Anggaran TNI tahun 2016 telah ditetapkan sebesar Rp. 99,5 triliun rupiah, di mana alokasinya digunakan untuk belanja rutin seperti gaji, perumahan, tunjangan, dan tentu saja pembelian alusista. Daftar belanja yang dianggarkan untuk tahun 2016, dana terbesar dipegang oleh TNI Angkatan Udara di mana kebutuhan utamanya adalah pemenuhan MEF II tentang pengadaan pesawat tempur utama sebagai penganti F-5 Tiger.
Beberapa waktu lalu telah diumumkan bahwa TNI Angkatan Udara dan KeMenhan telah sepakat akan memilih pesawat buatan rusia SU-35 BM sebagai pilihan utama, di mana proses detailnya akan dibicarakan lebih lanjut oleh kedua pihak.
Lam nya proses pembelian hingga penandatangganan MoU yang hingga saat ini belum terlaksana, ternyata dikarenakan adanya faktor teknis dan non teknis yang perlu disamakan oleh kedua pihak antara Indonesia dan Rusia.
TNI Angkatan udara menginginkan jumlah pesawat SU-35 yang “akan” dipesan adalah berjumlah satu skuadron atau 16 unit. Sementara dari beberapa sumber informasi disebutkan Rusia menawarkan sejumlah 32 unit atau dua skudron lengkap.
Tentu saja hal ini membuat pusing para petinggi di jajaran KeMenhan dan TNI Angkatan Udara atas tawaran tersebut, karena hal ini akan membuat Kementerian Pertahanan menghitung ulang anggaran pembelian untuk sejumlah 32 unit.
Hal lain disebabkan oleh karena permintaan ToT dari pemerintah sesuai UU no 12 tentang alih teknologi. Kemungkinan jika membeli 32 unit maka pihak Rusia akan memberikan ToT yang diminta, dalam hal ini wajar jika sebagai pedagang pihak Rusia menginginkan barang dagangannya laku banyak, dan sebagai imbalan ilmu pesawat tempur akan diajarkan secara privat lewat kampus ToT.
Anggaran TNI untuk membeli SU-35 hanya untuk 8 sampai dengan 12 unit pada awal pengajuan, sehingga jika lebih dari itu maka diperlukan dana lain yang bisa dipergunakan untuk pembelian alusista, seperti Soft loans $ 3 milyar dollar atau sekitar Rp. 40 triliun rupiah jika asumsi dollar Rp.14.000, maka jika mengunakan soft loans tersebut angka 32 unit bukanlah hal sulit untuk dipenuhi oleh TNI AU.
Sementara dana pembelian alusista Sukhoi yang telah dianggarkan dan disetujui oleh Pemerintah dengan sumber dana APBN 2016 adalah $ 840 juta untuk modal pembelian Sukhoi. Artinya jika satu Sukoi Su-35 dijual dengan harga $ 60-80 juta dollar, maka TNI AU akan mendapatkan kurang lebih 10-12 unit pesawat. Jadi boleh dibilang masih kurang untuk satu skuadron 16 unit, maka pilihan di cicil/ngeteng adalah masuk akal bagi TNI AU
“Kita akan beli beberapa unit jika dana tidak mencukupi , yah dicicil untuk beberapa unit yang penting bersenjata dan bukan kosongan alias omong”, ungkap Menhan Ryamizard Ryacudu. “Sarana dan prasarana telah kita siapkan sebagai pendukungnya. puluhan pilot Sukoi rutin kita kirim ke Rusia untuk berlatih agar nantinya dapat mengoerasikan dengan baik pesawat tersebut”, ujar Menteri Pertahanan.
Jadi setiap tahun APBN, mulai dari tahun 2016 – 2019 mengalokasi anggaran untuk pembelian Sukoi sebesar 200-210 juta dollar AS per tahun untuk pengadaan tiga unit pesawat Sukhoi. Artinya setiap tahun TNI AU jika mengunakan skema APBN 2016-2019 maka tiap tahun ada anggaran untuk membeli tiga unit Ssukoi su-35, sehingga dalam empat tahun ke depan jika terlaksana akan dapat 12 unit Sukoi terbaru. Hal ini sesuai pernyataan KeMenhan tentang rencana membeli “ketengan” alias nyicil jika dana pembelian alusista tidak mencukupi.
Sumber: Kompas, TNI AU, KeMenhan, Dll.
oleh : Telik Sandi