Pada hari Rabu (10/08/2016), Reuters melaporkan bahwa Vietnam telah “diam-diam membentengi beberapa pulau di Laut China Selatan yang disengketakan dengan peluncur roket baru yang mampu menyerang landasan pacu China dan instalasi militer di seluruh rute perdagangan penting”, mengutip seorang pejabat Barat yang tidak disebutkan namanya.
Penempatan sistem roket oleh Vietnam yang mampu menyerang China secara dramatis meningkatkan pertaruhan atas perairan dan wilayah sengketa, pengerahan kekuatan tersebut sebagai imbas atas eskalasi yang dilakukan oleh Beijing.
Provokasi oleh Vietnam muncul akibat dari penolakan Xi Jinping untuk mematuhi putusan tetap oleh Pengadilan Arbitrase di Den Haag, yang memutuskan bahwa klaim teritorial Beijing untuk perairan yang disengketakan dan pulau-pulau di Laut China Selatan adalah tidak berdasar.
China beralasan bahwa itu keputusan politik, tidak memiliki substansi dan prosedural, terutama karena Hague tidak memiliki yurisdiksi atas kasus ini. Menghadapi tekanan regional dan Barat untuk meninggalkan klaim mereka di perairan tersebut, Beijing telah merespon dengan tegas, memberitahu rakyatnya untuk mempersiapkan diri berperang. Beijing telah meningkatkan patroli tempur ke Laut China Selatan, untuk menunjukkan kekuatan militer yang ditujukan untuk menangkal kontra-provokasi. Bagaimanapun Vietnam telah menaikkan taruhan, meningkatkan kemungkinan perang antara kedua sekutu lama, dan berpotensi mendorong China untuk mendeklarasikan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ), kepulauan Paracel dan Spratly dengan aset militer tambahan untuk mencegah perampasan dari mereka.
Beijing mungkin akan meningkatkan eskalasi militer jika mencurigai bahwa Hanoi menggunakan peluncur roket untuk menciptakan kemampuan anti-akses/zona-larangan (A2/AD). Militer Vietnam adalah salah satu dari beberapa kekuatan global yang bisa mengancam China dalam perang konvensional, karena memiliki beberapa kapal selam paling canggih di dunia yang dibeli dari Moskow.
Perang antara Vietnam dan China sepertinya tidak mungkin terjadi, karena kedua negara memiliki latar belakang komunis, dan kemungkinan mereka akan memperbaiki dialog dan kompromi. Dalam lingkungan yang lebih luas, terjadi penumpukan kekuatan militer Jepang untuk menentang China, dan Amerika Serikat duduk di pintu belakang Beijing, telah mengerahkan sistem anti-rudal THAAD di Korea Selatan, kemungkinan aksi militer oleh China tidak dapat diabaikan.
Pemerintahan Obama mencabut sanksi militer dan ekonomi yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat pada Hanoi selama hampir 50 tahun, dan mulai menjual senjata ke Vietnam. Wilayah geopolitik telah menjadi kurang ramah pada China setelah putusan Den Haag, dan jika Beijing dipaksa dalam perlombaan senjata, ketegangan di Laut China Selatan tidak mungkin mereda dalam waktu dekat.
Sumber: Sputniknews
(Vegassus/JakartaGreater)