Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Polri Tindak Tegas Pelaku Sweeping

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian
Polri Tindak Tegas Pelaku Sweeping 1

Jakarta – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan pihaknya akan menindak tegas setiap pelaku “sweeping” yang meresahkan masyarakat.

“Kepada seluruh jajaran Polri saya minta jangan ragu, kalau ada yang lakukan ‘sweeping’ dengan aksi anarkistis, tangkap. Jelas itu. Yang akan berkumpul untuk alasan sosialisasi, bubarkan,” kata Kapolri Tito di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, 20/12/2016.

Dia mengatakan jika pelaku “sweeping” tersebut tidak mau dibubarkan maka aparat kepolisian dapat mengenakan Pasal 218 KUHP.

“Melawan petugas sampai ada yang luka kenakan Pasal 214 KUHP, tujuh tahun ancamannya,” tuturnya.

Tito mengatakan agar aparat kepolisian jangan ragu-ragu menindak jika ada gerombolon orang mau melakukan sweeping atau melakukan sosialisasi “sweeping” dan tindakan itu dinilai meresahkan.

“(Aparat kepolisian) Boleh membubarkan kerumunan yang dianggap akan menggangu ketertiban umum. Perintahkan bubar tiga kali kalau tidak mau bubar, tangkap. Meskipun hanya berkumpul dalam rangka sosialisasi. Kenapa? Karena bergerak dalam jumlah yang besar apalagi kalau nggak pakai helm, itu pelanggaran hukum. Dan imbauan saya ini untuk semua daerah,” ujarnya.

Jika setelah dibubarkan pelaku “sweeping” melawan, maka mereka dapat tangkap sesuai aturan hukum.

“Kalau ada petugas (kepolisian) yang terluka ancamannya tujuh tahun, pelaku bisa ditahan. Jangan ragu-ragu,” ujarnya, menegaskan.

Sesuai arahan Presiden, Kapolri Tito Karnavian mengatakan tidak boleh ada ormas-ormas yang melakukan langkah-langkah “sweeping” dengan penegakan hukum sendiri yang beralasan mengawal fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penggunaan Atribut Keagamaan Nonmuslim di Mal-Mal dan Pusat Perbelanjaan.

“Karena penegak hukum adalah kepolisian yang utama. Jadi nggak boleh ada kelompok-kelompok nonpenegakan hukum yang melakukan tindakan kekerasan atau upaya-upaya intimidasi ke masyarakat,” jelasnya.

Tito juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika terjadi “sweeping”, kepada pihak kepolisian.

“Masyarakat kita minta tenang kalau ada apa-apa lapor polisi dan kita akan tindak tegas,” imbuhnya.

Sebelumnya, muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan suatu ormas yang melakukan “sweeping” di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/12/2016).

Menang : Ormas Tidak Perlu Lakukan Sweeping

Hal senada disampaikan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim, yang mengatakan organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak perlu melakukan “sweeping” atribut perayaan Natal.

“Ormas-ormas menurut saya tidak perlu melakukan itu (“sweeping”). Karena kalau semua ormas melakukan itu akan menjadi anarkis. Kalau satu ormas dibiarkan maka ormas yang lain juga akan melakukan hal yang sama. Dan itu sangat tidak baik,” kata Menag Lukman, Jakarta, 20/12/2016

Menurutnya, ormas tidak bisa serta merta melakukan “sweeping” karena “sweeping” sebenarnya merupakan upaya paksa dengan menggunakan kekerasan.

Dia mengatakan kalau yang dimaksud adalah upaya paksa atau dengan ancaman, atau bahkan dengan menggunakan kekerasan maka “sweeping” itu hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum karena atas dasar hukum.

Terkait masalah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya Muslim menggunakan atribut non-Islam, Menag Lukman menuturkan fatwa itu mengikat bagi yang muslim yang meminta dikeluarkannya fatwa itu.

“Jadi oleh karenanya bagi yang tidak meminta maka tentu tidak terikat dengan isi fatwa itu,” ujarnya.

Antara

Share:

Penulis: