Sepekan setelah penembakan massal di sebuah kelab kaum gay di Orlando, Florida, Senat Amerika Serikat melakukan voting Senin (20/6/2016), terkait pengetatan kepemilikan senjata api.
Hal ini dilakukan demi menghambat penjualan kepada para pelaku terorisme.
Hasilnya, Senat Amerika Serikat, menggagalkan usulan pengetatan pengendalian kepemilikan senjata api.
Empat amandemen undang-undang, dua dari Demokrat dan dua lainnya dari Republik, gagal meraih minimal 60 suara di Senat.
Rencana legislasi dipercepat setelah Senator Chris Murphy melakukan pidato di Senat terkait pengendalian senjata api pasca-penembakan yang menewaskan 49 orang itu. Murphy menekankan perlunya pemeriksaan latar belakang seseorang yang akan membeli senjata api.
Namun, Amandemen yang diusulkan murphy hanya didukung 44 suara dan 56 suara lainnya menentang.
Sementara Amandemen yang diajukan Partai Republik juga gagal yakni terkait penambahan anggaran untuk membenahi sistem pengecekan latar belakang pembeli.
Amandemen lainnya yang gagal adalah usulan terkait perintah pengadilan untuk menunda penjualan senjata api selama 72 jam kepada orang yang masuk daftar pengawasan teroris.
Amandemen terakhir yang gagal adalah usulan Dianne Feinstein, senator dari Partai Demokrat yang mengusulkan agar orang-orang yang masuk daftar pengawasan dilarang sepenuhnya membeli senjata api.
Upaya amandemen di Senat AS muncul setelah insiden penembakan yang dilakukan Omar S. Mateen. Seperti diketahui, Warga negara AS keturuna Afganistan itu, menyerang kelab kaum gay dengan brutal. Pelaku mempersenjatai diri dengan senapan serbu dan pistol kemudian berhasil ditembak mati oleh polisi setelah sebelumnya terjadi baku tembak.