Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Baja Temuan LIPI Bisa Dukung Sektor Kemaritiman

Maaf ini berita lama, tapi bisa didiskusikan untuk rencana sektor Kemaritiman pemerintahan sekarang….

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini tengah mengembangkan alternatif bahan baku pembuat baja dengan menggunakan bahan berbasis limonit (bijih nikel berkadar rendah).

Baja unggul hasil pengembangan riset tersebut berkualitas jauh lebih baik dari baja lunak yang ada di pasaran, serta masih dapat ditingkatkan lagi kekuatannya.

Dengan keberhasilan ini, baja unggul temuan LIPI bisa mendukung sektor kemaritiman yang digagas Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Contohnya saja, sebagai salah satu material pembuatan dermaga-dermaga baru.

Sebagai material tersebut, Kepala LIPI Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain mengungkapkan baja hasil riset LIPI memiliki sifat yakni kekuatan tinggi, tahan cuaca dan karat, serta mudah untuk dilakukan pengelasan.

“Proses pengolahan kandungan nikel kadar rendah melalui inovasi tersendiri sehingga menghasilkan sifat baja yang unggul,” katanya saat memberikan arahan dalam Diskusi Publik di Media Center LIPI Jakarta, Rabu (17/12).

Dr. Ing. Andika Widya Pramono, M.Sc, Kepala Pusat Penelitian Metalurgi & Material LIPI mengungkapkan baja hasil riset LIPI menjadi potensi baru bahan baku pembuat baja. Sebab, bahan baku pembuatan baja berupa bijih nikel kadar tinggi selama ini masih terbatas.

Sedangkan, lanjutnya, bahan baku baja dengan lapisan limonit jumlahnya sangat melimpah. Lapisan limonit adalah lapisan permukaan di dunia pertambangan. ”Selama ini jarang digarap. Padahal, potensi lapisan limonit di Indonesia saat ini mencapai 2 miliar ton,” tuturnya.

Dikatakannya, produksi baja berbasis limonit itu sudah diuji di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengolahan Mineral LIPI Tanjung Bintang Lampung. Dia optimis keberhasilan produksi baja berbasis limonit dapat menjadi titik balik kemandirian Indonesia di sektor baja.

Selain itu, katanya, keberhasilan tersebut diharapkan menopang kebutuhan baja dalam berbagai aplikasinya di Indonesia yang diprediksi mencapai 20 juta ton pada tahun 2020.

LIPI pun berharap pemerintah memulai produksi masal baja berbasis limonit untuk proyek-proyek kedinasan. Dengan harga sekitar Rp 10 ribu/kg, LIPI mengharapkan pengembangan baja berbasis limonit itu bisa diterima industri secara luas. (pw)

Sumber : LIPI


LIPI Punya Baja Unggulan yang Bisa Dukung Misi Kemaritiman Jokowi

Jakarta – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil mengembangkan baja unggul dari bijih nikel kadar rendah (limonit). Baja unggul ini mampu menjadi bahan yang dapat membuat kapal maupun alutsista produksi dalam negeri.

“Karena komitmen Pak Jokowi dengan menjadikan maritim Indonesia sebagai poros dunia tak terlepas dari pembangunan infrastruktur di pesisir-pesisir,” ujar Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam Diskusi Publik di Gedung LIPI, Jl Gatot Soebroto, Jaksel, Rabu (17/12/2014).

Baja unggul LIPI ini disebut memiliki 3 keunggulan dibanding baja lunak yang ada di pasaran. Yaitu sifat baja yang berkekuatan tinggi, tahan terhadap korosi atau karat, dan lebih mudah untuk dilas karena keberadaan nikel di dalamnya.

Menurut Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Andika Pramono, ada beberapa aplikasi potensial dari baja laterit ini. Mulai dari bahan baku pembuatan kapal, tank, dan infrastruktur kemaritiman sesuai nawacita Presiden Joko Widodo.

“Aplikasi potensial baja ini dari ketahanannya terhadap korosi dan mampu dilas dengan baik bisa utk infrastruktur transportasi laut antar pulau seperti pembuatan kapal. Dari sifat kekuatan tingginya bisa untuk armored steel (alutsista/hankam), infrastruktur pembangunan seperti jembatan dan gedung,” ungkap Andika dalam kesempatan yang sama.

Pengembangan baja unggul ini disebut Andika bisa digunakan oleh industri pertahanan yang ada di Indonesia. Seperti PT Pindad dan PT PAL. Kerjasama antara LIPI dengan kedua perusahaan tersebut terbuka jika regulasinya memungkinkan untuk dilakukan.

“Kerjasama terbuka, kembali ke masalah regulasi dan kebijakan. Misal PAL, kementerian terkait bisa keluarkan kebijakan membuat kapal dari baja dalam negeri. Ini bahan bakunya ada 2 miliar ton lebih di Indonesia dan nganggur lho. Tapi kita di pengembangan materialnya, bentuk hilirinya. Jadi ini bisa diaplikasikan untuk apa aja. Mau dijadikan baja untuk tulangan, laras senjata, atau lembar untuk kapal bisa,” papar Andika.

Dari kacamata ekonomi, Andika mengatakan produksi Baja Laterit tersebut bisa jauh lebih ekonomis dalam industri pertambangan. Melihat dari cadangan bahannya yang banyak, serta kekuatannya yang tinggi karena mengandung nikel, maka pembangunan baja yang diperlukan tak sebanyak seperti menggunakan baja yang ada di pasaran. Apalagi karena dengan adanya baja ini, produsen tak perlu mengimpor bahan baku dari luar negeri.

Bahan baku baja ini diambil melalui endapan bijih besi laterit atau bijih nikel berkadar rendah (Limonit). Bijih ini biasa diabaikan penambang karena penambang lebih mencari nikel yang berada di lapisan bawah Limonit ini.

“Pengembangan kita baru mulai, biji laterit ini kan tadinya nggak kepakai. Saya yakin jika ditambah-tambahkan dengan beberapa unsur, baja unggul kita ini bisa tahan tembakan atau peluru,” terang peneliti senior LIPI yang juga hadir dalam konferensi pers, Ir Yusuf.

“Ini siap menjadi apa saja, kalau untuk transportasi laut kan harus tahan korosi. Contoh harus nambah nikel tapi di baja ini nikel sudah ada. Baja-baja di pasaran yang bagus itu kemampuan lasnya kurang. Tapi kalau ada kandungan nikel seperti baja kita, las jadi lebih bagus,” sambungnya.

Saat ini LIPI disebut Yusuf tengah menjalin kerjasama dengan beberapa produsen baja dan pertambangan untuk pengembangan lebih lanjut. Tahap pertama adalah dengan melakukan uji produksi 100 ton pelat baja, dilanjutkan 100 ribu ton. Sampai pada akhirnya adalah untuk disiapkan pada industri komersil. Bahan baku baja unggul ini banyak terdapat di pertambangan-pertambangan di daerah Maluku dan Sulawesi.

“Diprediksi kebutuhan baja di Indonesia pada 2020 nanti bisa mencapai 20 juta ton per tahunnya. Apa kita mau impor semua dari luar 20 juta ton itu? Paling tidak dengan adanya baja unggulan, kita bisa membantu sekitar 15 persen kebutuhan baja itu. Dan yang paling penting adalah bagaimana Indonesia bisa mencapai kemandirian dalam pemenuhan baja nasional,” tutup Yusuf.

Sumber : Detik.com

Share:

Penulis: