Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Menanti Kejutan Pasca-Ulang Tahun ke 71 TNI AU

Fighters TNI AU usai atraksi udara di HUT ke 71 TNI AU, di Jakarta (photo : @_TNIAU)

Bulan Maret lalu, PERSIB, klub sepak bola kebangaan kota Bandung mengumumkan pembelian pemain top Eropa Michael Essien ketika merayakan ulang tahun klub yang ke 84. Lalu apakah akan ada kejutan pembelian Alutsista TNI AU baru setelah ulang tahun TNI AU ke 71 pada bulan April ini?

Masyarakat Indonesia, khususnya para pengamat pertahanan, memang tengah menanti soal pembelian pesawat tempur pengganti pesawat F-5 Tiger II yang sudah memasuki usia pensiunnya di tahun 2017 ini. Rencana pembelian pesawat pengganti sendiri sudah dicanangkan dalam rencana pembelian alutsista di MEF II. Namun hingga saat ini belum ada ketuk palu, pesawat mana yang akan mengisi kekuatan skadron 14 TNI AU.

Banyak kandidat pesawat pesawat tempur pengganti, namun kandidat pesawat pengganti F-5 Tiger II ini mengerucut seiring waktu. Kandidat kuat pengganti pesawat tempur tersebut adalah pesawat Sukhoi Su-35 Super Flanker dari Rusia, Saab JAS-39 Gripen dari Swedia, dan yang terakhir adalah F-16 block 70 Viper dari Amerika.

Memang banyak kabar yang mengatakan bahwa TNI AU sendiri sebenarnya lebih condong memilih pesawat buatan Rusia, yaitu Su-35 Super Flanker karena pesawat ini merupakan produk terbaru Sukhoi dimana penggunanya pun masih terbatas sehingga memiliki daya gentar yang amat tinggi karena teknologinya pun masih misterius. Beberapa penerbang dari Skadron 14 juga sudah ada yang menjalani pendidikan konversi agar sanggup menerbangkan pesawat Sukhoi.

Namun, hingga saat ini pemerintah belum ketuk palu pesawat mana yang akan mengisi hanggar skadron 14. Bisa jadi pembelian Sukhoi terhambat karena terbentur UU no 16 tahun 2012 tentang Industri pertahanan yang mensyaratkan adanya transfer teknologi ketika pemerintah mengimpor alutsita baru dari luar negeri.

Pihak Rusia memang terkenal “pelit” memberikan Tot kepada Indonesia. Sejak pembelian Su-27/30 tahun 2003 silam, Sukhoi memang belum memberikan transfer teknologi kepada industri dirgantara dalam negeri, dalam hal ini adalah PT Dirgantara Indonesia.

Dalam hal menentukan pilihan bagi pembelian alutsista, TNI AU, Kementerian Pertahanan bersama dengan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) harus bisa jeli dalam menentukan pilihan. Tentu pemerintah harus membeli pesawat yang memiliki daya gentar tinggi, namun harus memiliki resiko terkena embargo juga paling kecil, ditambah produk yang dibeli pun harus menyertakan skema transfer teknologi supaya industri pertahanan dalam negeri, khususnya di bidang kedirgantaraan terus berkembang.

Saat ini, pemerintah Indonesia sedang mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 bersama pemerintah Korea Selatan yang diberi nama proyek IFX/KFX. Proyek ini merupakan proyek patungan antara pemerintah Indonesia bersama Korea Selatan dimana pemerintah kedua negara berharap memiliki pesawat tempur yang memiliki kualitas setara dengan jet-jet tempur produksi Amerika dan Eropa saat ini. Dalam proyek ini, pemerintah Indonesia mendelegasikan PT. Dirgantara Indonesia sebagai wakil pemerintah dalam pengembangan proyek ini.

Karenanya, diharapkan dalam pembelian pesawat tempur baru pengganti F-5 Tiger II nanti disertakan pula alih teknologi dari negara produsen yang menjadi pilihan dari pemerintah, sehingga bisa membantu juga pengembangan dari pesawat tempur “made in Indonesia” nantinya.

Mungkin dalam hal ini Indonesia bisa mencontoh India dengan program “Make in India” nya yang dicetuskan PM Modi pada 2015 silam, dimana India mengharuskan pembuatan alutsista nya di dalam negeri. Jadi walau India masih membeli beberapa alutsista nya dari luar negeri, perakitannya harus dilakukan di dalam negerinya sendiri dengan melibatkan Industri dan komponen lokal. Dari hasil kerja sama dan alih teknologi ini India pun berhasil menelurkan sebuah jet tempur “made in India” yang bernama HAL Tejas.

Su-35 Super Flanker memang masih menjadi kandidat terkuat untuk dibeli oleh pemerintah dalam mengganti armada F-5 Tiger kita. Dan memang, skadron 14 membutuhkan pesawat superioritas udara yang canggih guna mengamankan luas wilayah udara Indonesia yang luasnya mencapai sekitar 5.300.000 km2. Divbawah Su-35, ada F-16 Viper dan JAS-39 Grippen yang tetap mengintai untuk bisa menikung si super flanker dengan strategi pemberian ToT yang signifikan terhadap Industri pertahanan dalam negeri.

Nah apakah setelah hari jadi TNI AU ke 71 tahun ini akan ada kejutan dengan adanya pengumuman pembelian alutsista baru yang memang sudah dinantikan? Mari kita tunggu saja dan semoga pilihan yang diambil merupakan pilihan terbaik bagi kepentingan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dirgahayu TNI AU ke 71, Swa Bhuwana Paksa!

PENULIS : PRASTA KUSUMA, S.IP
ALUMNI ILMU PEMERINTAHAN UNPAD

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest

Penulis: