Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Ancaman Perang Elektronika dan Kebutuhan UAV untuk TNI

UAV Wulung (Foto : Detik.com)
Ancaman Perang Elektronika dan Kebutuhan UAV untuk TNI 1

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan luas wilayah daratnya sekitar 2 juta km persegi dan luas lautan nya sekitar 3jt km persegi. Bagaimana dengan wilayah udaranya? Wilayah udara kita merupakan gabungan antara luas wilayah darat dan laut alias mencapai sekitar 5 juta km persegi..! Sangat kaget apabila membaca berita dari sebuah media online beberapa waktu yang lalu dimana radar pertahanan tidak mampu bekerja selama 24 jam sehari. Dengan asumsi ada beberapa jam blankspot di ruang udara kita, maka berapa banyak potensi ancaman yang hadir untuk mengganggu kedaulatan negara kita?

Apalagi ancaman agresi militer baik secara konvensional maupun klandestein hampir 80% didahului oleh unsur udara. Ditambah lagi, dewasa ini peperangan secara elektronik (pernika) semakin sering terjadi. Ancaman perang elektronik alias pernika pun semakin jelas setelah negara tetangga kita di Selatan (sebut saja Australia) resmi mengaktifkan skadron pesawat pernika mereka setelah menerima pesawat E/A-18 Growler mereka beberapa waktu lalu. Australia pun resmi menjadi satu-satunya negara diluar Amerika Serikat yang mengoperasikan pesawat ini..Lalu bagaimana kesiapan TNI dalam menghadapi pernika ini? Perbaikan dan penambahan jumlah radar modern, pengadaan pesawat AWACS , dan mungkin pengadaan satelite milter mungkin harus dilakukan disamping peningkatan kualitas SDM dari prajurit sat-radar maupun cyber kita agar bisa mengatasi semua problem dibalik layar radar yang tersedia.

Apalagi hingga saat ini doktrin intercept dari pesawat pesawat TNI masih sering menggunakan teknik GCI yang sangat rawan jamming dari pesawat-pesawat Growler milik negara tetangga ini. Bukanlah suatu hal yang lucu ketika kita punya pesawat atau sistem pertahanan udara yang bagus tapi buta arah atau terlambat merespon setiap ancaman yang hadi. Belum lagi hal ini diperparah dengan sering terjadi nya black flight yang begitu saja melintas di ruang udara kita.

Selain mempersiapkan radar untuk kepentingan pertahanan Indonesia di masa yang akan datang, Indonesia juga harus mulai membangun sebuah kekuatan pesawat tanpa awak alias UAV. Kebutuhan akan UAV terhadap pertahanan suatu negara memang sudah menjadi kebutuhan, khususnya untuk mengisi peran misi-misi Intelligence, surveillance, and reconnaissance (ISR). Selain untuk mengisi misi ISR, kedepannya UAV juga dapat dikembangkan menjadi UCAV, dimana UAV juga bisa difungsikan menjadi pesawat serang berpresisi tinggi yang bisa dioperasikan dalam misi-misi beresiko tinggi. UAV / UCAV sendiri saat ini sudah beroperasi secara global, dan sering kali terlibat dalam berbagai macam konflik. Indonesia sendiri sudah mengoperasikan UAV ini sebenarnya sejak lama. Dalam Operasi Mapenduma di Papua 1996, Kopassus sampai rela meminjam UAV dari luar negeri demi lancar nya operasi pembebasan sandera ketika itu.

Memasuki era pengembangan MEF saat ini, pembangunan skadron-51 UAV yang ditempatkan di Lanud Supadio Pontianak pun semakin serius dilakukan. Disaat yang bersamaan PT Dirgantara Indonesia bersama BPPT juga telah berhasil memproduksi UAV Wulung. Drone ini mampu terbang hingga radius 100 kilometer dari pusat pengendali, selama 2-3 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga maksimal 5.500 kaki atau 1,7 kilometer.Wulung juga dilengkapi dengan kamera yang mampu mengambil data video dan foto secara real time dengan kualitas definisi tinggi dan dilengkapi dengan teknologi infra merah. UAV Wulung juga telah mendapatkan sertifikat tipe dari Otoritas Kelayakan Terbang Militer Indonesia (IMAA) sehingga sudah bisa dikatakan layak terbang. Menurut pihak PT Dirgantara Indonesia, Produksi si Wulung ini tidak memakan waktu lama karena hanya dibutuhkan waktu enam minggu untuk memproduksi satu drone. Hal ini membuktikan bahwa, produk dari Industri dalam negeri juga sedikit demi sedikit bisa menjadi produk yang dapat diandalkan digaris depan, walau dalam segi kualitas, teknologi yang ditanamkan harus terus dikembangkan agar bisa setara dengan produk-produk dari luar negeri.

UAV Skadron 51 saat ini dikabarkan sudah diperkuat UAV Aerostar dan juga mungkin kedepannya Wulung juga akan diopreasikan disini. Skadron 51 juga sudah di mendonstrasikan UAV Aerostar sebagai pesawat pantau yang membantu dan mengawasi koordinasi ketika HUT TNI ke-70 di Banten tahun lalu. Nah, ketika Indonesia semakin serius mengembangkan UAV ada baiknya pemerintah Indonesia juga serius membangun sebuah satelit pertahanan. Karena akan percuma apabila UAV-UAV kita melakukan misis ISR namun penggunaan server satelit nya masih menggunakan satelite/ server orang lain. Hal ini akan menghambat efektifitas pengumpulan data intelijen, apalagi ketika dihadapkan kepada konflik dengan intensitas tinggi. Mudah-mudahan kedepannya sistem pertahanan yang bersinergi di darat, laut, dan udara dapat terwujud dengan baik sehingga kedaulatan NKRI dapat terjaga juga dengan baik…

Penulis : Prasta Kusuma, S.IP
Alumni Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD

Share:

Penulis: