Pemerintah Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan atau komunikasi bilateral dengan Rusia terkait perang di Suriah. Keputusan ini diambil karena Rusia dinilai tidak memegang komitmen untuk menghentikan kekerasan di Suriah.
AS menuding Rusia telah gagal memenuhi komitmen tentang kesepakatan gencatan senjata di Suriah, mengingat pemerintah Rusia terus meningkatkan serangan di Suriah.
“Amerika Serikat menangguhkan partisipasinya dalam saluran-saluran bilateral dengan Rusia yang awalnya didirikan untuk mempertahankan penghentian permusuhan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby, dalam sebuah pernyataan yang merujuk pada perjanjian gencatan senjata 9 September silam.
Pada tanggal 9 September lalu, Rusia dan AS mengumumkan kesepakatan penting tentang gencatan senjata nasional di Suriah. Kedua belah pihak berharap akan menciptakan kerjasama militer di antara mereka untuk mengakhiri perang saudara di Suriah.
Sejak pekan lalu, AS sendiri telah melontarkan ancaman untuk menghentikan perundingan jika Moskow tidak berhenti membom kota Aleppo, Suriah. AS juga telah menarik personel militernya, yang bertugas bersama Rusia untuk membasmi tentara ISIS dan Jabhat Fateh al-Sham (JFS atau lebih dikenal dengan nama al-Nusra).
Menurut seorang pejabat senior AS, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry terakhir berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada Selasa (4/10/2016).
Tidak berselang lama sebelum pertemuan tersebut, tepatnya Sabtu lalu (1/10/2016), rumah sakit terbesar di Suriah yang menangani pasien trauma, M10 dihantam bom barel. Serangan udara yang dilancarkan Rusia dan Suriah di bagian timur Kota Aleppo ini menyebabkan dua pasien rumah sakit tewas dan belasan lainnya luka-luka. Akibat serangan itu rumah sakit tersebut terpaksa tutup sementara.
Belum berhenti sampai di situ, pasca-insiden tersebut, berbagai pihak mulai mengecam Rusia. Mereka menyebut bahwa serangan yang menghancurkan rumah sakit adalah tindakan yang tidak manusiawi dan kejam. Pemerintah Inggris bahkan menyebut Rusia telah melakukan kejahatan perang.
“Serangan udara ini, sebagian besar difokuskan pada Aleppo, dan telah memanfaatkan berbagai amunisi mematikan, termasuk bom barel, bom thermobaric, amunisi pembakar, bom cluster dan bom busters bunker,” ujar pejabat intelijen yang enggan diungkap identitasnya, seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, menanggapi keputusan pemerintah AS dan reaksi dunia, di Moskow, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengecam keputusan AS yang memutuskan saluran bilateral kedua negara. Ia justru menuding bahwa AS tengah mencoba menimpakan kesalahan kegagalan gencatan senjata Suriah kepada Rusia.
“Washington telah gagal untuk menjalankan komitmen kunci di bawah perjanjian yaitu memfasilitasi bantuan kemanusiaan untuk penduduk kota Aleppo dan untuk memberikan tekanan kepada kelompok bersenjata,” juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, seperti dikutip dari Xinhua, Selasa (4/10/2016).
Maria Zakharova memaparkan bahwa AS tidak bisa melaksanakan perjanjian tentang penyelesaian masalah Suriah yang dicapai dengan Rusia, serta tidak mampu meredakan krisis kemanusiaan di Aleppo. AS gagal memisahkan kelompok oposisi Suriah dari kaum teroris. Oleh sebab itu, kini, AS justru menimpakan tanggung jawab serangkaian kegagalan itu pada Rusia.