjadi makin kecil. Dari titik penerjunan itulah, kemudian para komando udara itu ‘terbang’ turun hingga mendekati drop zone, dan pada ketinggian yang ditentukan menghentikan ‘terbang’ dan membuka parasut, kembali ke metode awal HALO.

Teknik ini merupakan teknik yang masih tergolong baru di lingkungan militer, dan korpaskhas secara intens mempelajari dan mengembangkan teknik penerjunan mempergunakan wing suit ini dan mengaplikasikannya ke dalam doktrin pertempuran modern tni au.

Satu-satunya kelemahan dalam teknik ini adalah keterbatasan beban yang dapat dibawa tiap personel. Makin banyak beban, makin tidak efektif ‘wing suit’ yang mereka pergunakan. TNI AU harus berupaya menciptakan alat yang dapat dipakai menggantikan tabung oksigen yang menjadi peralatan mutlak dalam metode penerjunan HALO.

“30 seconds to delta zulu…,” ujar pilot melalui pengeras suara

Kalimatnya tersebut kemudian diulangi oleh Jump Master, dan para personel denbravo pun bersiap untuk meloncat.

“10 seconds count…,” teriak Jump Master

Lima detik berlalu, kemudian dia memalingkan muka memandangi para personel denbravo dan kembali berteriak

“5…, 4…, 3…, 2…, Go…, go…, go…,”

Para ksatria terbaik jajaran pasukan khas tni au itu lalu satu demi satu berlari menuju ‘ramp door’ dan meloncat keluar.
Tak sedikitpun terlihat keraguan dalam gerakan mereka, latihan demi latihan telah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri mereka.

Begitu keluar dari ‘ramp door’, untuk sesaat tiap personel memiliki waktu sekitar 3 detik dalam kondisi bebas sebelum mereka mulai merentangkan tangan dan kaki mereka.

‘Wing suit’, atau baju terbang sebenarnya memberikan penambahan luas permukaan antara bagian bawah lengan dan bagian kaki, sama seperti selaput yang terdapat antara jari-jari pada katak, namun pada wing suit, selaput itu menghubungkan antara bagian bawah lengan, mulai dari bagian belakang pergelangan tangan hingga ke mata kaki. Kedua belah kaki juga diberikan ‘selaput’ guna menambah luas permukaan, membantu memberikan gaya angkat dalam ‘penerbangan’

Wing suit yang terinspirasi dari bentuk tubuh tupai terbang, ketika dalam posisi terentang, maka ‘terowongan-terowongan’ udara yang dirancang memanjang dari lengan hingga ke kaki itu akan diisi angin yang berhembus kencang. Kencangnya aliran angin pada ‘terowongan’ udara itu akan menciptakan sebentuk penampang, persis seperti sayap yang dapat membantu penggunanya ‘terbang’ ke arah tujuan yang dikehendaki.

Bagian kritikal sebenarnya terletak pada saat menghentikan penerbangan dan mengembangkan parasut. Penerjun harus membuka resleting yang terdapat pada ujung lengan mereka terlebih dahulu, ketika resleting pada kedua ujung lengan ini dibuka, maka fungsi wing suit pun menjadi hilang, penerjun kemudian dapat dengan segera menjangkau pin pembuka parasut udara orang yang mereka pergunakan. Ketika parasut sudah mengembang sempurna, mereka dapat segera membuka resleting di bagian kaki agar kaki dapat bergerak bebas, membantu kemudi arah gerak parasut

Kesukaran yang dihadapi para personel denbravo makin besar pada event kali ini, melayang turun mempergunakan ‘wing suit’ pada daerah pegunungan, hutan atau pedesaan jauh berbeda dibandingkan tingkat kesukaran mempergunakan wing suit di daerah urban, perkotaan.

Mereka harus waspada terhadap gedung – gedung pencakar langit, salah mengatur arah akan mengakibatkan para penerjun ‘nancep’ ke dinding luar gedung – gedung itu.

Arah aliran udara juga berbeda, udara mengalir tanpa hambatan pada daerah pegunungan maupun pedesaan. Di daerah urban, aliran udara bisa saja tiba-tiba berbelok ke atas ketika aliran udara itu membentur gedung – gedung pencakar langit.

Walaupun diistilahkan dengan ‘terbang’ tapi para pengguna wing suit tidak dapat serta merta menaikkan tinggi penerbangan mereka, kata yang paling tepat mungkin adalah melayang turun. Tapi setidaknya, walaupun tidak lama, dalam hitungan detik, mereka dapat untuk sementara waktu ‘hovering,’ mengambang di udara, berdiri seperti layaknya Gatot kaca memandang bumi.

Kemudian, karena penerbangan mereka memanfaatkan aliran angin, maka seorang pengguna wing suit tidak dapat serta merta berada tepat di belakang rekannya yang terbang di depan, karena aliran udara akan terbelah, menciptakan kekosongan aliran udara pada bagian belakang pengguna wing suit pertama.

Oleh karena itulah, dalam terbang formasi mempergunakan wing suit, para personel korpaskhas ‘ngikutin’ formasi terbang burung, menyebar seperti huruf V, dengan titik runcing diisi penerbang terdepan, sedangkan rekan-rekannya menyebar di belakang sebelah kiri dan kanannya.

Para personel terpilih dari pasukan khusus tni au sudah memiliki kemampuan yang mencukupi untuk mengaplikasikan teknologi ini ke dalam praktek penerjunan ke garis belakang musuh, selama daerah drop zone merupakan daerah yang relatif terbuka, seperti pedesaan, hutan atau pegunungan. Pekerjaan rumah terbesar mereka adalah familiarisasi penerjunan di daerah urban, perkotaan.

Latihan – latihan lanjutan dalam lingkungan yang lebih terkontrol, seperti di depan terowongan angin horizontal, ‘horizontal wind tunnel’ akan amat berguna dalam meningkatkan kemampuan oleh layang mempergunakan wing suit.

Terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara olah raga ekstrim ‘wing suit flying’ dengan aplikasi terbang wing suit demi kepentingan militer. Pada segmen olah raga, tujuan dipergunakannya wing suit adalah melayang serendah mungkin dan selama mungkin, bahkan terkadang para atlet olahraga ekstrim ini, memanfaatkan celah antara dua tebing atau gua terbuka sebagai tantangan yang harus mereka lalui, adrenalin adalah pemicu dan ekstasi dalam olah raga ini.

Sementara di segmen militer, target yang ingin dicapai adalah kesenyapan dan unsur dadakan. Proses infiltrasi pasukan khusus sebagian besar mempergunakan pesawat angkut, ketika pesawat angkut terbang melintas di atas daerah cakupan radar musuh, maka pesawat angkut itu berpeluang terdeteksi radar.

Deteksi radar dapat dihindari jika mempergunakan wing suit, pesawat angkut tidak harus terbang hingga ke dalam daerah cakupan radar musuh, cukup mendekat lalu memutar sembari melepaskan para penerjun. Desain wing suit memungkinkan penggunanya untuk ‘terbang’ melayang turun jauh ke dalam daerah musuh, tanpa ada resiko terdeteksi radar. Unsur kesenyapan dan dadakan yang menjadi faktor penting dalam penyerangan tidak akan terganggu.

Terbang formasi dalam wing suit
Negeri Ganda Mayit (1) 16
‘Terowongan’ udara guna memberikan tekanan aliran angin pada desain wing suit, memberikan penambahan luas penampang pada tubuh
Negeri Ganda Mayit (1) 17
‘Mengapung’ di udara
Negeri Ganda Mayit (1) 18
Para penerjun paskhas dalam penerjunan HALO
Negeri Ganda Mayit (1) 19
Para penerjun paskhas dalam penerjunan HALO
Negeri Ganda Mayit (1) 20

10 menit kemudian, para personel korpaskhas tampak sudah mulai membuka parasut udara orang Mach III Alpha mereka.

 

Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta,
Senin, 10 November 2014, 15.30 WIB

Para penonton yang sedari tadi memperhatikan manuver para penerjun melalui layar tayang…, tak henti-hentinya terkagum-kagum atas aksi ‘terbang’ anggota pasukan khusus mereka dengan mempergunakan wing suit…, tak henti-hentinya mereka bertepuk tangan dan bersuit-suit.

Mereka makin gembira ketika para anggota korpaskhas itu mendarat di atap dan kemudian melakukan atraksi ‘rappelling’ dengan posisi kepala turun duluan.

Membuncah rasa bangga mereka terhadap personel-personel detasemen bravo dari korp pasukan khas tni au

“Paskhas… Setia… Terampil… Berhasil…” begitulah bunyi teriakan para komando setelah membentuk barisan sempurna

“Pemirsa… telah bersama-sama kita saksikan secara bergantian aksi dari personel Basarnas, aksi dari personel densus 88, aksi dari personel denjaka, aksi dari personel kopassus dan yang terakhir dari personel denbravo… mereka semua adalah para pejuang yang selalu menjaga kehormatan ibu pertiwi… mari kita beri applause yang meriah…,” ajak pemandu acara

Gemuruh tepuk tangan pun memenuhi stadion itu.

Pemandu acara kembali berusaha menjalankan susunan agenda acara

“Pemirsa di stadion gelora bung karno… mari kita sambut penampilan Cokelat…,” ujarnya

Jackline, vokalis Cokelat ternyata sudah siap di atas podiumnya

“Indonesiaaa…, mari bersama – sama kita nyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa…,” ajak Jackline kepada para penonton

Band itu kemudian memainkan salah satu lagu nasional tersebut

Satu nusa… satu bangsa… satu bahasa kita
Tanah air pasti jaya, untuk slama lamanya

Nusa bangsa… dan bahasa…
Kita bela bersama…

Indonesia pusaka… Indonesia tercinta…
Nusa bangsa… Dan bahasa…
Kita bela bersama…

Petikan perlahan gitar pada intro lagu ini berhasil memikat perhatian para penonton…,
lembut suara Jackline berhasil mengajak massa untuk cooling down…, meresapi khidmat lagu nasional ciptaan Bapak Liberty Manik…

Serentak, hampir seluruh penonton ikut menyanyikan lagu nasional itu bersama-sama

Setelah band dengan baju putih – putih Paskibraka itu turun dari panggung, naiklah tiga orang laki laki dengan baju kaus olahraga warna merah, seorang dari mereka berkepala plontos, berkumis tebal, berjanggut lebat dan berkacamata hitam. Seorang dari mereka tampak membawa stik, drummer sepertinya dengan potongan rambut ‘mohawk’, sedangkan yang seorang lagi menenteng sebuah gitar…

Pemandu acara memberikan pengantar atas naiknya ketiga orang berbaju merah itu
“Netraaall….,”

Ternyata Netral merupakan grup band kedua, si plontos Bagus, si mohawk Eno dan gitaris Coki. Setelah menyesuaikan tune alat musik mereka, Bagus pun berkata
“Teman – teman… inilah persembahan pertama…,”

Mereka mulai meningkatkan kembali gairah penonton dengan lagu hits mereka… Garuda di Dadaku

Ayo putra bangsa…
Harumkan negeri ini…
Jadikan kita bangga…
Indonesiaaa…

Dengan bersemangat Bagus dan Coki memainkan gitar sembari menyanyi… meloncat loncat ke kanan dan ke kiri… sementara si drummer, terlihat makin asyik mengayun – ayunkan kepalanya ke depan dan ke belakang sesuai beat musik mereka

Lintang merupakan persembahan mereka yang kedua… lagu mengenai perjuangan tak kenal lelah seorang anak untuk tetap sekolah… dalam beat yang cepat… makin memantapkan pengaruh Netral pada para pendengarnya…

Lintang… bocah kecil berkulit hitam…
mengayuh kebut sepedanya…
lompat… sepuluh kilo setiap hari…
demi sekolah yang tercinta…

Diawali dengan alunan gitar perlahan dan disusul dengan tabuhan cepat atas drum merupakan ciri khas lagu ini… meloncat… meloncat… sebagian besar penonton ikut meloncat… mencontoh kelakuan musisi di atas panggung

Pukulan drum bertalu – talu diiringi dengan petikan cepat dua gitar itu berpadu sempurna…
Melompat… melompat… mengangguk anggukkan kepala dengan cepat…
Netral betul – betul menggila… dan membius penontonnya.

Mereka yang hapal lirik lagu dengan beat cepat ini tak mau ketinggalan untuk ikut bernyanyi

Netral pun berlalu… hanya dua lagu yang mereka bawakan di siang ini…, tapi mereka telah berhasil membuat semua penonton berpeluh…, baju – baju para penonton terlihat mulai basah oleh keringat akibat ikutan melompat – lompat

“Superman Is Dead…,” ujar pemandu acara mengantar naiknya grup musik asal Bali itu naik ke panggung.

Grup musik beranggotakan tiga pemuda asal Bali, yaitu Bobby Kool sebagai gitaris dan vokalis, Eka Rock sebagai bassis, dan Jerinx sebagai drummer. Band lokal ini ternyata cukup diakui dunia kiprahnya, terbukti dengan diundangnya mereka pada Warped Tour Festival di Amerika Serikat dan melaksanakan tour di beberapa kota di Amerika.

Ini merupakan keberhasilan SID karena merupakan satu-satunya band Indonesia dan band kedua di Asia yang dipanggil ke Warped Tour walaupun album mereka tidak dirilis di Amerika. Superman Is Dead / SID mempunyai arti yaitu bahwa manusia yang sempurna hanyalah ilusi belaka dan imajinasi manusia yang tidak akan pernah ada

Seiring dengan naiknya SID ke panggung, naik pula sekitar 20 orang anak – anak berumur 8 hingga 10 tahun.

Sang vokalis, Bobby Kool berkata…
“Pada siang hari ini, kami akan membawakan lagu pertama berjudul Kuat Kita Bersinar…,”
“Adik – adik ini… juga akan membantu kami bernyanyi…,” ujar Bobby yang berdiri di belakang anak – anak itu, sembari melebarkan lengan

Ku tatap dunia…
Terasa perih luka di dada…
Pertempuran manusia…
Yang buta indahnya perbedaan…
Oh indahnya…

SID dengan aliran punk rock nya memiliki beat yang berbeda dengan beat Netral…

Ku bisa engkaupun bisa…
Melupakan kebencian yang ada…
Bersama kita terluka…
Bersama kita bisa tertawa…
Dan tertawa..

Dan ketika tiba saatnya untuk melakukan pengulangan, ‘reffrain’ dari chorus lagu itu… anak – anak lucu tadi serentak ikut bernyanyi…

Ayo bangun dunia di dalam perbedaan…
Jika satu tetap kuat kita bersinar…
Harus percaya tak ada yang sempurna…
Dan dunia kembali tertawa…

Terlihat betul antusiasme para bocah itu untuk ikutan berpartisipasi dalam acara ini… tak tampak keraguan di wajah-wajah mereka… sembari tersenyum… dalam semangat… sambil menggoyangkan badan dan kepala ke kanan dan ke kiri… mereka berulangkali mengulangi chorus lagu itu

Setelah selesai menampilkan lagu pertama, rombongan anak-anak itu turun dari panggung, bergantian ternyata kemudian naik serombongan ibu-ibu muda dan remaja putri, masing masing dengan bendera di kedua tangan mereka.

Setelah itu naik pula serombongan anak-anak lagi, tapi umur mereka sepertinya lebih dewasa dari anak-anak yang tampil pada lagu pertama yang dibawakan SID, Superman Is Dead

“Lagu kedua kami untuk anda adalah Jadilah Legenda…,” ujar Bobby

Hembus angin yang terasa panas keringat menetes di dada
Tiada henti kau bekerja keras berjuang demi cinta

Untuk Indonesia teruslah bertahan
Walau dihancurkan disakiti kau tetap berdiri, disini
Untuk Indonesia jadilah legenda, kita bisa dan percaya

Lihat laut dan indahnya ombak gemulainya pohon kelapa
para gadis yang mulai menari kibarkan merah putih

Lalu secara bersama – sama sembari mengibarkan bendera, para ibu-ibu dan remaja-remaja putri itu mulai bernyanyi

Untuk Indonesia kita punya semua
Sribu budaya dan kekayaan alam yang tak kan terkalahkan
Untuk Indonesia jadilah legenda, kita bisa dan percaya

Darah Indonesia, aku lah halilintarmu
Darah Indonesia, merdeka tuk selamanya
Darah Indonesia, walau badai menghadang kau takkan pernah hilang
Walau badai menghadang

Antusias betul mereka berdiri di panggung dan menjadi backing vokal grup Superman Is Dead dalam penampilan kali ini

Selesai menyanyikan lagu kedua, vokalis grup band ini berkata

“Di samping saya, telah hadir adik-adik kami dengan keterbatasan mereka…, pada hari yang indah ini…, dihadapan anda semua…, rakyat Indonesia…, mereka ingin mengutarakan isi hatinya…,”

“Keterbatasan nya membuat mereka tidak bisa berkomunikasi dengan cara yang lazim pada anda…, mereka hanya bisa berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa isyarat…, dengan metode komunikasi inilah mereka akan mengekspresikan diri mereka…, arti dari bahasa isyarat mereka akan ditampilkan lewat ‘running teks’ melalui layar tayang di hadapan anda…,”

Kamera-kamera dengan cepat bersiap melakukan zoom pada anak-anak itu

Lalu, secara bergiliran, berdua-berdua, anak – anak itu mulai mengutarakan isi hati mereka.
Tangan mereka bergerak – gerak tak henti…, jari – jari mungil mereka dengan cepat membentuk simbol-simbol kata hingga akhirnya terangkai menjadi sebuah kalimat sempurna…, jempol, telunjuk, jari tengah, jari manis bahkan kelingking ikut memiliki peranan penting dalam simbol-simbol itu

Terkadang mereka mempergunakan kedua tangan mereka untuk mengekspresikan dirinya… dan yang lebih mengagumkan lagi… dalam kesamaan gerak… mulut mereka tetap berusaha menyuarakan fungsi pengucapan kata itu, walaupun dengan keterbatasan mereka… sebuah semangat yang luar biasa…

Melaui layar – layar tayang satu demi satu kalimat – kalimat dari individu – individu luar biasa itu ditayangkan…

Meski saya tak terlahir sempurna
Tapi saya dengan bangga lahir di negara
Yang sangat kaya dan penuh warna ini

Banyak cinta dan rasa hormat
Tumbuh di bawah pelangi bhinneka
Yang melintasi Sabang hingga Merauke

Saya berharap agar bangsa ini
Tetap puspa warna selamanya
Dan keadilan serta potensi alam bangsa ini
Bisa dinikmati oleh semua warga Indonesia
Tak peduli apapun suku, agama, ras dan status sosialnya

Sebagian penonton tampak tak kuasa menahan rasa haru mereka…, kebanyakan ibu – ibu… mulai terlihat menyeka sudut mata mereka…

Allah memang punya rencana tersendiri dari tiap skenario yang dibuatnya…
Individu – individu belia ini…
memiliki kejernihan hati yang mampu menjangkau dan menyentuh hati – hati lainnya…
Sebentuk pengaruh yang luar biasa…
Mereka yang dibatasi Allah dengan kekurangan fisiknya…
Terlihat memiliki kebijaksanaan yang jarang ditemukan pada mereka yang sempurna

Tak terasa, sampailah mereka pada akhir pertemuan pada hari ini

“Hadirin sekalian, sampailah kita ke penghujung acara…,” ujar pemandu acara
“Doa penutup yang akan dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia…,”

Lalu… di atas podium utama… laki-laki itu kembali berdiri… sembari mengangkat tangan dia mulai memanjatkan do’a

Bismillah hirrohmaan nirrohiim

Ya Allah…, Ya Rabb…, Zat yang membolak balikkan hati…
Tetapkanlah hati kami di atas agama Mu

Ya Allah…, Ya Rabb…, Zat yang mempalingkan hati…
Palingkanlah hati kami ke arah taat kepada Mu

Ya Allah…, bantulah kami…, menjadi manusia-manusia yang bisa menjaga lisannya
Bantulah kami…, menjadi manusia – manusia yang selalu berusaha menepati janjinya
Bantulah kami…, menjadi manusia – manusia yang memegang amanah

Bantulah kami…, menjauh dari sifat orang – orang munafik…
Kemunafikan telah merongrong bangsa ini…., Ya Allah…, bantulah kami menjauhinya…,
Ya Allah…, bantulah kami…, agar dapat berlaku adil terhadap saudara-saudara kami

Ya Allah…, jauhkanlah kami dari rasa gelisah dan sedih…,
Jauhkanlah kami dari kelemahan dan kemalasan…,
Jauhkanlah kami dari sifat pengecut dan bakhil…,
Jauhkanlah kami dari tekanan hutang dan dari kesewenang wenangan manusia…,

Ya Allah…, jadikanlah kami…, ke dalam golongan generasi Rabbani…,
Menjadi golongan yang mencintai akhirat…
Menjadi golongan yang mencintai kematian sebesar kami mencintai kehidupan…,

Ya Allah…, anugerahkanlah kepada kami…, keteguhan hati dalam membela negeri ini
Ya Allah…, anugerahkanlah kepada kami…, keberanian untuk berpulang berkalang tanah dalam mempertahankan negeri ini…
Ya Allah…, bantulah kami dalam mempertahankan izzah negara kami… tanah air kami…,

Ya Allah…, jagalah keikhlasan hati-hati kami…,
Hanya kepada Mu lah kami memohon…,
Dan hanya kepada Mu lah kami meminta pertolongan…,

Amiin… Ya Robbal ‘alamin…

Laki – laki itu lalu berlalu, membalikkan badan kembali ke tribune tempat duduknya.

Setelah Sang Presiden selesai membacakan do’a, semua personel band yang sejak awal mengisi acara satu persatu naik ke atas pentas… acara kolosal hari ini akan segera berakhir…

Personel grup Cokelat, personel grup Netral, personel Superman Is Dead, para backing vokal, anak-anak belia, ibu-ibu dan remaja putri yang tadi ikut bernyanyi, semua naik ke atas pentas

Lalu salah seorang dari mereka berkata
“Mari… sambil bergandengan tangan bersama… kita nyanyikan tembang pamungkas kita untuk hari ini… Indonesia Pusaka…

Satu demi satu para musisi itu saling berpegangan tangan
Para penonton di hadapan mereka-pun terlihat dengan cepat meniru… dalam waktu singkat jalinan rantai manusia pun terbentuk

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya

Merinding bulu kuduk ketika lagu ini dinyanyikan dengan penghayatan sempurna

Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata

Dalam sebuah keterpaduan yang sempurna, semua peserta secara khidmat dan penuh penghayatan menyanyikan lagu karya Bapak Ismail Marzuki ini.

Bersambung ke bagian 2

Karya: Karya : Muhammad Iqbal (Afiq0110)).

 

Keterangan :

Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’

Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”

Tautan youtube
1. Lagu Kebangsaan – Indonesia Raya
• Original – http://www.youtube.com/watch?v=dJ6mS5oobBc
• Formal – http://www.youtube.com/watch?v=d03JkQ9Jx8I
• Gelora bung karno – http://www.youtube.com/watch?v=auzWGS4X030
• Korean – http://www.youtube.com/watch?v=4rybFD5t9XQ
• Australian – http://www.youtube.com/watch?v=vxd6-yKjByo
2. Lagu Nasional – Tanah Pusaka –
• Indonesian – http://www.youtube.com/watch?v=vT_A26cPN_4
• Foreigner – http://www.youtube.com/watch?v=Fvjioywayr0
3. Wing suit
a. Real life
i. Military
http://www.youtube.com/watch?v=DDyKZp_5opc
ii. Civilian
• In the Mountain
a. http://www.youtube.com/watch?v=rnvvsjstveM
b. http://www.youtube.com/watch?v=0nx37ccqHMk
c. http://www.youtube.com/watch?v=f56QRCwpBYI
• in the city
a. http://www.youtube.com/watch?v=6ABrd58Jb-o
b. http://www.youtube.com/watch?v=Ytb88ZsDmF4
b. Hollywood version
i. Tomb raider
• Movie – http://www.youtube.com/watch?v=MVSH6eiGvSM
• Stunt – http://www.youtube.com/watch?v=dkecFjgIgqQ
ii. Transformer 3
• Movie – http://www.youtube.com/watch?v=8PR3UW-SMxs
• Stunt – http://www.youtube.com/watch?v=1pmeZOJ3y44
4. Cokelat
a. Bendera – http://www.youtube.com/watch?v=w915EazVsT4
b. Satu nusa satu bangsa
http://www.youtube.com/ watch?v=6ycAWN_bRyI&index=2&list=RDw915EazVsT4
5. Netral
a. Garuda di dadaku – http://www.youtube.com/watch?v=z9oMilUK13I
b. Lintang – http://www.youtube.com/watch?v=QU2ZjtZyigc
6. Superman Is Dead
a. Kuat kita bersinar – http://www.youtube.com/watch?v=KtRADHkWI_U
b. Jadilah legenda – http://www.youtube.com/watch?v=lrSZH8L-0gI

Tautan pustaka
1. Al Qur’an, surat Thaha, ayat 25 hingga 28
2. http://menurut-islam.blogspot.com/2013/03/doa-pembuka-dan-penutup-majelis.html
3. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/733
4. http://30dinamisator.blogspot.com/2013/12/manajemen-penyiaran-tv.html
5. http://www.tribunnews.com/nasional/2012/06/02/mengintip-markas-tni-au-di-lanud-abdulrahman-saleh
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Komando_Operasi_Angkatan_Udara_II
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Batalyon_Infanteri_Lintas_Udara_432
8. http://www.fxcguardian.com/products/personnel-parachute-systems/mach-iii-high-glide-parachute-models
9. http://blog.umy.ac.id/hanwongndeso/2012/08/03/oleh-raga-menegangkan-yang-menggunakan-parasut/
10. http://defense-studies.blogspot.com/2009/05/linud-kostrad-pemukul-tercepat-tni.html
11. http://www.cvmajumapan.com/
12. http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/01/16/parasut-militer-malaysia-made-in-ngunut-427765.html
13. http://urtumatra2.wordpress.com/author/denmatra2/
14. http://www.gelorabungkarno.co.id/
15. http://www.dropzone.com/safety/Canopy_Control/Canopy_Formation_Parachuting_702.html
16. http://en.wikipedia.org/wiki/Wingsuit_flying
17. http://id.wikipedia.org/wiki/Cokelat_(grup_musik)
18. http://id.wikipedia.org/wiki/Netral_(grup_musik)
19. http://id.wikipedia.org/wiki/Superman_Is_Dead

Tautan gambar
1. https://nbasis.wordpress.com/2011/06/08/menjadi-warga-dunia-kenali-dulu-indonesiamu/peta-indonesia/
2. http://detiktrans.blogspot.com/2012/04/gedung-baru-trans7.html
3. http://www.jasamarga.com/id_/layanan-jalan-tol/jakarta-tangerang.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lambang_Skuadron32.png
5. http://yenitasandra.wordpress.com/category/batalyon-infanteri-lintas-udara-328dirgahayu/
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Korps_Pasukan_Khas
7. https://id-id.facebook.com/pages/ITI-Institut-Teknologi-Indonesia/61217551925
8. http://www.kemlu.go.id/berlin/Pages/default.aspx?l=en
9. http://id-beritabaru.blogspot.com/2012/10/galeri-foto-stadion-gelora-bung-karno.html
10. http://military18.blogspot.com/2012/02/profil-densus-88-special-detachment-88.html
11. http://urtumatra2.wordpress.com/2014/03/30/tim-pengendali-tempur-dalpur-paskhas-au/
12. http://www.momosergeidragunov.com/2013/04/teknik-terjun-payung-militer-haho-dan.html
13. http://beritamil.blogspot.com/2011/03/yontaifib-latihan-terjun-free-fall.html
14. http://coolbyintent.com/wingsuit
15. http://i1.ytimg.com/vi/wCPEfZr7-24/maxresdefault.jpg
16. http://en.wikipedia.org/wiki/Wingsuit_flying
17. http://www.merdeka.com/peristiwa/salah-satu-penerjun-yang-jatuh-dari-gultor-kopassus.html
18. http://www.merdeka.com/peristiwa/penerjun-tni-jatuh-di-halim-selamat-berkat-parasut-cadangan.html

Share:

Penulis: