Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Muhammadiyah dan Harapan Kebangkitan Sains Islami

Statue Ibnu Sina, Turki
Muhammadiyah dan Harapan Kebangkitan Sains Islami 1

Sejak Muktamar Muhammadiyah di Makassar 2015 mulai ada pemikiran untuk membangun sebuah pusat riset di bawah naungan PP Muhammadiyah, yang awalnya diarahkan untuk membuat suatu Kalender Islam Global (KIG).

Dari sana kemudian terbentuk lembaga bernama the Islamic Science Research Network (ISRN) di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), yang selain bertugas membuat KIG juga diniatkan menjadi wadah bagi bidang keilmuan lainnya dengan menambahkan sembilan interest groups lainnya.

Selain bidang Astronomy, Astrophysics, and Space Science, juga dibentuk kelompok: Islamic Studies; Economy, Finance, and Public Policy; Energy and Natural Resources; Life Science and Clinical Medicine; Human Resources Development and Strategy; Engineering and Technology; Law, History and Civilization; ICT; dan Neurosciences and Neural Network.

Namun disadari, ISRN akan terlalu kecil jika harus sendirian membangun jaringan penelitian di atas. Maka harus ada upaya untuk menginventarisasi keahlian para pakar yang tersedia di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM). Dengan demikian, ini akan menjadi jaringan kerja besar bersama sesuai dengan filosofi sapu lidi.

Kongres Ilmuwan Muhammadiyah (KIM) pertama lalu menjadi ajang silaturahim nasional ilmuwan Muhammadiyah di luar helatan besar Muktamar. Kongres ini kemudian melahirkan Himpunan Ilmuwan Muhammadiyah (HIM) yang strukturnya akan berada di bawah PP Muhammadiyah.

Integrasi Integrasi antara al-Qur’an dengan sains selalu didambakan oleh ilmuwan Muslim akibat adanya pembangunan sains yang cenderung terpisah daripada pesan-pesan spritual al-Qur’an.

Bapak sains moderen terkemuka Albert Einstein (1879-1955) mengatakan dalam sebuah simposium Science, Philosophy and Religion: a Symposium (1941): Science without religion is lame, religion without science is blind.

Namun tetap saja, umat Islam memiliki kendala besar melakukan intergrasi antara al-Qur’an dan sains karena sejak abad pertengahan, penemuan-penemuan besar ilmiah memang hanya didominasi oleh umat non-Muslim yang sejak masa rennaissance menganggap bahwa agama hanyalah penghambat kemajuan sains.

Yang orang lupakan adalah fakta bahwa seandainya Sir Isaac Newton (1642-1726) tidak dapat memformulasikan the laws of motion dan universal gravitation, hukum gravitasi yang sessungguhnya sebetulnya tetap ada di alam raya ini. Allah lah yang telah menciptakan dan selalu menjaga berlangsungnya hukum gravitasi itu sejak Big-Bang sampai kiamat nanti.

Jadi, inti integrasi antara al-Qur’an dan sains sesungguhnya terletak pada kemandirian ilmuwan Muslim untuk melakukan inovasi dan inventori sains dan teknologi moderen yang mandiri. Bukan hanya sebagai pengekor dan pengikut sains dan teknologi moderen ciptaan para ilmuwan yang semakin sekuler dan mendikotomikan antara sains dan agama.

Allah lah pemilik dan sumber semua ilmu yang sesungguhnya. Milik-Nya lah semua yang di langit dan bumi, dan semuanya tunduk dengan patuh (berdzikir) kepada Nya (Al-Baqarah [2]: 116).

Penyebab Kemunduran Salah satu penyebab utama kemunduran umat Islam adalah terlalu cintanya umat pada gemerlapnya perhiasan dan kemegahan dunia, dan firman Allah: Dan kamu, mencintai kekayaan dengan sangat berlebihan (Al-Fajr [89]: 19).

Sejarah peradaban umat Islam yang terus menurun pasca-kegemilangan peradaban Islam di abad pertengahan dapat dilihat dari peristiwa berikut: Raja Islam Jehangir membangun istana Hiran Minar yang terletak di Lahore, Pakistan, pada tahun 1606 hanya untuk mengenang rusa kesayangannya yang mati.

Raja Islam Shahbuddin Mohammed Shah Jahan mempekerjakan 22.000 seniman selama 16 tahun (1632-1648) hanya untuk membangun Taj Mahal untuk kuburan istrinya, Mumtaz Mahal. Taman di sekitarnya memerlukan waktu pembangunan selama 5 tahun tambahan. Pembangunan monumen kemewahan dunia ini telah menyebabkan kebangkrutan ekonomi kerajaan sehingga dia dipenjara sampai meninggal oleh anaknya sendiri.

Sangat menyedihkan. Padahal, pada tahun 1492, umat Islam baru saja mengalami kehancuran kerajaan the Emirate of Granada dimana dua pusat peradaban Islam terakhir di Granada dan Alhambra jatuh melalui sebuah pertempuran the Battle of Granada. Inilah sisa-sisa terakhir kerajaan Islam al-Andalus di Eropa.

Sebuah kebodohan yang tiada tara, jika setelah kalah perang, raja Islam malah membangun monumen-monumen kemewahan. Bukannya membangun sumber daya manusia generasi penerus agar mencapai kemuliaan yang sejati.

Sementara, bangsa Barat dengan etos pembangunan sumber daya manusia yang tinggi melakukannya dengan cara yang lebih Islami ketimbang penguasa-penguasa Islam di atas.

Ketika penguasa Islam Jalaluddin Akbar membangun Istana Fatehpur Sikri pada tahun 1569, Inggris terus mengembangkan Oxford University yang telah berdiri sejak tahun 1096. Ketika Shah Jahan menghabiskan sumber daya kerajaan membangun Taj Mahal pada 1632-1648, Amerika membangun Harvard University pada tahun 1636.

Kita dapat melihat hasilnya, sampai 2007 lalu saja, para peneliti Harvard telah menghasilkan 40 hadiah Nobel. Selama pembangunan Taj Mahal, hampir 50 universitas telah didirikan di Amerika Serikat dan saat ini menjadi universitas terbaik di dunia.

Menurut Academic Ranking of World Universities (2003-2016): di antara 100 perguruan tinggi terbaik dunia, tidak ada satupun universitas dari negeri Islam yang masuk dalam daftar tersebut. Di antara 200 perguruan tertinggi terbaik dunia, 60 persen didominasi oleh universitas dari empat negara, yakni Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Jepang.

Berarti 40 persen sisanya dibagi oleh ratusan negara-negara lain di dunia. Tidak ada satupun universitas dari negeri Muslim yang mampu menembus 200 universitas terbaik ini sampai tahun 2013. Baru pada 2014, ada dua universitas Saudi Arabia yang mampu menembus kelompok 200 universitas terbaik dunia ini, meskipun ada di lapisan terbawah.

Menurut University Ranking of Academic Performance (2010-2016): Sekitar 80 persen dari 100 universitas terbaik di dunia didominasi oleh Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Kanada, China, Prancis, Belanda dan Australia. Dominasi universitas Amerika Serikat sendiri lebih dari 40 persen. Tidak ada satupun perguruan tinggi dari negeri Muslim yang masuk dalam hitungan.

Kemerosotan kualitas perguruan tinggi negara Muslim tercermin dari jumlah publikasi. Ketika agregat publikasi ilmiah Amerika Serikat (1996-2015) sekitar 9,3 juta dokumen, Indonesia hanya menghasilkan 38,7 ribu dokumen. Singapura yang penduduknya hanya sekitar 5,6 juta memiliki total publikasi 215,5 ribu, dan Malaysia (jumlah penduduk 31,3 juta) yang banyak belajar dari Indonesia pada awal tahun 1970-an memiliki jumlah publikasi 181,6 ribu.

Kedudukan perguruan tinggi swasta seperti Perguruan Tinggi Muhamadiyah (PTM) dalam konstelasi peta dunia tentu saja lebih memprihatinkan lagi. Namun, dengan perkiraan jumlah mahasiswa di seluruh 172 PTM sekitar 450 ribu, seharusnya PTM berada pada peringkat belasan pada daftar jaringan perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa terbesar di dunia.

PTM hanya sedikit di bawah California State University, USA yang memiliki jumlah mahasiswa 460 ribu (lihat Wikipedia). Pemeringkatan ini membuktikan bahwa existensi PTM belum termonitor oleh radar dunia.

Kemajuan Pemikiran Di tengah semangat untuk mengembalikan kejayaan peradaban Muslim yang maju seperti abad pertengahan, kita harus sadar bahwa karunia Allah atas kemampuan kita sebetulnya terbatas.

Kemampuan kita melihat hanya dibatasi pada spektrum sinar tampak yang terletak antara spektrum elekromagnetik dengan panjang gelombang 0,4 mikron sampai dengan 0,7 mikron (1 mikron = satu per seribu milimeter). Padahal panjang gelombang yang disediakan Allah di alam raya berada dalam skala picometer (satu per satu miliar milimeter) sampai dengan 100 mm (100 juta meter).Kemampuan kita mendengar juga dibatasi pada frekuensi 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz. Binatang ada yang mampu mendengar dalam skala sub-sonic 7Hz sampai di atas 100.000 Hz.

Keterbatasan di atas sebetulnya merupakan karunia yang sangat besar. Jika, mata kita dapat menangkap spektrum gelombang di luar yang kita miliki sekarang, kita malah tidak akan dapat menikmati indahnya dunia ciptaan Allah.

Allah lebih tahu apa yang sesungguhnya terbaik untuk manusia. Apa yang Allah anugerahkan itu harus kita manfaatkan pula sebaik-baiknya, semata-mata hanya untuk mengagungkan Allah SWT. Bukan justru untuk bermaksiat pada Allah.

Salah satu maksiat pada Allah adalah percaya pada Darwinian Theory (Evolutionism) karena sejatinya teori materialisme ini bertujuan menafikan kekuasaan Sang Khaliq.

Saat manuasia mati, jasad mereka mungkin menjadi jutaan belatung, Belatung ini dimakan burung, burung ini dimakan kucing, dan kucingnya mati di sebuah planet di galaxi lain ketika dibawa sebagai hewan percobaan oleh seorang astronot. Lalu berapa ribu-ribu triliun tahun diperlukan Allah untuk membangkitkan kembali miliaran manusia di padang Mahsyar dari sel-sel yang berserakan jika untuk menciptakan Adam AS, Allah memerlukan evolusi miliaran tahun? Dengan tegas Allah menjelaskan bahwa hari kebangkitan nanti adalah laksana satu ketukan tuts komputer yang merupakan perintah atas sebuah search engine yang maha dahssyat untuk mengumpulkan setiap sel tubuh miliaran manusia sekaligus. Kun fayakun. Saat itulah kita harus mempertanggungjawabkan perbuatan kita di dunia. Suatu hari ketika terompet akan ditiup oleh malaikat, dan kamu akan dibangkitkan sekaligus dalam berkelompok (An-Naba[78]: 18).

Upaya membangun peradaban umat Islam masih menghadapai tantangan yang sangat luar biasa. Muhammadiyah dan PTM tidak mungkin terlalu mengharapkan bantuan pemerintah karena energi pemerintah sendiri terkonsentrasi dalam mendongkrak kualitas perguruan tinggi negeri.

Hanya melalui kerja sama semacam Himpunan Ilmuwan Muhammadiyah, Muhammadiyah akan mampu melakukan peran pentingnya dalam membangun Indonesia yang berkemajuan. Peradaban yang Islami seperti yang telah dicapai oleh umat Islam pada abad pertengahan.

Prof Tono Saksono
Ketua Himpunan Ilmuwan Muhammadiyah (HIM), dan Kepala Islamic Science Research Network (ISRN) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka).

Share:

Penulis: