Sebuah titel mahasiswa adalah titel yang akan menjadi pergerakan awal suatu aksi tindakan nyata dalam dunia intelektual. Berkaca pada sejarah bahwa, kita memiliki peristiwa yang didalamnya mengangkat nama mahasiswa sebagai suatu jabatan yang sangat idealis sebagai agent of change atau sebagai jembatan diantara pemerintah dan masyarakat. Kita bisa berkaca pada masa lampau ketika mahasiswa sangat menjadi peran penting dalam revolusi tahun 30 September 1965, ketika semuanya turun kejalan dan menuntut hak-hak berpendapat dalam masayarakat kondisi ekonomi yang tidak stabil. Semua hal tersebut bisa terjadi kembali namun akan berbeda karena kita berbicara bukan masalah ilmu eksakta melainkan ilmu sosial yang akan terus berkembang dan berdinamika dengan jalannya waktu Hal ini bisa saja akan terkembali terjadi.
1. Persamaan Aksi Mahasiswa
Globalisasi muncul dengan berbagai paradgima yang mmenerpa pemikiran mahasiswa. Berkaca di negara lain letak peran mahasiswa penting dalam pemerintahan adalah terletak pada daya kritisi dan solusi mahasiswa itu sendiri pula. Kita bisa berkaca dari Fenomena Arab-Spring yang dilandasi karena sistem otoritarianisme bahkan nepotimse yang memuncak di Tunisia saat itu. Kejadian di Tunisia saat itu menjelaskan pentinganya peranan identitas mahasiswa dalam mengubah kondisi negara tunisia saat itu, kejadian ini sama seperti yang tetimpa di Indonesia tahun 1998 kelam.
Selain itu peristiwa ini akan berentet ke negara-negara sekitarnya seperti Mesir, Libya, hingga Syiria dengan aksi nyata para mahasiswa. Menurut data, peristiwa itu terjadi karena memang kaum pemuda sangatlah lebih banyak ketimbang kaum lainnya alhasil adalah para pemuda yang memiliki daya kritis yang cukup terlebih para mahasiswa yang banyak dalam partisipasi aksi tersebut.
2. Globalisasi Menjadi Anti-Thesis Aksi Mahasiswa
Tentu dinamika aksi mahasiswa bukanlah sekedar untuk berdemontrasi, pendekatan konstruktifis menawarkan segala alternatif kemungkinan dan mengurangi tingkat solusi sesuai resiko yang didapat. Hal yang akan kemudian terjadi menghadapi resiko datangnya globalisasi adalah memenej segala kemungkinan yang terjadi dalam menggiring arus tersebut.
Output kongkrit adalah perubahan aksi dalam tatanan mahasiswa sekarang yang diterpa oleh mahasiswa Indonesia, pergaulan sudah mulai membludak dan otomatis akan cenderung bebas, paradigma yang sering muncul adalah liberal atau neo-liberalisme, namun hal yang akan muncul juga terjadi adalah mahasiswa yang sosialis mempertaruhkan hak-hak rakyat seperti petani, buruh, dan turun kejalan.
Pengertian aksi sangatlah sempit apabila kita turun kejalan dengan berdemonstrasi. Masih ada aksi-aksi lain yang kontributif dalam berpartisipasi untuk membangun negara seperti menulis, berdiskusi dengan mengeluarkan press-release atau aksi lainnya seperti bagaimana mahasiswa meng-counter issue stepment Presiden Australia Tony Abbott mengenai pengungkitan masalah dana bantuan Aceh, dengan aksi “Coin for Abbott” yang sebenarnya berkontribusi dalam diplomasi kedaulatan Indonesia di Dunia.
Kesimpulan
Identitas mahasiswa terletak pada bagaimana mereka melakukan aksi-aksi nyata selama dia memegang titel tersebut, sedangkan pengertian aksi bukanlah berdasarkan pada spesifikasi demonstrasi melainkan tindakan-tindakan yang kontributif untuk sekitarnya berupa banyak objek baik individu, masyarakat atau instansi (negeri atau swasta). Dikotomi antara akademisi dan organisatoris adalah stigma untuk mengurangi daya kritis mahasiswa, bahawasannya akademisi adalah organisatoris, dan organisatoris adalah akademisi.
Ini adalah idealis mahasiswa dalam mengungkapkan permasalahan (problem solving) baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupannya. Selain itu melihat adanya globalisasi, tren mengenai demontrasi mulai mengurang dengan diterpanya suatu paradigma yang mengkonstruk mahasiswa sehingga, ide adalah tren aksi yang menjadi titik utama dalam menjawab segala keresahan yang bermula muncul dalam kepekaaan kehidupan publik baik berupa isu atau realita (kejadian di lapangan). Namun, tantangan yang akan terjadi adalah mahasiswa yang kritis sangatlah banyak sehingga para mahasiswa yang kritis namun solutif adalah para mahasiswa yang tergolongkan pada kaum deviant.
Akbar Azmi
Presidium Nasional Forum Komunikasi Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia Koordinator Wilayah II Jadetabek