Hingga saat ini, Pemerintah Filipina masih bersikeras untuk tidak membuka pintu bantuan dari pihak militer Indonesia, demi membebaskan sandera yang ditahan oleh kelompok Abu Sayyaf. Kepastian nasib sepuluh orang ABK asal Indonesia kian mendesak.
Berbeda dengan pihak pemerintah, salah seorang pemimpin senior Moro Nation Liberation Front (MNLF) yang tak mau namanya dipublikasikan, menyarankan agar militer Filipina mau menerima bantuan pasukan elite dari Indonesia dan Malaysia.
Menurutnya, Indonesia dan Malaysia sudah bukan ”orang lain” buat Filipina. Dua negara tetangga muslim itu disebutnya memiliki peran sangat penting dalam proses perdamaian Mindanao dan MNLF, serta Moro Islamic Liberation Front (MILF).
“Ini adalah saat terbaik buat AFP (Armed Forces of the Philippines) memerangi Abu Sayyaf,” katanya.
Senior MNLF ini mengatakan, Indonesia dan Malaysia sangat pantas membantu, sebab dua negara ini punya peran saat terlaksananya perjanjian damai besar antara pemerintah Filipina dengan MNLF dan MILF pada tahun 1996 dan 2014. Hal itu juga mengacu pada Final Peace Agreement (FPA) dan Comprehensive Agreement on the Bangsamoro (CAB).
Pemimpin senior MNLF itu pun menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan sepuluh WNI yang masih ditawan oleh kelompok Abu Sayyaf.
“Kami berutang kepada Indonesia dan Malaysia. Kini ada hal yang memalukan (penyanderaan, red) buat MNLF, Moro, pemerintah Filipina dan Filipina pada umumnya, saatnya menunjukkan terima kasih,” tuturnya.
MNLF dahulu merupakan satu organisasi pemberontak di bawah pimpinan Nur Misuari yang bertujuan membina satu negara Islam yang merdeka di Filipina Selatan. MNLF kemudian pecah sehingga menghasilkan kelompok-kelompok kecil, termasuk Moro Islamic Liberation Front dan kelompok Abu Sayyaf.
riaupos.co