Pada tanggal 25 Agustus 2016, Defense News melaporkan bahwa Departemen Luar Negeri AS mulai mendekati sejumlah negara terutama tentang prospek norma-norma internasional yang baru untuk memandu ekspor kendaraan udara nirawak bersenjata (UAV).
Proposal satu halaman Departemen Luar Negeri, berjudul “Usulan Bersama Deklarasi Prinsip-prinsip untuk Ekspor dan Penggunaan selanjutnya Unmanned Aerial Systems (UAS) Bersenjata atau Kemampuan Menyerang”, bukan untuk mengikat aturan, tetapi sebaliknya, menganjurkan tindakan yang bertujuan menghasilkan transparansi dan kebijaksanaan dalam penjualan UAV bersenjata.
Menurut Defense News, proposal menyerukan lima pertimbangan utama:
- Pengguna akhir memahami tentang hukum internasional, terutama Hak Asasi Manusia.
- Komitmen penjual dalam mengikuti undang-undang kontrol senjata yang ada atau perjanjian (misalnya Missile Technology Control Regime atau MTCR);
- “Riwayat mengenai kepatuhan terhadap kewajiban internasional dan komitmen” dari pengguna akhir;
- Penjual menawarkan dan menjaga transparansi dalam hubungan mereka;
- Sebuah komitmen untuk memastikan bahwa penjualan dan penggunaan kemampuan drone bersenjata dilakukan dengan bertanggung jawab oleh semua negara.
Sementara seorang pejabat Departemen Luar Negeri telah memberitahukan Defense News bahwa dokumen tersebut adalah “komitmen politik” dan bukan seperangkat aturan yang mengikat secara hukum, itu bisa menjadi “langkah pertama” menuju langkah-langkah yang lebih tegas.
Apakah itu berarti kontrol ekspor baru (mirip dengan MTCR) masih belum diketahui. Dikatakan bahwa AS secara aktif bekerja untuk mengamankan dukungan dari “banyak negara”.
Defense News mengutip analisis perusahaan industri Avascent, yang percaya bahwa pasar UAV bersenjata akan membengkak menjadi US $1,7 miliar per tahun pada tahun 2024 (dari US $187 juta pada tahun 2014).
Sumber: Defense News