Beirut – Ratusan tentara Iran tiba di Suriah untuk mendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dalam melancarkan serangan darat besar terhadap para pemberontak, termasuk melawan kelompok militan ISIS. Demikian dikatakan sejumlah sumber di Lebanon, Kamis (1/10/2015). Pengerahan tentara Iran merupakan langkah lanjutan dari internasionalisasi perang saudara di Suriah, di mana setiap negara besar di kawasan itu punya kepentingan.
Pesawat-pesawat tempur Rusia bergabung dalam perang itu, minggu ini mengebom satu kamp yang dikuasai pemberontak yang dilatih CIA, kata komandan kelompok pemberontak. Hal ini membuat Moskwa dan Washington menjadi saling berhadapan dalam sebuah konflik Timur Tengah untuk pertama kalinya, sejak Perang Dingin.
Militer AS dan Rusia mengadakan pembicaraan pada sekitar pukul 22.00 WIB Jumat, melalui jaringan video untuk mencari cara menjaga militer mereka tidak terlibat insiden yang tidak disengaja, saat mereka melancarkan serangan udara paralel di Suriah, kata seorang pejabat pertahanan AS.
Jet-jet tempur Rusia menyerang sasaran dekat kota Hama dan Homs di Suriah barat di hari kedua serangan udara. Moskwa mengatakan, serangannya berhasil menghantam posisi ISIS atau kelompok militan Negara Islam. Namun wilayah yang diserang sebagian besar dikuasai aliansi pemberontak saingan ISIS. Kelompok aliansi itu justru didukung sekutu AS termasuk negara-negara Arab dan Turki.
Hassan Haj Ali, pemimpin kelompok pemberontak Liwa Suqour al-Jabal, mengatakan salah satu sasaran yang diserang jet-jet Rusia adalah basis kelompoknya di Provinsi Idlib. Basis itu dihantam sekitar 20 rudal dalam dua serangan terpisah. Para anggotanya telah dilatih CIA di Qatar dan Arab Saudi. Pelatihan tersebut bagian dari program yang Washington katakan bertujuan mendukung kelompok yang menentang ISIS dan Assad.
“Rusia sedang menantang semua orang dan mengatakan bahwa tidak ada alternatif buat Bashar,” kata Haji Ali. Dia mengatakan, jet-jet tempur Rusia telah diidentifikasi oleh anggota kelompoknya yang pernah bertugas sebagai pilot angkatan udara Suriah.
Dua sumber di Lebanon mengatakan kepada kantor berita Reuters, ratusan tentara Iran tiba di Suriah dalam 10 hari terakhir. Mereka dilengkapi persenjataan untuk melakukan serangan darat besar. Mereka juga akan didukung Hizbullah, sekutu Assad di Lebanon, dan para petempur dari milisi Syiah Irak, sementara Rusia akan memberikan dukungan udara.
“Pasukan pelopor dari pasukan darat Iran mulai berdatangan di Suriah. Tentara dan perwira khusus untuk berpartisipasi dalam pertempuran. Mereka bukan lagi penasihat … kami maksudkan ratusan orang dengan peralatan dan senjata. Mereka akan disusul lebih banyak lagi tentara,” kata satu sumber itu.
Musuh sama, teman berbeda
Pentagon mengadakan pembicaraan dengan militer Rusia dalam beberapa jam mendatang untuk membahas cara-cara menghindari kecelakaan antara jet-tet tempur koalisi pimpinan AS dengan jet-jet tempur Moskwa. AS telah berulang kali menekankan perlunya Rusia berkomunikasi dengan pihaknya terkait kapan dan di mana Rusia berencana menerbangkan jet tempurnya dan melancarkan pengeboman.
Diskusi itu bertujuan mengelimnasi risiko jet tempur dari pasukan yang berbeda secara tidak sengaja bertabarakan jalur.
Keputusan mendadak Rusia bergabung dalam perang itu dengan melancarkan serangan udara yang mendukung Assad, serta keterlibatan yang meningkat dari militer Iran, bisa menandai titik balik penting dalam konflik yang menyedot sebagian kekuatan militer dunia.
Kedua musuh lama dalam Perang Dingin itu, yaitu Washington dan Moskwa, kini terlibat dalam pertempuran di negara yang sama untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II. AS telah lebih dulu memimpin aliansi serangan udara terhadap milisi ISIS di Suriah.
Kedua pihak mengatakan, mereka memiliki musuh yang sama, yaitu kelompok militan Suni ISIS yang telah memproklamirkan sebuah kekhalifahan di Suriah timur dan Irak utara. Tetapi mereka juga punya teman-teman yang sangat berbeda, dan bertentangan pandangan secara tajam tentang bagaimana menyelesaikan perang saudara yang telah berlangsung empat tahun di Suriah, yang menewaskan lebih dari 250.000 orang dan mendorong lebih dari 10 juta orang lainnya lari dari rumah mereka.
Washington dan sekutunya menentang ISIS maupun Assad. AS dan sekutunya yakin dalam setiap upaya penyelesaian damai, Assad harus mundur dari kekuasaan.
Washington mengatakan, bagian sentral dari strateginya adalah membentuk pemberontak “moderat” untuk melawan Assad maupun ISIS, meskipun sejauh ini pihaknya kesulitan menemukan banyak pejuang yang mau menerima pelatihan.
Sebaliknya, Moskwa mendukung Presiden Suriah dan percaya pemerintahannya harus menjadi pusat dari upaya internasional untuk memerangi kelompok ekstrimis.
Rusia tampaknya menggunakan serangan terhadap ISIS sebagai dalih untuk menyerang kelompok-kelompok yang didukung oleh Washington dan sekutunya, sebagai cara untuk membela pemerintahan Damaskus yang telah menjadi sekutu Moskwa sejak Perang Dingin.
Serangan Rusia merupakan langkah berani Presiden Vladimir Putin untuk menegaskan pengaruhnya melampaui negara-negara tetangganya. Serangan ini pertama kalinya Moskwa memerintahkan pasukannya bertempur di luar perbatasan Uni Soviet sejak serangan di Afghanistan tahun 1980-an yang berujung kegagalan.
Editor : Egidius Patnistik
Sumber : smh.com.au
KOMPAS.com