Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Membangun Superioritas TNI AU di ZEE

TNI-AU F-16 C block 25 #TS-1637 is taking off with full AB from Hill AFB on March 14th, 2017 for the delivery flight to Indonesia. [USAF photo]
Membangun Superioritas TNI AU di ZEE 1

Jakarta – Profil Indonesia yang memiliki luas daratan 1.922.570 kilometer persegi, luas perairan sekitar 3.257.483 kilometer persegi dan ruang udara nasional 5.180.053 kilometer persegi, menuntut TNI Angkatan Udara untuk tampil lebih “garang” mengamankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bagaimanapun masalah keamanan dan sengketa kedaulatan udara kini menjadi topik sangat penting untuk diperhatikan, terlebih Indonesia berada di posisi silang dua samudra dan dua benua, dengan ruang laut dan udara yang luas.

Selain itu, dalam kajian hubungan internasional, studi keamanan merupakan bahasan utama yang dimensi bahasannya meliputi integritas wilayah hingga eksistensi suatu negara.

Terkait itu wajah TNI Angkatan Udara yang lebih “garang” di wilayah terluar, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), terus dimatangkan memasuki tahun ke-71 usianya.

“Sejak saya dilantik sebagai Kepala Staf Angkatan Udara pada Januari 2017 silam, fokus saya adalah skadron-skadron udara intai maritim,” ujar Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Pengawasan wilayah udara dan perairan Indonesia, menurut dia, masih perlu ditingkatkan.

“Peningkatan kehadiran TNI Angkatan Udara di ZEE bukan sekadar mengamankan kedaulatan NKRI, melainkan juga mendukung pembangunan dan visi Poros Maritim Dunia (PMD) yang kini giat dilakukan,” ujar Sekretaris Militer Kepresidenan (Sesmilpres) periode 2015-2016 itu.

Tidak hanya pesawat tempur yang akan digelar di titik-titik terluar seperti Ranai, Tarakan dan Morotai. TNI Angkatan udara juga akan lebih mengaktifkan pesawat intai maritim, sebagai unsur kekuatan strategis serta radar pertahanan untuk mengantisipasi ancaman serta tindak pelanggaran hukum dan wilayah.

KSAU Marsekal Hadi mengemukakan pihaknya akan membuat pesawat-pesawat TNI Angkatan Udara memiliki keunggulan mengumpulkan informasi, memiliki kemampuan ISR (Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance).

“Dengan begitu, kita dapat memiliki data yang lengkap dan komprehensif, sehingga Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, dan angkatan mampu mengambil keputusan yang tepat, efektif, untuk menyikapi pontensi ancaman yang ada. Dengan kata lain pengamanan pun akan maksimal,” ujarnya.

Semisal, untuk menyikapi China yang mengklaim sembilan garis putus-putus (nine dash line) yang bersinggungan dengan ZEE Indonesia.

Indonesia harus mampu melibatkan kemampuan inti “air power” lain yang berkemampuan menimbulkan akibat atau dampak besar terhadap penggunaan kekuatan militer.

Kemampuan inti “air power” bisa digunakan untuk eksploitasi informasi, pengendalian udara, penyerangan presisi dan proyeksi kekuatan cepat.

Pesawat tempur memang memegang peranan penting namun dalam penanganan ancaman masa kini, pengerahan pesawat intai telah menjadi kebutuhan mendesak dan sama pentingnya.

Teknologi yang diusung bisa digunakan untuk mengukur kekuatan lawan, bahkan mengetahui ekskalasi ancaman yang bakal terjadi (Koesnadi Kardi, Air Power: Dari Surveillance hingga Hukum Udara, 2001).

Terkait itu, KSAU Hadi Tjahjanto mengatakan : “Kami sedang membangun sistem `surveillance” pada pesawat Boeing intai maritim kami. Akhir bulan ini pula kami akan uji coba, mulai dengan terbang dari Makassar ke Tarakan (ALKI II) dan Ranai (ALKI I). Uji coba dimaksudkan untuk memastikan kemampuannya mendeteksi kapal-kapal yang masuk dan melintas di perairan Indonesia. Apakah kapal-kapal itu legal atau tidak,”.

Pesawat MPA CN235-220 Skadron udara 5″home base pesawat Boeing intai maritim TNI Angkatan Udara”pun akan segera diperkuat Maritime Patrol Aircraft/MPA) CN235-220 buatan PT Dirgantara Indonesia.

Di tubuh pesawat intai maritim karya anak bangsa tersebut melekat sejumlah sensor sensitif, seperti antena ESM samping, “search” radar, FLIR, dan antena ESM depan.

Electronic Support Measures (EMS) merupakan bagian perangkat canggih pengumpul informasi gelombang radio dari berbagai frekuensi. Dalam peperangan eletronik masa kini, EMS sangat vital sebagai ujung tombak pengumpul data intelijen.

Dengan sistem pasifnya, dengan menggunakan EMS seorang komandan misi bisa mencari, mencegat, melokalisasi posisi, mengidentifikasi dan memastikan obyek, ancaman atau musuh yang dihadapi.

Tak hanya pesawat intai, TNI Angkatan Udara juga telah menyusun pengadaan 12 radar tambahan yang akan ditempatkan di titik-titik terluar TNI, dan beberapa titik fokal lain.

Gelaran pesawat-pesawat tempur di ZEE pun akan didukung jet tanker, dan sejumlah helikopter angkut dan SAR di pangkalan udara yang menjadi “home base” pesawat-pesawat tempur.

“Helikopter Puma dan Super Puma akan kita tambah juga,” ungkap Hadi.

Untuk memperkuat pengamanan ZEE, TNI Angkatan Udara pun telah menyusun dan mengajukan konsep zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) yang maksimal, mencakup seluruh wilayah kepulauan dan ZEE sejauh 200 mil laut dari garis dasar pantai.

Konsep Indonesia ADIZ itu telah disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara kepada Panglima TNI sejak dua tahun lalu, dan masih menunggu tindak lanjut dengan Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Perhubungan.

ADIZ Indonesia tidak lagi hanya bersifat parsial berupa lingkaran kecil per kepulauan seperti ADIZ untuk Pulau Jawa saat ini, melainkan berbentuk lingkaran besar mencakup ruang udara dari Sabang hingga Merauke. Dengan konsep ini Indonesia dapat mengontrol seluruh ruang udaranya secara maksimal pula.

“Inilah bentuk superioritas udara yang kita akan wujudkan di ZEE sehingga kedaulatan NKRI akan terjadi maksimal, dan jika itu terwujud maka pembangunan ekonomi, pembangunan visi PMD, akan terdukung maksimal,” demikian KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Antara

Share:

Penulis: