Jakarta – Rencana PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) dan mitranya China General Nuclear Power Company (CGNPC) untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berkapasitas 1.000 MW di Kalimantan Timur terkendala minimnya komitmen pemerintah.
Pasalnya dari 19 persayaratan yang menjadi standar badan energi atom internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk mengizinkan suatu negara mendirikan PLTN, masih ada dua syarat utama yang belum dipenuhi pemerintah.
Satu diantaranya ialah keberadaan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) atau yang dikenal dengan badan energi nuklir pemerintah.
“Setahu saya Indonesia disarankan IAEA untuk membentuk NEPIO. Ini karena implementasi program PLTN sebenarnya bukan tugas Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan),” tutur Yudi Utomo, Direktur Utama Inuki kepada CNN Indonesia, Senin (11/5).
Yudi mengungkapkan, badan energi nuklir diperlukan untuk mengimpelemtasikan serta mengawasi jalannya program pengembangan energi nuklir di Indonesia yang dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN). Ia menyontohkan negara-negara di Asean seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam telah memiliki badan tersebut untuk menunjang kegiatan pengembangan energi nuklirnya.
Berangkat dari hal tersebut, ia pun berharap pemerintah Indonesia lebih berkomitmen dan konsisten terkait pengembangan energi nuklir. “Kan sampai sekarang badan ini belum ada,” ujar Yudi.
Selain badan energi nuklir, hal yang masih menjadi kendala di dalam pengembangan energi nuklir di tanah air adalah belum adanya dukungan Presiden Republik Indonesia sebagai pucuk pimpinan pemerintahan.
Ia menilai untuk bisa menghadirkan PLTN di Indonesia bukan saja dibutuhkan komitmen Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir dan Undang-Undang Ketenaganukliran yang sedang digodok.
Melainkan, katanya Presiden juga harus mendukung pengembangan pemanfaatan energi nuklir. Ini berkaitan dengan pengurusan perizinan dan jaminan akan investasi.
Oleh karena itu, Yudi pun juga meminta segenap komponen pemerintah untuk memiliki political will yang positif dalam pengembangan energi nuklir nasional
“Karena menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014, yang memberi persetujuan PLTN adalah Menteri ESDM. Namun karena investasi asing, maka investor tersebut memerlukan jaminan dari pemerintah bahwa uang yang mereka investasikan akan aman,” jelasnya.
Paradigma Masyarakat
Di kesempatan berbeda, para pejabat Kementerian ESDM menyatakan pemerintah akan terus mengembangkan teknologi nuklir dalam rangka menjamin ketahan energi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Akan tetapi, pengembangan energi nuklir di Indonesia juga masih terhadang oleh paradigma masyarakat yang menyatakan kalau pengoperasian PLTN dinilai berbahaya.
“Indonesia jumlah penduduk terbesar ke-empat di dunia, tapi belum punya PLTN, yang lain sudah. Ini tantangan, tidak perlu tabu, pro kontra pasti ada, mari kita duduk bersama, kalau semua untuk rakyat pasti bisa,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana.
CNN Indonesia