Para ahli nuklir yang disekolahkan pada 1980-an oleh Menristek BJ Habibie, setelah lulus sebagian lebih memilih bekerja di luar negeri. Pasalnya di Indonesia tidak ada kepastian pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
“Waktu itu saya salah satu dari 40 yang disekolahkan di angkatan pertama, 10 di antaranya diharapkan jadi profesor sisanya Strata III atau doktor. Setiap tahun dikirim puluhan orang, waktu zaman Pak Hibibie itu sekitar 4-5 kali angkatan yang dikirim ke luar negeri,” ungkap Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada detikFinance, Senin (11/5/2015).
Namun, kata Djarot, setelah lulus pada 1993-an, sebagian memilih untuk tidak pulang dan lebih memilih bekerja di fasilitas PLTN di luar negeri.
“Banyak sekali yang lulus tapi nggak pulang, atau memilih bekerja di luar negeri, di PLTN di Jepang, di Rusia, Amerika Serikat, dan banyak lagi,” ungkap Djarot.
Djarot mengatakan, pasalnya di Indonesia ilmu mereka tidak bisa termanfaatkan secara maksimal. Karena di Indonesia tidak ada kepastian untuk membangun PLTN.
“Ya karena belum ada kepastian apakah di Indonesia mau bangun PLTN apa tidak, ilmu mereka tidak termanfaatkan, mau kerja apa di sini. Bahkan bertahun-tahun setelah mereka lulus sampai sekarang belum ada PLTN yang dibangun,” tutup Djarot.
Detik Finance