Konsep peperangan bawah air dengan kapal selam sudah ditemukan sejak 500 tahun lalu, setidaknya sejak dibuatnya sketsa oleh Leonardo da Vinci.
Serangan kapal selam pertama tercatat pada tahun 1776, selama Perang Revolusi Amerika. Tenggelamnya kapal RMS Lusitania oleh U-Boat Jerman menjadi faktor terseretnya AS ke dalam Perang Dunia I (walau penyebab tenggelamnya kapal RMS Lusitania masih menjadi misteri hingga saat ini).
Kapal selam diesel elektrik pernah dianggap ketinggalan jaman jika dibandingkan dengan kapal selam nuklir, ibarat seperti ‘mobil bajai melawan mobil Ferrari’.
Namun sekarang kapal selam diesel elektrik menjadi primadona banyak Angkatan Laut di dunia, bahkan Rusia merencanakan kapal selam generasi kelimanya dengan tenaga diesel elektrik dan bukan tenaga nuklir.
Kemampuan kapal selam non nuklir kini semakin berteknologi tinggi dan canggih, dengan peralatan seperti baterai Lithium ion dan sel bahan bakar, termasuk penggunaan Air Independent Propulsion yang semakin membuat kapal selam mampu menyelam lama, mengintai selama berminggu-minggu dibawah air tanpa terdeteksi. Bandingkan dengan kapal selam nuklir yang membutuhkan pompa pendingin rektor nuklir yang mengeluarkan suara bising.
Dari segi persenjataan, kapal selam diesel elektrik kini juga tidak kalah dibandingkan kapal selam nuklir, bahkan kapal selam diesel elektrik ringan seperti Type 212 milik Angkatan Laut Israel sudah mampu melakukan serangan dengan rudal-rudal jelajah yang berhulu ledak nuklir.
Dan juga yang paling penting adalah kapal selam diesel elektrik berharga jauh lebih murah, dengan perawatan dan pemeliharaan yang lebih mudah bila dibandingkan dengan kapal selam nuklir.