Pariaman – Diresmikannya Monumen Perjuangan TNI Angkatan Laut di Pantai Gandoriah Pariaman, Sumatera Barat, menambah pesona kota yang dikenal dengan festival tahunan Tabuik tersebut. Peresmian monumen itu dilakukan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi pada Rabu 8 Maret 2017.
Monumen ini dibangun di lahan tepi pantai seluas 600 meter persegi dan terletak tepat di pusat keramaian seperti stasiun kereta api.
Pesona baru monumen yang diresmikan ini berbentuk kapal perang dilengkapi Meriam Kapal Experi KRI Teluk Tomini 508 di atasnya serta di dinding kapal bertuliskan 83.
Pada bagian belakang kapal terdapat tulisan serta diorama yang menerangkan tentang perjuangan TNI AL di Pariaman pada Agresi Militer Belanda II.
Di bagian sisi kiri dan kanan monumen terdapat Tank Amfibi jenis P76 buatan Uni Soviet pada 1947 yang bertuliskan Marinir serta Meriam Howikzer M30 122 yang selama ini juga berjasa dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di dalam monumen juga terdapat ruangan yang saat ini dijadikan markas sementara TNI AL sampai Pos AL yang akan dibangun di kota itu selesai.
Apabila Pos AL selesai maka ruangan dalam monumen akan menjadi museum sehingga peran monumen sebagai sarana edukasi akan menjadi lebih maksimal.
Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan Monumen Perjuangan TNI AL yang diresmikan ini merupakan pertanda bahwa Pariaman pernah menjadi tempat pertahanan TNI AL pada masa Agresi Militer Belanda I dan II.
Ia menyebutkan banyak kota di Indonesia yang tercatat di dalam narasi sejarah perjuangan TNI AL namun tempat peristiwanya tidak sebanyak Pariaman.
“Dalam narasi sejarah ada 30 tempat yang disebutkan di Pariaman dan sekitarnya,” ujar KSAL.
ke-30 tempat sejarah tersebut disebutkan nama kecamatan dan kampung baik yang ada di Pariaman maupun di daerah tetangga yaitu Kabupaten Padangpariaman.
“Meskipun tempat-tempat tersebut disebutkan dalam jangka waktu yang pendek,” katanya.
Yaitu Desember 1948 sampai Januari 1950 yang artinya perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari TNI AL dan masyarakat dilakukan secara berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain.
Sering berpindahnya TNI AL pada masa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut karena belum memiliki perlengkapan tempur yang memadai.
Sehingga pada perang tersebut TNI AL hanya menggunakan kapal-kapal kecil dan perang lebih banyak di darat dari pada di laut. Pada 1957 TNI AL baru memiliki kapal dan persenjataan yang memadai.
Ia berharap monumen yang ia resmikan di Pantai Gandoriah ini dapat menjadi momentum untuk menghargai jasa para pahlawan untuk mempertahankan kemerdekaan dengan mengisinya dan membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi.
“Oleh karena itu manfaatkan monumen dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Menurutnya monumen ini dapat menjadi sarana edukasi serta memperindah Pariaman sehingga menambah pesona kota tersebut.
Berdasarkan catatan sejarah, Kota Pariaman pernah dijadikan basis pertahanan karena pada Agresi Militer Belanda I, tentara Belanda berusaha menguasai Sumbar yang secara perlahan menguasai bagian pesisir provinsi itu.
Pada 8 Maret 1946 Mayor Sulaiman diperintahkan oleh Komandan Divisi III Banteng untuk memindahkan Markas Komando TKR Laut Sumatera Tengah ke Pariaman karena kondisi Kota Padang, Sumbar yg sudah tidak aman. Sejak itu kota tersebut dikenal sebagai Markas AL Pangkalan Besar Pariaman.
Pada Agresi Militer Belanda II, tentara Belanda berusaha merebut Pariaman dengan melakukan beberapa kali serangan. Serangan pertama terjadi pada 19 Desember 1948 dengan menggunakan kapal perang serta meriam kaliber 130 dari depan Pulau Angso Duo, Pariaman mengarah ke markas TNI AL.
Serangan tersebut dibalas oleh TNI AL dengan tembakan meriam tomong buatan Sawahlunto namun tidak berhasil dikarenakan jarak tembaknya tidak bisa mencapai sasaran.
Pada pukul 05.30 WIB Januari 1949 Belanda kembali melancarkan serangan ke markas TNI AL di Pariaman.
Serangan tersebut dilakukan melalui pesawat tempur Musteng dengan menembaki dan membom TNI AL di Kelurahan Alai Gelombang, Kecamatan Pariaman Tengah, Pariaman guna melindungi tentara Belanda masuk ke Pariaman.
Pada pukul 09.00 WIB tentara Belanda masuk dari arah Kelurahan Alai Gelombang dan berpencar menjadi tiga kelompok yaitu Kelurahan Jawi-jawi, Kampung Jawa, dan Kampung Nias tujuannya ialah mengepung Pariaman.
Meskipun serangan Belanda semakin gencar TNI AL tetap bertahan di posisinya masing-masing, salah satunya bunker yang terletak di Jalan Tugu Perjuangan dekat kantor Pos Pariaman sekarang. Di dalam bunker tersebut terdapat 36 orang yang terdiri dari TNI AL dan warga sipil.
Pada pukul 11.00 WIB terjadi pertempuran di bunker tersebut namun TNI AL kehabisan amunisi sehingga terpaksa keluar agar tidak ditangkap oleh tentara Belanda.
Namun mereka disambut dengan tembakan oleh tentara Belanda sehingga 34 orang gugur dan hanya dua orang yang selamat. Sorenya Belanda telah menguasai Pariaman sedangkan TNI AL diperintahkan untuk meninggalkan Pariaman.
Pada 17 April 1949 Belanda melakukan serangan dengan mendarat di pantai Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padangpariaman namun disambut dengan tembakan dari TNI AL. Sehingga pasukan Belanda yang akan mendarat terpaksa memundurkan diri dan kembali ke kapal.
Pada Juli 1949 Belanda mencoba menyerang ke Sungai Limau dengan menggunakan sejumlah tank dan panser namun juga mendapat serangan dari TNI AL selama dua jam sehingga menewaskan tujuh orang tentara Belanda.
Pada 6 Januari 1950 seluruh anggota TNI AL bisa masuk ke Pariaman yang merupakan pangkalan besar TNI AL yang telah ditinggalkan sekitar satu tahun.
Monumen Kebanggaan Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan pendirian Monumen Perjuangan TNI AL di Pariaman merupakan kebanggaan masyarakat provinsi itu.
Hal tersebut dikarenakan monumen itu merupakan hal yang penting mengingat sejarah dan Pariaman memiliki peranan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Menurutnya monumen tersebut selain mengingat sejarah juga dapat menjadi sarana edukasi serta meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Selain itu pendirian Monumen Perjuangan TNI AL berkaitan dengan usaha pemerintah kota untuk menjadikan Pariaman sebagai kota pariwisata.
“Oleh karena itu monumen itu harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Walikota Pariaman, Mukhlis Rahman mengatakan pembangunan monumen dengan anggaran sekitar Rp500 juta tersebut merupakan desakan dari masyarakat yang meminta tanda bahwa Pariaman pernah menjadi markas TNI AL.
Penempatan di pantai Gandoriah tersebut disesuaikan dengan visi Pemerintah Kota Pariaman yaitu menjadikan kota itu sebagai kota budaya, sejarah, agama, dan pariwisata.
Kota budaya tersebut dibuktikan dengan digelarnya peristiwa tabuik yaitu upacara membuang sebuah benda berbentuk keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan, dan bambu.
Tabuik tersebut dibuang ke laut yaitu Pantai Gandoriah dan kegiatan itu dilakukan setiap tahunnya di Pariaman pada10 Muharram sehingga mendatangkan banyak wisatawan untuk menyaksikan kegiatan tersebut.
Sedangkan sejarah dapat dibuktikan dengan pernah dijadikannya kota itu menjadi pangkalan besar TNI AL pada Agresi Militer Belanda I dan II.
Selain itu di pusat kota juga terdapat bangunan peninggalan Belanda yang terletak di dekat Lapangan Merdeka. Saat ini bangunan tersebut digunakan sebagai sarana kegiatan Pemerintah Kabupaten Padangpariaman.
“Dengan keunggulan tersebut ditambah dengan diresmikannya Monumen Perjuangan TNI AL maka kunjungan wisatawan ke Pariaman akan meningkat,” katanya.
Apalagi monumen tersebut dilengkapi dengan tank dan dua meriam sehingga membuat orang dari kabupaten dan kota lainnya ingin melihatnya.
Untuk memaksimalkan peran monumen, Pemerintah Kota Pariaman tahun depan akan memperluas area monumen dan menambah lampu sehingga wisatawan nyaman berkunjung ke monumen itu.
Dengan begitu kata Mukhlis, Pesona Pariaman akan semakin terlihat dan dikenal ke seantero dunia.
Antara
Sumber Foto : Pariamantoday.com