Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Tolak Disebut Otoriter

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak dianggap sebagai sosok otoriter, terkait kudeta militer di Turki. Menurutnya, kudeta merupakan kejahatan terhadap negara dan pembersihan dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi.

Berbicara melalui seorang penerjemah dalam sebuah wawancara dengan penyiar Al Jazeera, Erdogan mengatakan bahwa demokrasi Turki berada di bawah ancaman.

”Kami akan tetap berada di dalam sistem parlementer yang demokratis, kami tidak akan pernah mundur dari itu, apa pun itu yang diperlukan untuk perdamaian dan stabilitas bangsa akan dilakukan,” ujar Erdogan di istana kepresidenan di Ankara.

Komentar Erdogan muncul menjelang pengumuman status darurat selama tiga bulan sebagai respons Pemerintah Turki dalam menganggapi kudeta militer yang gagal.

”Saya ingin menggarisbawahi bahwa deklarasi keadaan darurat memiliki tujuan tunggal, mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi ancaman teroris yang dihadapi negara kita,” kata Erdogan, yang dikutip Kamis (21/7/2016).

Sebagai pemimpin Turki, Erdogan bersumpah untuk membersihkan “virus” di korps militer Turki. Ia juga memastikan setiap langkah yang diambil pemerintah usai upaya kudeta masih berada di dalam koridor hukum.

Data terbaru, target “pembersihan” oleh Pemerintah Erdogan usai upaya kudeta mencapai sekitar 60 ribu orang, yakni dari kalangan militer hingga akademisi. Erdogan melawan kritik terhadap dirinya, perihal banyaknya penangkapan yang dilakukan pemerintahnya usai kudeta gagal. Menurutnya, negara-negara lain juga melakukan hal serupa ketika negara berada dalam bahaya.

”Sebagai contoh, dalam menghadapi aksi terorisme, Prancis pun mengambil banyak langkah,” ujar Erdogan.

”Apakah mereka tidak menahan orang-orang secara massal? Apakah mereka tidak menangkap orang-orang dalam jumlah yang sangat tinggi? Kita tidak dapat menyangkal situasi tersebut.”

Sumber: international.sindonews.com

Share:

Penulis: