JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyatakan kegeramannya lantaran sudah berkali-kali perintah untuk menenggelamkan kapal dikeluarkan, tetapi instruksi itu baru dilaksanakan. Panglima Armada Barat Mayor Jenderal TNI Widodo yang menjadi eksekutor dalam proses penenggelaman kapal itu berdalih bahwa TNI AL masih menunggu proses hukum terhadap kapal-kapal yang disita itu berkekuatan hukum tetap.
“Kami loyal kepada Presiden untuk melakukan apa pun harus kita kerjakan, hanya memang pelaksanaannya kita back up dengan hukum yang benar. Jadi betul-betul sudah inkracht sudah dirampas oleh negara, kemudian setelah dirampas kan terserah negara. Perintah Pak Presiden tenggelamkan, ya kita tenggelamkan,” ujar Widodo di Istana Negara, Kamis (18/12/2014).
Widodo mengakui saat ini memang baru ada tiga kapal yang sudah berkekuatan hukum tetap. Namun, dia memastikan bahwa pekan depan kapal-kapal yang akan ditenggelamkan lebih banyak lagi.
“Nanti minggu depan ada lagi, minggu depannya ada lagi, dan terus selalu ada. Kita tunggu saja,” ungkap Widodo.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti kesiapan jajaran pemerintah dalam melakukan penegakan hukum terhadap mereka yang mencuri kekayaan di perairan Indonesia. Jokowi menyindir instruksinya untuk menenggelamkan kapal-kapal ilegal baru dilaksanakan setelah tiga kali diingatkan.
“Dua bulan lalu, saya perintahkan langsung, kapal-kapal yang masih berani masuk perairan kita dan melanggar, saya perintahkan saat itu langsung tenggelamkan! Tetapi, perintah itu sampai tiga kali, baru ada yang tenggelam,” sindir Jokowi di hadapan para gubernur dan bupati serta wali kota yang hadir di acara Musrenbangnas 2014 di Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Jokowi mengaku heran kenapa perintahnya itu baru dituruti setelah tiga kali dia ingatkan. Padahal, lanjut Jokowi, perintah penenggelaman kapal itu seharusnya dilakukan secepat mungkin. “Harusnya satu kali sudah cukup, ya,” kata dia.
Jokowi kembali menyinggung soal kerugian Indonesia yang disebabkan dari praktik illegal fishing. Dia menyebutkan, setiap tahunnya, ada 5.000-6.000 kapal di perairan Indonesia. Sebanyak 90 persen di antaranya adalah kapal ilegal.
“Dalam satu tahun, kita rugi Rp 300 triliun. Ini bukan jumlah yang kecil!” kata Jokowi. (KOMPAS.com)
————————————————————————————–
7 Kapal Asing Pencuri Ikan Siap Ditenggelamkan
Jakarta -Setelah berhasil menenggelamkan 3 kapal asing asal Vietnam di Laut Natuna, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI Angkatan Laut (AL) siap kembali menenggelamkan 7 kapal asing lain.
Ketujuh kapal asing tersebut telah melalui proses peradilan, dan terbukti mencuri ikan di laut Indonesia.
“Di Pontianak ada 6 kapal (5 kapal Thailand dan 1 kapal Vietnam) plus di Batam 1. Sudah inkrah, dan P21 (siap eksekusi),” kata Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP Asep Burhanudin, saat berdiskusi dengan media di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Sementara itu, khusus untuk 8 kapal Tiongkok yang terbukti mencuri ikan di Laut Arafura, masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Proses hukum bagi 8 kapal masih dalam tahap pemberkasan.
“Yang di Ambon sedang pemberkasan. Pasal 69 berbunyi, kalau sudah jelas dengan bukti yang cukup bisa tenggelamkan,” katanya.
Menurut data KKP, Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan 001, menangkap 5 kapal perikanan Indonesia (KII) eks Thailand yang diawaki oleh 61 orang awak kapal berkewarganegaraan Thailand, di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau, pada 19 November 2014.
Kelima kapal tersebut diduga melanggar daerah penangkapan ikan (fishing ground), sebagaimana ditentukan dalam Surat Izin Penangkapan Ikan (SIKPI) dari KKP, dan penggunaan awak kapal berkewarganegaraan asing.
Adapun 5 kapal yang ditangkap yaitu KM. Laut Natuna 99/GT 101 (16 awak kapal), KM. Laut Natuna 30/GT 102 (11 awak kapal), KM. Laut Natuna 25/GT 103 (17 awak kapal), KM. Laut Natuna 24/GT 103 (8 awak kapal), dan KM. Laut Natuna 23/GT 101 (9 awak kapal).
Penangkapan 5 kapal tersebut dilakukan KP. Hiu Macan 001 saat melaksanakan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan Natuna dan sekitarnya, yang mendapati beberapa kapal perikanan sedang melakukan penangkapan ikan.
Setelah dilakukan pemeriksaan, diperoleh dugaan awal bahwa kelima kapal tersebut melaksanakan kegiatan penangkapan ikan di luar daerah penangkapan (fishing ground) yang diizinkan, serta diawaki oleh warga negara asing. (detikFinance)
Ini Penjelasan TNI AL Soal Penyerangan Nelayan Asing di Anambas
Jakarta -Nelayan Anambas, Kepulauan Riau, mengaku dikejar oleh kapal nelayan asing asal Thailand. TNI AL memastikan kejadian tidak ada kaitannya dengan eksekusi penenggelaman 3 kapal asing beberapa pekan lalu.
“Itu hanya miss komunikasi, bukan akibat penenggalaman,” ujar Panglima Komando Armada Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda (Laksda) TNI Widodo di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Menurut Widodo, peristiwa di Anambas merupakan konflik biasa antara sesama nelayan di laut. Widodo mengatakan, konflik antar nelayan tidak hanya terjadi antara nelayan asing dengan nelayan lokal.
“Termasuk di kita, misalnya nelayan Tuban dengan nelayan Madura ada konflik. Tapi kita akan kelola dengan baik supaya konflik tidak terjadi,” ucapnya.
Untuk mencegah kejadian serupa di Anambas, pihaknya berjanji akan memaksimalkan patroli. Selain itu, pihak TNI AL akan menambah armada untuk patroli di laut.
“Kita butuh 240 kapal untuk memagari laut Indonesia, tapi sekarang baru 140 (kapal). Tapi pak presiden sudah berkomitmen untuk tambah kapal-kapal patroli baru,” ujarnya. (detikNews)
Selain di Anambas, Nelayan Sumatera Utara Juga Diserang Nelayan Asing
Jakarta -Selain nelayan di Perairan Anambas Kepulauan Riau, nelayan lokal yang berada di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara juga kena serangan nelayan asing.
Menurut laporan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), nelayan yang diduga dari Malaysia menyerang 4 kapal nelayan Indonesia di Tanjung Balai Asahan, kemarin (17/12/2014) pukul 15.00 WIB.
“Kemarin 12 hingga 13 kapal nelayan berbendera Malaysia berukuran lebih dari 30 Gross Ton (GT) menyerang 4 kapal nelayan Tanjung Balai Asahan berbobot 6-8 GT,” ungkap Sekretaris Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tanjung Balai Asahan Dahli Sirait kepada detikFinance, Kamis (18/12/2014).
Penyerangan terjadi karena 13 kapal berbendera Malaysia sedang mencuri ikan, namun diketahui oleh nelayan lokal di Tanjung Balai Asahan. Nelayan asing tersebut mencuri ikan di zona laut N, 03,01,173 dan E, 099,00,044 atau tepatnya di Perairan Selat Malaka, WPP (Wilayah Pengelolan Perikanan) 571.
“Mereka beringas, melawan nelayan lokal dan ingin menabrak kapal kita,” katanya.
Dahli menceritakan penyerangan itu juga berlanjut pada aksi kejar-kejaran. Menurut laporan nelayan Malaysia melempari senjata parang ke 4 kapal nelayan lokal yang ukurannya lebih kecil. Untungnya tidak ada korban jiwa atas kejadian ini, hanya nelayan lokal kehilangan jaring penangkap ikan yang hilang di Perairan Selat Malaka.
“Mereka jelas Malaysia karena ada bendera Malaysia di atas kapal tetapi mereka sengaja menutup nomor lambung kapal pakai goni karena mereka berencana mau nabrak nelayan kita,” jelasnya.
Dahli memperkirakan mulai kejamnya perlakuan nelayan asing disebabkan aturan yang cukup tegas soal pelarangan illegal fishing oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. “Mereka tadinya nyaman nangkap ikan di laut kita dengan aturan Bu Menteri jadi terusik,” katanya. ( detikFinance)
Kapal Thailand yang Kejar Nelayan Anambas Jauh Lebih Modern
Jakarta -Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anambas, Tarmizi menceritakan detil soal dikejarnya kapal nelayan lokal Anambas oleh kapal nelayan asal Thailand di Perairan Belidah, Kabupaten Kepulauan Anambas 8 Desember 2014 lalu. Menurut informasi yang dihimpun Tarmizi, kapal nelayan Thailand itu berbobot besar dengan mesin kapal yang jauh lebih modern dibandingkan kapal nelayan lokal.
“Kapal mereka lebih bagus dari kita. Kita yang punya laut, tetapi justru mereka bisa masuk ke laut kita lebih dalam,” ungkap Tarmizi kepada detikFinance, Kamis (18/12/2014).
Dilihat dari kapasitas angkut ikan, menurut Tarmizi, kapal nelayan Thailand cukup besar, kira-kira 60 gross ton (GT). Sedangkan kapal nelayan Anambas berukuran kecil hanya 5 GT.
Tidak hanya itu, dengan daya mesin yang jauh lebih besar kapal nelayan Thailand kerap menunjukan manuver. Secara total, jumlah kapal nelayan Thailand yang berhasil dideteksi oleh nelayan Anambas saat itu sebanyak 6 kapal.
“Kita turunkan jangkar pada pukul 16.00 WIB, terlihat kapal Thailand berbondong-bondong datang ada 6 kapal yang datang saat itu. Lima kapal itu terus sedangkan 1 kapal berbelok ke kita dengan kecepatan tinggi, lalu kita kejar-kejaran hingga jam 22.00 malam. Sempat kita dibuat was-was,” paparnya.
Namun akhirnya nelayan lokal Anambas berhasil meloloskan diri dengan mematikan lampu kapal dan bersembunyi di tempat pengeboran minyak di perairan Belidah, Anambas. Kejadian itu menimbulkan rasa panik yang luar biasa bagi nelayan Anambas.
Sejak kejadian itu, hingga sekarang nelayan Anambas belum berani menangkap ikan di atas zona laut 12 mil. Mereka menunggu kepastian keamanan dari TNI AL dan Dinas Perikanan dan Kelautan Anambas.
“Saya sebagai ketua sudah melaporkan ini ke Dinas Kelautan dan Perikanan Pusat dan TNI AL. Kita meminta perlindungan,” katanya. ( detikFinance)