Belasan aparat penegak hukum di Dallas, Amerika Serikat (AS) ditembak oleh dua penembak jitu di tengah aksi unjuk rasa di pusat kota Dallas, Kamis (7/7/2016). Dari 11 aparat kepolisian yang menjadi korban penembakan, lima diantaranya tewas, sementara enam lainnya luka-luka.
Kedua penembak jitu melakukan tembakan dari tempat tinggi ke arah sejumlah polisi sekitar pukul 20.58 waktu setempat. Tiga orang pelaku penembakan sudah ditahan, Kamis malam (7/7/2016) waktu setempat. Salah seorang pelaku menyerahkan diri setelah polisi merilis fotonya.
Berdasarkan keterangan Kepala Polisi Dallas David O Brown, aksi unjuk rasa dan penembakan polisi tampak dilakukan secara terkoordinasi.
“Mereka bekerja sama, menggunakan senapan, menembak dari posisi tinggi, menggunakan senapan penembak jitu dari titik berbeda di tempat berakhirnya aksi unjuk rasa,” ujar Brown dalam konferensi pers di Dallas, AS, Jumat (8/7/2016).
Hingga Jumat, kondisi di sekitar tempat kejadian pun terus siaga. Belum diketahui pasti identitas maupun motif yang dipublikasikan secara resmi oleh kepolisian setempat.
Brown mengatakan, polisi sempat bernegosiasi dengan pelaku penembakan, yang mengatakan akan ada banyak polisi yang terluka juga terbunuh. Brown menambahkan, pelaku sempat mengancam ada bom di seluruh sudut kota.
“Kami menduga bahwa para tersangka mengambil posisi di dua tempat berbeda dan memang berencana untuk menyerang bahkan membunuh polisi sebanyak yang mereka bisa,” imbuh Brown.
Saat insiden penembakan polisi itu terjadi, sekitar 800 orang menggelar aksi unjuk rasa dan 100 polisi tengah melakukan pengamanan. Walikota Dallas Mike Rawlings mengatakan, penembakan terjadi setelah aksi unjuk rasa berakhir dan longmarch selesai.
Aksi penembakan terhadap aparat kepolisian ini diduga dipicu oleh aksi penembakan warga kulit hitam oleh polisi di Minnesota dan Louisiana, sebelumnya.
Rabu malam (6/7/2016), seorang pria keturunan Afrika – Amerika bernama Philando Castile (32) ditembak oleh seorang polisi sewaktu sedang berada di dalam mobil, di Falcon Heights, negara bagian Minnesota, AS. Padahal menurut keterangan Gubernur Minnesota, Mark Dayton, Castile tidak melakukan kesalahan ketika mengemudi. Castile memang mengaku membawa senjata, namun tidak ada indikasi ia menunjukkan senjata tersebut kepada polisi.
Diamond Reynolds, kekasih Castile yang merekam insiden penembakan pria yang dicintainya itu pun mengungkapkan bahwa kekasihnya membawa senjata dengan lisensi kepemilikan senjata lengkap. Selain Castile dan kekasihnya, saat penembakan terjadi, seorang anak berusia 7 tahun juga berada di dalam mobil tersebut. Castile sempat dibawa ke rumah sakit, namun nyawa pria berkulit hitam yang bekerja sebagai pegawai sekolah negeri ini tidak dapat diselamatkan karena terluka sangat parah.
https://www.youtube.com/watch?v=sfOlP4AyRAo
Sehari sebelumnya, Selasa (5/7/2016) seorang lelaki kulit hitam lainnya, Alton Sterling (37), ditembak mati oleh polisi di Baton Rouge, negara bagian Louisiana, AS. Video mengenai insiden tersebut juga telah beredar di dunia maya dan memicu kemarahan di berbagai penjuru AS.
https://www.youtube.com/watch?v=gCMNRP10cPI
Berbagai insiden penembakan tersebut dinilai terjadi karena faktor rasial, mengingat korban kebanyakan merupakan warga negara AS kulit hitam. Dalam dua tahun terakhir, sebagian warga AS membentuk gerakan Black Lives Matter sebagai respons atas perlakuan diskriminatif terhadap warga kulit hitam di beberapa kota, seperti Ferguson, New York, dan Baltimore.