Beirut – Ratusan gerilyawan Suriah mulai meninggalkan Barzeh, distrik Damaskus yang terkepung, pada 8/5/2017, sebagai bagian dari kesepakatan evakuasi dengan pemerintah, ujar media pemerintah dan organisasi pemantau perang.
Televisi negara mengatakan para petempur dan keluarga mereka telah mulai meninggalkan Barzeh menuju kawasan yang dikuasai gerilyawan di Provinsi Idlib di timur laut Suriah.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, pemantau perang yang berbasis di Inggris, mengatakan bus telah tiba di Barzeh saat fajar dan ratusan petempur dan anggota keluarga mereka sudah mulai naik ke dalam bus.
Lebih banyak orang akan meninggalkan tempat itu selama lima hari ke depan, menurut televisi pemerintah dan Observatorium.
Seorang juru bicara militer dari kelompok pemberontak Jaish al-Islam mengonfirmasi bahwa proses evakuasi telah dimulai namun mengatakan fraksinya belum mengambil bagian dalam negosiasi tentang hal itu. Juru bicara kelompok itu, Hamza Birqdar, mengatakan pemerintah telah menyimpulkan kesepakatan dengan Komite sipil di Barzeh.
Presiden Suriah Bashar al-Assad telah mempromosikan penggunaan kesepakatan evakuasi tersebut, bersamaan dengan seruan pemerintah pada kesepakatan “rekonsiliasi” untuk daerah yang dikuasai gerilyawan yang menyerah kepada pemerintah, sebagai cara untuk mengurangi pertumpahan darah.
Namun, Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengecam penggunaan taktik pengepungan yang mendahului penawaran tersebut dan menilai proses evakuasi itu sebagai pemindahan paksa.
Barzeh, yang terletak di tepi timur laut dari Damaskus dan di dekat kawasan yang dikuasai gerilyawan di kota-kota Ghouta Timur, telah menjadi lokasi pertempuran sengit dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Minggu, 7/5/2017 tentara Suriah menuai kemajuan dengan pemboman intens di distrik Qaboun, yang berdekatan dengan Barzeh, kata Observatorium.
Sementara itu sebuah kesepakatan mulai berlaku pada tengah malam pada Jumat (5/5/2017), yang dibuat untuk meredakan pertempuran selama enam bulan di empat “daerah penurunan aktivitas” tempat kekerasan antara tentara dan pemberontak kerap terjadi di wilayah itu.
Pertempuran juga terjadi di distrik Qaboun, Damaskus, kata sebuah organisasi pemantau perang Suriah yang berbasis di Inggris melalui jaringan kontak di seluruh negeri.
Kesepakatan itu disepakati dalam perundingan gencatan senjata di Astana, Kazakhstan antara pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dan Iran, serta pendukung pemberontak utama, Turki.
Pemerintah Suriah mengatakan bahwa pihaknya mendukung usulan tersebut, namun mereka menambahkan bahwa akan terus melawan kelompok teroris di seluruh negeri. Presiden Suriah Bashar al Assad mengatakan Sebelumnya bahwa semua kelompok pemberontak yang berjuang untuk menjatuhkannya adalah teroris.
Pihak pemberontak menolak kesepakatan tersebut dan mengatakan bahwa mereka tidak akan mengakui Iran sebagai penjamin terhadap rencana gencatan senjata apapun.
Dengan bantuan petempur yang didukung Rusia dan Iran, pemerintah Suriah telah mendapatkan kemajuan militer atas konflik enam tahun melawan beragam kelompok pemberontak yand diantaranya didukung oleh Turki, Amerika Serikat dan kerajaan teluk.
Kesepakatan tersebut menandai usaha diplomasi terakhir untuk menghentikan konflik, beberapa gencatan senjata dan kesepakatan telah hancur berantakan selama perang itu berlangsung, di mana ratusan ribu orang telah menjadi korban tewas.
Antara