Korea Utara menembakkan 4 (empat) rudal balistik antar benua ke Laut China Timur pada hari Senin (06/03/2017), sebagai bentuk protes yang jelas terhadap latihan militer bersama Korea Selatan dan Amerika Serikat, menurut Kepala Staf Gabungan (JCS).
Rudal tersebut terbang sejauh 1.000 kilometer, tidak terlihat sebagai ICBM
Peluncuran terbaru datang setelah 22 hari negara komunis itu menembakkan rudal balistik jarak menengah baru, dan menandai provokasi kedua sejak pelantikan Presiden AS Donald Trump pada bulan Januari.
Hal ini diharapkan berdampak pada review kebijakan Washington terhadap Pyongyang sebagai tindakan garis keras, termasuk pemindahan senjata nuklir taktis ke Korea Selatan untuk pertama kalinya selama 26 tahun terakhir, telah disebutkan oleh pemerintahan Trump, menurut New York Times .
JCS mengatakan rudal ditembakkan dari pusat peluncuran rudal Dongchang-ri di Provinsi Pyongan Utara pada pukul 07:34 waktu setempat dan semua terbang rata-rata sejauh 1.000 kilometer. Pemerintah Jepang mengatakan bahwa tiga dari empat rudal mendarat di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang.
Segera setelah peluncuran, muncul spekulasi bahwa rudal tersebut mungkin termasuk sebuah rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu memukul sasaran di daratan AS, mengingat lokasi yang digunakan untuk peluncuran kali ini. Pada bulan Februari tahun lalu, Pyongyang juga meluncurkan roket jarak jauh dari lokasi yang sama.
Namun juru bicara JCS Kolonel Roh Jae-Cheon mengatakan bahwa kemungkinan peluncuran ICBM sangat rendah mengingat lintasan dari keempat rudal dan jarak penerbangan mereka.
“Rudal-rudal tersebut terbang sekitar 1.000 kilometer dan mencapai ketinggian maksimum 260 kilometer”, katanya. “Tampaknya tidak mungkin ICBM telah ditembakkan, tetapi kita butuh lebih banyak waktu untuk mencari tahu apa jenis rudal ini. Korea Selatan dan Amerika Serikat bersama-sama melakukan analisis lebih rinci”.
Kim Dong-yup, seorang peneliti di Institut Far Eastern Studies (IFES), mengatakan tampaknya ada kemungkinan kuat bahwa Korea Utara kali ini telah menembakkan rudal Scud-ER (Extended Range) atau rudal Rodong dan bukan ICBM.
Korea Selatan dan Amerika Serikat mulai latihan militer dwi bulanan, Foal Eagle, pada tanggal 1 Maret dan berencana untuk melakukan Key Resolve, latihan militer yang sebagian besar melalui simulasi komputer, selama dua minggu hingga 13 Maret.
Pada tanggal 2 Maret, Korea Utara mengancam akan mengambil tindakan militer yang keras, dan memperingatkan bahwa Seoul dan Washington akan menghadapi akhir menyedihkan jika mereka memprovokasi Korea Utara sebagaimana mereka siap untuk menghalangi setiap agresi nuklir.
Korea Utara telah lama mengklaim bahwa latihan yang militer bersama oleh pasukan musuh untuk menginvasi Korea Utara dengan senjata nuklir.
Penjabat Presiden dan Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn mengadakan pertemuan dengan Dewan Keamanan Nasional pada pukul 09:00 waktu setempat di bunker bawah tanah yang ada di Cheong Wa Dae untuk membahas tanggapan Seoul atas provokasi terbaru dari Korea Utara.
Hwang sangat mengutuk peluncuran, mengatakan bahwa provokasi nuklir dan rudal Korut sebagai “ancaman nyata dan dekat dengan kehidupan dan keamanan rakyat”.
“Kami harus menyelesaikan penyebaran baterai Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) oleh Angkatan Bersenjata AS-Korea (USFK) secepatnya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan rudal”, kata Hwang. “Kita juga perlu mendorong langkah-langkah yang relevan untuk secara efektif memperkuat melalui perpanjangan pencegahan Washington”.
Perpanjangan pencegahan mengacu pada komitmen dari Washington yang menyatakan akan membela sekutunya dengan mengerahkan semua kemampuan militer termasuk rudal nuklir dan konvensional untuk menghadapi provokasi Korea Utara.
Sebagai bagian dari upaya untuk berkoordinasi dengan Amerika Serikat dan Jepang, Kim Kwan-jin, kepala Kantor Keamanan Nasional, mengadakan pembicaraan telepon dengan timpalannya dari AS, HR McMaster, di mana para penasihat keamanan tingkat atas telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama antara kedua sekutu dalam menguatkan sanksi serta memberikan tekanan pada Korea Utara.
Menlu Korsel, Byung-se juga mengadakan pembicaraan telepon dengan Menlu Jepang, Fumio Kishida, sementara utusan nuklir Korsel, Kim Hong-kyun mengadakan pembicaraan telepon dengan rekan-rekan dari Jepang dan AS, menurut Departemen Luar Negeri Korsel.
Kementerian Luar Negeri Korsel mengutuk provokasi terbaru dari Korut, menyebutnya sangat jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan ancaman besar kedua kepada Semenanjung Korea dan dunia.
Menlu Korsel juga memperingatkan bahwa Korea Utara akan menghadapi konsekuensi dari provokasi yang terus dilakukan dan mengejar program nuklir serta rudal ditengah meningkatnya tekanan dunia.
Departemen Luar Negeri AS juga mengutuk keras peluncuran rudal Korut itu, menegaskan kembali komitmennya untuk mempertahankan diri dan Korea Selatan dengan menggunakan “berbagai kemampuan yang dimilikinya”.
Korea Times