Oke, kemarin sampe mana yah? Oh iya lanjutin pembahasan rincian tabel perbandingan.
ENGAGEMENT:
Kecepatan Saat Menyerang (Mach on Entry): Apa sih gunanya kecepatan bagi pesawat tempur yang sedang menyerang? Kecepatan yang tinggi akan meningkatkan energi rudal BVR pada saat diluncurkan, menerbangkan rudal itu lebih jauh dan lebih cepat. Kecepatan Su-35S yang mencapai Mach 2.25, menciptakan kekuatan dan energi tambahan untuk mempertahankan kecepatan yang tinggi (diatas kecepatan suara). Kecepatan JSF jelas inferior dibanding Su-35 karena secara teori hanya mampu mencapai Mach 1,6. Itupun baru terbukti menembus batas Mach 1,05 pada percobaan terakhir.
Ketinggian Saat Menyerang (Altitude on Entry): Ini juga, buat apa sih musti terbang tinggi? Sama seperti keuntungan terbang cepat, high attact altitude juga menambah energi potensial untuk melepas rudal BVR dan mengurangi hambatan udara. Sebaliknya rudal yang harus ‘mendaki’ keatas, akan berkurang jarak jangkaunya. JSF dioptimalkan untuk misi serang dengan ketinggian sekitar 15-25,000 kaki, sedangkan Su-35S difungsikan untuk misi tempur udara pada ketinggian sekitar 40.000 kaki hingga 60.000 kaki. Sekali lagi poin keuntungan buat Su-35S di segmen ketinggian operasi.
Missile Range: Misil RVV-SD maupun AIM-120D memiliki jangkauan setara, tapi karena RVV-SD saat diluncurkan memiliki kecepatan jauh diatas kecepatan suara, dan peluncuran dari altitude yang lebih tinggi; maka ia akan terbang lebih cepat dari AIM-120D.
Su-35S dilengkapi rudal2 BVR berbagai pilihan. Area superioritas ini akan meningkat jika rudal bermesin Ramjet yang baru RVV-AE-PD sudah operasional dan siap digunakan. Selain itu, Su-35S bisa membawa berbagai rudal R-37 dan R-172, dengan jangkauan hingga 200 mil laut.
Bermacam-macam Rudal Seeker (Missile seeker diversity): AIM-120D saat ini hanya punya pelacak radar aktif, sedangkan RVV-SD / R-77ME dan R-77TE punya 2 seeker yaitu pelacak radar aktif dan pelacak infra-merah (IIR). Rudal Seeker dengan 2 macam sensor pasti akan menyulitkan upaya pertahanan, misalnya, F-35 mungkin bisa mengatasi rudal dengan pelacak radar aktif tetapi bagian panas dari pesawat malah terekspos oleh IR seeker milik rudal musuh.
Doktrin Rusia yaitu menggabungkan pelacak radar aktif dan IR seeker, meningkatkan peluang untuk ‘membunuh’. Selain itu, rudal Rusia juga memiliki pilihan untuk pelacak anti-radiasi pasif, yang dirancang untuk radar X-band. Keragaman sensor pada rudal seeker memberi keuntungan bagi Su-35S.
RCS (Signature Exposure): F-35 dikenal memiliki radar cross-section yang kecil terhadap sinyal X-Band, jika dilihat dari posisi depan (berhadapan). Namun jika JSF bermanuver, dan merubah kedudukannya, maka posisinya bisa saja mengekspos bagian dimana RCSnya justru lebih tinggi kepada pesawat musuh. F-35 mengandalkan kemampuan silumannya agar tidak tertembak musuh, dan menjadi sangat lemah jika harus terlibat pada jarak dekat dan menengah dengan Su-35S. Kehilangan kemampuan stealth ini bisa terjadi, misalnya, ketika JSF membimbing rudal dan harus melakukan maneuver menghindar atau, ketika tutup senjata terbuka sebelum meluncurkan rudal. Sebagai siluman, JSF sangat bergantung pada nilai RCS yang kecil untuk bertahan hidup, dan mengubah RCS ini sangat sulit.
Electronic Countermeasures (ECM): Cara kerja pesawat siluman adalah tidak memancarkan, atau mengembalikan sinyal/radiasi, yang merupakan target dari cara kerja ECM. Su-35S memiliki ECM, sedangkan JSF tidak, kecuali area sempit yang diincar oleh mode jamming AESA Radar (terbatas hanya sekitar 120 derajat). Cara kerja ECM yang berdasarkan Radio Digital Memory Frequency (DRFM) sangat efektif mengecoh rudal (karena ukuran terbatas, maka otak rudal juga terbatas kemampuannya untuk memproses jamming yang dilakukan oleh radar pesawat lawan).
Su-35S juga memiliki beberapa mode ECM. Dalam hal ini JSF dianggap inferior, karena tidak memanfaatkan ECM untuk mengecoh rudal lawan (diluar rentang radar AESA-nya).
Umpan (Decoy Towed/Fired): Su-35S memiliki pilihan untuk menyebar umpan yang dapat memikat rudal musuh menjauh dari pesawat. Pendekatan JSF berbeda, menggunakan umpan aktif kecil jenis ‘Gen-X’ yang meletup di dekat rudal lawan. Pada segmen ini, keduanya kurang lebih setara, menggunakan umpan yang dipadukan dengan manuver menghindar, pasti akan lebih efektif.
Flare dan Chaff: Ini contoh countermeasures yang sudah ketinggalan zaman, tapi masih dapat dimanfaatkan untuk mempersulit pemandu rudal yang mendekati pesawat. GSH-301 diklaim memiliki kemampuan memutar chaff di sekitar pesawat, sehingga otak pemroses anti chaff pada rudal sangat mungkin tertipu. Meskipun demikian, pada segmen ini kedua pesawat dinilai mempunyai skor yang seimbang.
Kejar-mengejar (Mach for Tail-Chase): Pada beberapa kasus, sebuah pesawat harus melepaskan diri dari pertempuran karena kehabisan amunisi sedangkan bahan bakar hanya cukup untuk terbang pulang. Yang terjadi kemudian adalah kejar-mengejar. Su-35S dengan Mach yang lebih tinggi dapat mengejar JSF, dan tidak sebaliknya. Kemampuan Su-35S untuk membawa beban bahan bakar yang besar, dan konsumsi boros mesin F135 pada JSF saat afterburner memperburuk situasi berbahaya ini.
Mengelak Rudal (Fuel Reserves for A/B): Ini adalah salah satu area pertempuran udara masa depan. Ketika rudal dari jarak jauh diluncurkan, mereka melakukan perjalanan selama lebih dari 100 detik untuk mencapai target. Waktu transit ini memberikan kesempatan bagi pesawat untuk menghindari serangan. Panas yang dihasilkan mesin pendorong rudal dapat dilacak oleh sensor Infra-Red, sehingga, akan ada peringatan dini atas datangnya rudal musuh. Active Seeker akan menyalak jika terdapat rudal pada jarak sekitar 10 mil laut dari target, menyediakan waktu peringatan yang berharga. Berikut adalah berbagai langkah mengelak:
Airframe Agility: Begitu alarm menyalak, pesawat target kadang-kadang bisa mengatasinya dengan manuver yang memaksa rudal mengejar ekor pesawat (menghindari kedatangan rudal dari samping/depan/atas/bawah yang sangat sulit bagi pesawat untuk mengelak).
Cakupan antenna (Antenna Coverage): radar AESA seperti JSF APG-81 bekerja secara fixed/tetap dengan rentang sekitar120 derajat. Su-35S memiliki radar PESA yang fleksibel dan bisa berayun hingga bisa mengcover 240 derajat di sekitar hidung pesawat, itupun masih ditambah radar kedua (dengan kemampuan terbatas), untuk mengcover sisa area.
Jika Su-35S dan JSF menembakkan rudal BVR pada waktu yang sama dan pada jarak maksimum, Su-35S bisa berpaling 120 derajat dari garis yang menghubungkan dua pesawat, sementara JSF dibatasi hanya bisa menoleh 60 derajat. Ini menyebabkan seolah-olah JSF mendatangi rudal Su-35S, sedangkan Su-35S melarikan diri dari rudal JSF ini (karena rudal tetap harus mendapat bimbingan terbatas dari rudal pesawat yang meluncurkannya agar memastikan tidak overshoot). Hasilnya bisa menjadi hit untuk RVV-SD sedangkan AIM-120 miss. Sekali lagi, Su-35S unggul pada aspek ini.
Energi cadangan dari afterburner (Mach for Egress): Pilot Su-35S bisa tarik gas poll untuk lari dari kejaran rudal musuh hingga rudal jatuh sendiri. JSF memiliki kinerja yang lebih rendah dan dinilai inferior.
Destroy:
Beragam Rudal Seeker (Missile Seeker Diversity): Pada fase lock, bisa saja rudal yang mengejar JSF adalah jenis IR seeker. Sebaliknya tidak mungkin JSF menyerang Su-35S dengan rudal yang sama, terbatasnya jumlah rudal dan missile bay yang sempit membuat JSF tidak dapat sekaligus membawa rudal BVR dengan IR Seeker.
Missile Agility: ini adalah manfaat lain dari kelincahan pesawat. R-77 terkenal memiliki kemampuan manuver yang lebih besar. Jadi, senjata Su-35S BVR mengalahkan senjata F-35.
Daya hancur munisi (Warhead Lethality): AIM-120D membawa 18 Kg hulu ledak fragmentasi, yang harus mampu menghancurkan hull Su-35S yang lebih besar, dilengkapi sistem untuk mengatasi masalah seperti pemadam api dsb. Sebaliknya rudal R-77 membawa 30 kg hulu ledak untuk menghancurkan JSF yang bermesin tunggal, dimana sistem kritis seperti pencegah kebakaran telah ditiadakan untuk mengurangi berat dan biaya. Su-35S jelas superior.
WVR Missile: Sebagai kelengkapan pada saat dimana kedua pesawat sudah terlalu dekat untuk menembakan rudal BVR, ‘Su-35S juga membawa rudal WVR, JSF tidak’ (dalam contoh ini). JSF dapat membawa rudal WVR di pilon sayap, tapi itu akan menghilangkan kemampuan silumannya.
Senjata mematikan (Guns Lethality): Lebih besar itu lebih baik. Kaliber 30 mm jelas lebih eksplosif dari caliber 25 mm. Sekali lagi, JSF inferior.
Pada akhir rantai-membunuh, tampak bahwa Su-35S memiliki semua ‘tools yang tepat’ untuk pertempuran udara, sedangkan F-35 JSF tidak. Hal ini tidaklah mengejutkan, karena doktrin bagi JSF adalah F-22A akan “membersihkan” wilayah udara dan memberikan dominasi udara, sehingga aman untuk F-35 memberikan kemampuan serang lanjutan.
Sekarang program F-22A Raptor akan berakhir sementara jumlah pesawat tidak cukup untuk memastikan dominasi udara, peran ini sekarang akan ditugaskan kepada F-35 JSF.
Mengingat maksud dari OSD untuk menggunakan pesawat tempur F-35 sebagai “Air Superiority”, pertanyaan mendasar dan belum terjawab adalah: PIYE JAL? CEM MANA INI?
Sebagai akhir dari janji pertemuan yang tidak sinkron dengan Peter Goon dan Carlo Kopp di sebuah café (Mereka di Starbuck torang di Kopitiam), maka torang beking kesimpulan dari hasil diskusi tersebut sebagai berikut:
- Berbanding terbalik dengan klaim iklan yang menyatakan bahwa F-35 bisa menembak dari segala sudut termasuk kebelakang, faktanya adalah bahwa jangkauan radar AESAnya hanya mencakup sudut sempit di depan pesawat, dan tidak punya radar samping maupun radar belakang. Bagaimana mau menembak ke belakang? (uda indak tau apakah JSF ini dilengkapi kaca spion? kan lumayan biso selvie yooo).
- F-35 dipuja-puji sebagai pesawat superior dalam hal pertempuran BVR, faktanya adalah JSF ini hanya punya 1 jenis rudal BVR (hingga saat ini). Jika Russia dan China sudah menemukan penangkalnya, maka hilanglah satu-satunya kesempatan untuk memenangkan duel BVR dengan Sukhoi Su-35 (itupun jika masih sempat launch rudal AMRAAM sebelum ditembak Vympel atau Novator yang lebih jauh, lebih cepat dan lebih presisi) banyaknya jenis rudal yang “kemungkinan” dibawa Su-35, bikin mumet ndasse pilot JSF (ada rumors bahwa LM dan Raytheon sedang mengembangkan rudal rahasia, namun melihat kemampuan pengembangan aerodinamika pesawat besutan mereka sebelumnya dan terbatasnya anggaran pengembangan dari USAF, ana pesimis mengenai masa depan rudal ini).
- Bagaimana Pertempuran WVR atau Dogfight? Udeh gak usah ngomong deh, ntar dibilang sombong kite. Pokoke, Su-35 iku, SENG ADA LAWAN!!!
- F-35 mempunyai radar aktif AESA. Meskipun fungsinya sama-sama mengendus lawan pada X/S Band, namun AESA dianggap unggul terhadap PESA Irbis E/F Sukhoi karena “minim perawatan” dan berumur lebih panjang. Look Guys, yang kita bahas ini bukan kontes adu irit Jakarta-Bali, ini pertempuran yang harus dibayar dengan nyawa, bukan voucher BBM!
- F-35 dan F-22 adalah pesawat super siluman? Tunggu…sek sek sek…bentar lae, itu kalo yang ngendus sinyal X/S-Band, tapi kalo pake radar L-Band belum terbukti bisa sim salabim….songlap…eh lenyap maksudte. Plus, pengembangan radar VHF anti-lelembut terus berkembang pesat, mungkin sebelum 2020 kita akan liat munculnya alat-alat dukun yang sakti yang bisa mengendus keberadaan mahluk ghoib itu (ingat juga bahwa fitur siluman itu tidak pada seluruh sudut pesawat, yang paling besar daya panglimunannya hanya dari depan, sedangkan dari samping atau bahkan belakang masih keliatan buntute, dan tercium aroma kentutnya oleh IRST).
- Biaya operasional F-35 konon lebih murah daripada operasional Sukhoi Su-35. Sekali lagi, kita beli Su-35 bukan untuk kontes adu irit antar universitas, tapi untuk menjaga “KEWIBAWAAN dan KEDAULATAN” dan memastikan kekayaan SDA kita tidak diutak-atik tetangga. Jadi bandingkan biaya-biaya operasional itu dengan potensi kerugian yang terjadi kalo sejengkal tanah kita hilang! Toh workhorse kita nantinya masih ada pesawat light dan middle fighter, kasi donk kesempatan bagi pilot-pilot junior untuk petantang-petenteng di sekitar pager rumah sekalian menambah jam terbang mereka (Ingat, cita-cita pilot tempur itu apalagi kalo bukan menunggangi pespur State of The Art? dan kesempatan itu akan datang begitu jam terbangnya mencukupi).
- Ana mengagumi barang-barang ciptaan Mamarika yang punya durabilitas dan kompatibilitas dengan produk lain (terutama Nato) serta standarisasi komponen yang membuat industri mereka jadi sangat efisien. Ulasan diatas bukan ingin menunjukkan bahwa F-35 tidak layak beli atau tidak layak hadir di bumi khatulistiwa. Hanya membandingkan jika terjadi head2head antara F-35 dengan Su-35.
Negara kita bukan tipe aggressor (dan mudah-mudahan tidak perlu berubah), sehingga kebutuhan saat ini adalah untuk menjamin kedaulatan wilayah udara RI. Untuk tugas ini, maka Su-35 yang punya efek deterjen adalah pilihan tepat (bayangkan betapa amannya langit kita dulu waktu gerombolan kakek-kakek perkasa macam MIG dan Tupolev wira-wiri di angkasa RI). Entah jika suatu saat Menhan memutuskan untuk mengirim misi pengintaian ke daratan luas diselatan, atau menyerang suatu pangkalan di selatan pulau jawa atau di barat pulau sumatera, mungkin pembelian Stealth Fighter semacam PakFa bisa dipertimbangkan.
Sebaliknya Australia juga mungkin tidak perlu patroli secara terus-menerus di semua wilayah udaranya karena jarak mereka yang jauh dari mana-mana. Politik luar negeri Aussy yang kepo lah yang justru membutuhkan kemampuan siluman F-35 untuk sekali-kali lompatin pagar tetangga untuk sekedar curi-liat mahluk-mahluk langka piaraan hulubalang kita.
- Last but not least, atau paling buncit belum tentu paling imoetz, oleh pilot2 US-NAVY, F-35 biasa disebut Super Pigeon, burung dara super (jadi inget menu lezat di warung tenda pinggir jalan yah? Hemmmm lekkkkerrrrr). Sedangkan Su-35 julukannya adalah Super Flengky. Si flengky ini meskipun jinak, tapi itu kalo doi lagi telanjang alias gak gendong pensil, sebaliknya kalo lagi ngajak pensil and the gank….wuihhh anjing gila juga kabur keleeesssss…
Source:
ausairpower.net
timawa.net
defence.pk
lowbat eh salah lowyat.net
maxdefence.blogspot.com
asiadefence
IHS Jane
Contributor:
Peter Goon
Qualifications: BEng (Mechanical) – Qld Institute of Technology 1975.
Post graduate Aeronautical Engineering and Officer training in the RAAF.
Graduate US Naval Test Pilot School (USNTPS Class 80),
Flight Test Engineer Course – 1981.
Civil Aviation Safety Authority (CASA).
Authorised Person under CARs 35/36.
Dr. Carlo Kopp
Qualifications: Electrical Engineering – University of Western Australia.
Masters degree in Computer Science at Monash University.
PhD thesis on “The Properties of High Capacity ad hoc Networks and Long Range Microwave Datalinks, using X-Band and Ku-Band Radar Apertures”
Career interests: defence analysis, strategy, systems engineering and computer science.
Others interests: the computer and communications industries, primarily as a design engineer, computer programmer, systems integrator, chief engineer and consultant.strategy and operational analysis of military systems.
MJ
Qualifications:
Capable to pickpocket and disappeared laundry clothes
Diversification business in pet, akik and tuyul
Other interests: kongkow karo mbah gugel
Location: Kopitiam near Angkot MRX Base
OST: “Alamat Palsu” ayu tingting, originally from car sound system (on serviced)
Copyright: Ask Google grandpa
SI TOU TIMOU TUMOU TOU
(Sam Ratulangi – Manusia hidup untuk menghidupi orang lain) salam…..