Jakarta – KPK memanggil 11 orang panitia pengadaan yang merupakan pegawai Badan Keamanan Laut (Bakamla), dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit Bakamla.
“11 orang saksi diperiksa untuk tersangka ESH,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Senin, 9/1/2017.
Kesebelas saksi yang dipanggil itu adalah Koordinator sekaligus anggota Unit Layanan Pengadaan Bakamla tahun anggaran (TA) 2016 untuk Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Inhuker Keamanan dan Keselamatan Laut, E; Ketua Unit Layanan Pengadaan Bakamla LM; Anggota Tim Teknis Pendampingan Pelaksanaan Pengadaan WSP, DT, YN DS, IA.
Selanjutnya anggota sekaligus koordinator Unit Layanan Pengadaan Bakamla TA 2016 untuk Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Keamanan Laut, JA; anggota Tim Teknis Pendampingan Pelaksanaan Pengadaan Bakamla, TIH; Koordinator Tim Teknis Pendampingan Pelaksanaan Pengadaan R; Kepala Pusat Pengelola Informasi Marabahaya Laut, AM.
Kemudian, anggota Unit Layanan Pengadaan Bakamla TA 2016 untuk Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Inhuker Keamanan dan keselamatan Laut, NI.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada Rabu (14/12) terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran ESH, dan tiga orang pegawai PT MTI, HS, MAO dan DSR di dua tempat berbeda di Jakarta.
Empat orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran, ESH sebagai tersangka penerima suap, serta Direktur PT ME, FD serta dua pegawai PT MTI, HS dan MAO sebagai tersangka penerima suap.
ESH disangkakan pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan FD, HS dan MAO sebagai tersangka pemberi suap disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama TNI BU sebagai tersangka penerima suap. BU diketahui sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek bernilai Rp 220 miliar tersebut.
ESH diduga baru menerima Rp 2 miliar sebagai bagian dari Rp 15 miliar “commitment fee” yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 220 miliar. Berdasarkan informasi yang dihimpun, meski ada dugaan pemberian janji kepada atasan ESH, realisasi janji tersebut belum terlaksana.
Antara