Jakarta – Pakar pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie meminta pemerintah Indonesia tidak terbawa emosi dalam menyikapi persoalan pertahanan dan keamanan di perairan nusantara.
Ketegangan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, yang beratasan dengan Laut China Selatan, menurut Connie, tidak perlu sampai dibawa ke ranah internasional.
“Kita seringkali terbawa emosi. Kasus Natuna ini, tiba-tiba mau kita bawa menjadi kasus internasional,” ujar Connie.
Padahal, ujar Connie, jika pemerintah membawa insiden kapal coast guard China yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna ke Mahkamah Hukum Internasional, maka posisi Indonesia sangat lemah.
Lemahnya posisi Indonesia, karena International Maritime Organization (IMO) hanya mengenal dua jenis kapal, government ship (kapal pemerintah) dan war ship (kapal perang). Sementara kapal yang digunakan Indonesia dalam menindak kapal China merupakan kapal dengan kode KP atau kapal perikanan.
“Dari perspektif China, mereka bisa mengecek hukum internasional dan menemukan tidak ada jenis kapal ini, tidak peduli apakah ini kapal pemerintah atau bukan,” ujar Connie.
Dr Connie Rahakundini Bakrie (kedua dari kiri)Dia menjelaskan, meski kapal perikanan telah terdaftar sebagai kapal pemerintah secara hukum, namun jenis kapal ini belum terdaftar dalam IMO. Oleh sebab itu Connie menyarankan pemerintah Indonesia segera mendaftarkan kapal perikanan ke IMO agar mendapatkan pengakuan sebagai kapal penindak di wilayah perairan nusantara.
“Jangan sampai China mengklaim ada kapal tidak dikenal yang menyerang kapal mereka,” ujar Connie.
Selain persoalan pendaftaran kapal perikanan, pemerintah Indonesia disarankan membuat pembagian yang jelas antara kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) dengan kapal TNI Angkatan Laut, terutama terkait pertahanan keamanan di perairan Indonesia.
“Harus ada pembenahan siapa bermain (bertanggung jawab) di wilayah mana di lautan kita, agar tidak terjadi tumpang tindih,” ujar Conny Rahakundini Bakrie.
Saran-saran ini telah ia sampaikan kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Merdeka, 28/3/2016. Pertemuan itu dihadiri perwakilan Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia (FDIP-UI).
sumber : CNNIndonesia.com