Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebutkan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence akan melakukan kunjungan kerja ke Indonesia.
Hal ini dikatakan Wiranto, usai bertemu dengan Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph R Donovan Jr di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin, 13/3/2017.
Wiranto dalam pernyataannya tidak merinci waktu kunjungan Wapres AS Mike Pence ke Indonesia. Namun, ia menuturkan dalam lawatannya yang pertama kali sebagai Wapres AS, mantan gubernur negara bagian Indiana tersebut juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi rencana kunjungan Wapres AS tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia perlu menyampaikan kepada Wapres AS bahwa pemerintah tidak sedang menzalimi Freeport.
“Justru pemerintah memberi jalan keluar dengan memberi opsi kepada Freeport apakah tetap memegang Kontrak Karya tetapi harus memurnikan di Indonesia atau mengubah diri menjadi IUPK dan tetap melakukan ekspor,” ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, Senin, 13/3/2017.
Ia mengatakan Pemerintah AS tidak seharusnya menekan pemerintah Indonesia terkait Freeport di alam demokratis. Ini karena pemerintah Indonesia harus mendengar suara rakyat.
“Freeport tidak mungkin membelenggu kedaulatan pemerintah Indonesia dengan Kontrak Karya. Kalaulah pemerintah Indonesia saat ini harus tunduk dengan tekanan dari pemerintah AS, tidak akan ada jaminan bahwa pemerintahan yang akan datang akan lebih tidak bersahabat terhadap Freeport,” ujarnya.
Hikmahanto mengatakan dinamika politik di dalam negeri akan memanfaatkan arogansi pemerintah AS dan Freeport untuk mendulang suara. Janji pun akan ditunaikan saat mereka mendapatkan kekuasaan.
Hal lain yang perlu disampaikan oleh pemerintah Indonesia adalah komitmen kehadiran militer AS di kawasan Asia Pasifik sebagai penyeimbang kekuatan China yang semakin mendominasi.
Kehadiran AS tidak hanya untuk kepentingan kawasan tetapi juga kepentingan AS di kawasan, terutama kebebasan alur pelayaran internasional.
Itikad Freeport
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo menyebut PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga saat ini tidak punya itikad baik dalam berbisnis di Indonesia karena perintah untuk membangun smelter diabaikannya.
“Saya secara tegas menyatakan arogansi yang ditunjukkan PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam berbisnis di Indonesia, tak berbeda dengan gaya VOC, organisasi pengusaha Belanda di zaman penjajahan dahulu,” tegas Mukhtar Tompo yang dikonfirmasi, Senin.
Ia menyebut PT Freeport tidak beritikad baik karena Freeport berdalih, bahwa pembangunan smelter hanya akan dilakukan jika pemerintah memberikan kepastian perpanjangan kontrak setelah 2021.
Muhktar mengatakan, dasarnya menyebut PTFI tidak beritikad baik setelah dirinya mengajukan sejumlah bukti terkait dengan sikap arogansi PT Freeport Indonesia.
Pertama, Freeport tidak punya itikad baik untuk membangun smelter, sesuai yang dipersyaratkan Undang Undang Minerba. Belakangan, Freeport baru mau melanjutkan pembangunan Smelternya jika diberikan kepastian perpanjangan kontrak.
Alasan kedua, ketika Freeport bersurat untuk melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), mereka menggunakan frase “dengan syarat” yang salah satunya persetujuan operasi PTFI melewati tahun 2021 atau perpanjangan operasi 2021-2041.
“Untung orang yang memimpin Kementerian ESDM, berkepala dingin seperti Pak Iganasius Jonan. Kalau saya menterinya, tanpa pikir panjang lagi, saya langsung usir mereka. Ini negeri kita, kok mereka mau mendikte. Seolah negara ini tidak punya kedaulatan,” jelas dia.
Menurut Mukhtar, Freeport selalu mengatasnamakan Kontrak Karya (KK), untuk melanggar sejumlah undang-undang atau peraturan yang berlaku di Indonesia.
Padahal, dalam pasal 3 kontrak karya ditegaskan bahwa PTFI adalah suatu badan usaha yang didirikan berdasarkan UU Republik Indonesia, serta tunduk kepada UU dan yurisdiksi pengadilan di indonesia.
“Saya menganggap cara pandang Freeport yang menganggap dirinya setara dengan pemerintah adalah cara pandang keliru. Saya mengutip pandangan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana, bahwa Freeport harus membedakan Pemerintah sebagai subyek hukum perdata dan sebagai subyek hukum publik,” katanya.
Gubernur Papua Temui Presiden
Gubernur Papua Lukas Enembe segera menemui Presiden Joko Widodo di Jakarta terkait persoalan PT Freeport Indonesia.
“Pak Gubernur sedang berada di Jakarta dan dalam waktu dekat akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo, salah satunya akan bahas tentang Freeport,” kata Sekda Papua TEA Heri Dosinaen di Kota Jayapura, Papua, Senin, 13/3/2017.
Heri mengemukakan hal itu di hadapan demonstran Papua dengan kekuatan sekitar 300 orang yang menggelar aksi demo damai di halaman kantor gubernuran guna mendukung pemerintah pusat dan daerah melawan sikap perusahaan tambang asal Amerika Serikat PT Freeport Indonesia.
“Atas nama gubernur, saya sampaikan terima kasih atas dukungan luar biasa ini. Saya sampaikan mohon maaf Pak Gubernur setelah buka Sidang Sinode di Papua Barat, langsung ke Jakarta,” katanya.
Persoalan terkait PT Freeport, kata dia, bukan baru kali ini digaungkan oleh Pemerintah Provinsi Papua dalam era kepemimpinan Lukas Enembe.
“Namun, sejak Pak Gubernur Papua dilantik pada 13 April 2013, ada 17 poin yang disampaikan kepada Freeport yang harus dilaksaaakan, antara lain terkait pembangunan smelter di Papua,” katanya.
Selain itu, kata Heri, gaji para karyawan PT Freeport harus dibayarkan harus lewat Bank Papua.
“Termasuk Freeport harus buka kantor di Papua dan pengelolaan bandara di Timika yang dikuasai oleh Freeport dikembalikan ke Pemda Papua,” katanya.
Lebih lanjut, Heri menyampaikan bahwa Gubernur Lukas Enembe juga meminta agar pajak air permukaan yang dipakai selama ini harus dibayar sebagaimana putusan sidang di Jakarta.
“Selain itu pajak air permukaan yang diminta harus dibayar oleh Freeport dan masih banyak lagi yang disampaikan oleh Pak gubernur. Dalam memperjuangkan hal ini, kita masyarakat Papua harus berani perjuangkan. Jadi sekali lagi mari kita bergandengan tangan dari Sorong sampai Merauke, harus bersatu padu, jangan menjual satu sama lainnya, Papua harus bangkit maju dengan kekayaan alam,” kata Heri.
Para demonstran yang dikoordinir oleh Amir Madubun, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Papua Kundrat Tukayo dan wakil dari masyarakat adat Ondofolo Oktovianus Monim menyampaikan sembilan pernyataan sikap kepada Sekda Papua yang intinya mendukung aturan dan kebijakan pemerintah daerah dan pusat terkait PT Freeport.
Antara