Tokyo — Pesawat tempur Jepang mencegat 11 pesawat tempur Tiongkok yang terbang tak jauh dari pulau-pulau di Jepang selatan, Jumat 27/11/2015. Armada udara Tiongkok itu terdiri dari delapan pesawat pembom, dua pesawat pengintai, dan satu pesawat peringatan dini.
Otoritas Tiongkok mengatakan, pesawat itu terlibat dalam latihan untuk meningkatkan kemampuan terbang tempur jarak jauh. Menurut Kementerian Pertahanan Jepang, pesawat-pesawat itu terbang tak jauh dari Pulau Miyako dan Okinawa tanpa melanggar batas wilayah udara Jepang.
Juru bicara Angkatan Udara Tiongkok mengatakan, pesawat yang terlibat dalam latihan di atas wilayah Pasifik barat itu antara lain pembom H-6k. Sejauh ini tidak ada komentar lain dari Kementerian Pertahanan Jepang atas latihan itu. Namun, Yomiuri Shimbun melaporkan, langkah Tiongkok menggelar armada udara mereka dalam jumlah besar dan terbang dekat dengan pulau-pulau milik Jepang bukan hal biasa.
Dalam setahun terakhir, pesawat-pesawat tempur Jepang telah ratusan kali terbang mencegat pesawat terbang Rusia dan Tiongkok yang terbang mendekati wilayah udara Jepang. Sejauh ini tidak ada insiden berarti terkait hal tersebut.
Meski demikian, sengketa antara Jepang dan Tiongkok terkait sejumlah pulau di Laut Tiongkok Timur kerap membuat kedua negara bersitegang. Bahkan, dalam persoalan sengketa Laut Tiongkok Selatan, kedua negara kerap saling melontarkan kritik tajam.
Terakhir, Jepang mendukung langkah Amerika Serikat mengirim kapal perang miliknya ke Laut Tiongkok Selatan. Di sisi lain, Tiongkok dengan tegas mengecam pengiriman kapal perusak berpeluru kendali USS Lassen ke Laut Tiongkok Selatan dan melintas tak jauh dari Subi, pulau buatan di Kepulauan Spratly yang tengah disengketakan oleh Tiongkok dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Tiongkok menyebut langkah AS itu sebagai provokasi.
Sementara itu, AS mengatakan, berdasarkan hukum internasional, setiap negara di dunia berhak melintasi wilayah tersebut dengan bebas. Namun, Tiongkok berkeras, wilayah Laut Tiongkok Selatan berada dalam wilayah kedaulatan mereka. Washington menolak klaim itu.
Dari sejumlah analisis, kehadiran Tiongkok yang makin masif di kawasan menunjukkan minat negara itu memperluas pengaruh dan kehadirannya. Untuk itu, mereka membutuhkan pijakan untuk mendukung misi tersebut.
Kerja sama dengan Djibouti
Belum lama ini, militer Tiongkok bertemu dengan otoritas Djibouti membahas pembangunan fasilitas logistik untuk armada Tiongkok. Fasilitas itu dibutuhkan Beijing untuk mendukung operasi Tiongkok melawan bajak laut dan operasi perdamaian lain.
Mei lalu, Presiden Djibouti, Omar Guelleh Ismail mengatakan bahwa pemerintahnya sedang dalam proses pembicaraan dengan Tiongkok tentang pembangunan pangkalan militer di negara itu. Omar mengatakan, Djibouti akan menerima kehadiran Beijing di negara yang berbatasan langsung dengan Somalia, Eritrea, dan Etiopia itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hong Lei, mengatakan, fasilitas itu akan digunakan untuk memberi layanan logistik seperti bahan bakar, bahan makanan, tempat beristirahat, dan reorganisasi pasukan. “Pembangunan fasilitas yang relevan akan membantu angkatan laut dan tentara Tiongkok lebih berpartisipasi dalam operasi penjaga perdamaian PBB, melaksanakan misi pengawalan di perairan dekat Somalia dan Teluk Aden, dan memberikan bantuan kemanusiaan. Ini akan membantu militer Tiongkok lebih lanjut melaksanakan tanggung jawab internasional untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global dan regional,” kata Hong Lei dalam jumpa pers harian.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok, Wu Qian, mengatakan, Tiongkok ingin memainkan peran lebih besar untuk memastikan perdamaian dan stabilitas regional. Awal bulan ini, seorang perwira senior militer Tiongkok berkunjung ke Djibouti memeriksa kapal perang Tiongkok yang turut serta dalam patroli anti pembajakan. Amerika Serikat dan Perancis juga telah menggunakan pelabuhan Djibouti sebagai pangkalan mereka untuk memerangi perompak Somalia.
Tiongkok sendiri telah terlibat dalam operasi anti pembajakan di lepas pantai Somalia sejak akhir 2008. Pada awal 2010, Beijing setuju bergabung dengan operasi gabungan multinegara untuk melindungi Teluk Aden.
Kompas