Samarinda – Sekitar 400 warga Kelurahan Lempake, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, menyisir hutan sekitar permukiman penduduk dibantu Babinsa dan kepolisian, memburu dugaan binatang buas yang membunuh 34 ekor kambing dan 24 ekor ayam dalam dua pekan ini.
“Sasaran ratusan warga yang hari ini menyisir hutan dan perbukitan adalah hewan liar seperti anjing dan sejenisnya, kucing hutan dan sejenisnya mengingat ternak warga mati tidak wajar yang diduga pelakunya hewan liar,” ujar Camat Samarinda Utara Samsu Alam di Samarinda, dilansir ANTARA, 2/7/2017.
Hal itu diungkapkan Samsu setelah melepas ratusan warga Lempake menyisir kawasan hutan. Mereka dilepas dari halaman Masjid At-Taqwa RT 19. Sementara hutan dan perbukitan yang disisir tersebar di 14 RT, yakni kawasan RT 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 42, 43, 37, 36, 30.
Menurutnya, aksi sisir hutan dilakukan karena diperkirakan hewan liar tersebut bersembunyi di kawasan itu, namun ia berpesan kepada warga agar mengutamakan keselamatan masing-masing tim karena setiap warga yang turut menyisir hutan menggunakan senjata tajam seperti parang dan arit, bahkan ada yang membawa senapan angin.
Meski para menyisir hutan merupakan warga setempat, namun ia tetap minta mereka hati-hati karena bisa jadi masih ada beberapa titik yang tidak mereka hapal medannya sehingga setiap warga harus menjaga agar senjata yang dibawanya tidak melukai teman.
Sekitar 400 warga tersebut dibagi dalam beberapa tim untuk menyisir masing-masing titik sesuai pembagian tugas yang diatur oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa). Setiap ketua tim membawahi 5-10 orang. Ketua tim bertanggungjawab terhadap keselamatan anggota. Ketua tim dipilih berdasarkan pertimbangan penguasaan kawasan yang akan disisir.
Ia melanjutkan, kambing gembel dan ayam potong milik warga mengalami kematian tidak wajar karena sebelumnya tidak sakit, sementara perkiraan bekas gigitan hewan liar juga masih diragukan karena jika hewan liar baik ular, serigala, kucing hutan maupun jenis hewan liar lainnya tidak seperti itu cara membunuhnya.
“Kalau ular pasti ditelan dan tidak meninggalkan bangkai, kalau anjing hutan atau kucing hutan atau hewan buas lainnya, pasti ada bekas gigitan, bahkan dicabik-cabik dan sebagian dagingnya dimakan. Tapi kejadian di Lempake ini misterius karena tidak ada bekas digigit, namun tiba-tiba ternak mati hanya meninggalkan bekas luka kecil seperti untuk menghisap darahnya saja,” tutur Samsu.
Kambing dan ayam yang mati tersebut berubah menjadi lebih kurus seolah darahnya dihisap oleh pembunuhannya, sementara secara keseluruhan tidak ada daging yang dimakan sehingga hal inilah yang menjadi pertanyaan warga karena masih misterius.
“Kami sudah koordinasi dengan bagian kesehatan hewan Dinas Pertanian dan Peternakan Samarinda. Untuk hasil pasti penyebab kematian hewan ternak masih dalam uji laboratorium, namun dugaan sementara, itu bukan bekas gigitan hewan,” ujar Samsu.
Hasil Nihil
Perburuan terhadap hewan liar yang diduga telah membunuh sedikitnya 34 ekor ternak kambing gimbal dan 24 ekor ayam ras yang dilakukan ratusan warga Lempake, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu, berakhir nihil, meskipun telah melakukan penyisiran kawasan hutan dan perbukitan.
“Meski perburuan hari ini hasilnya nihil, tapi itu bukan masalah karena yang terpenting dari usaha ini adalah adanya persatuan masyarakat dibantu kepolisian dan Babinsa dalam mencari apa penyebab kematian tidak wajar terhadap hewan ternak,” ujar Camat Samarinda Utara Samsu Alam di Samarinda, Minggu.
Kawasan hutan dan perbukitan yang disisir oleh warga dan dibagi dalam puluhan tim itu tersebar di 14 RT, yakni kawasan RT 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 42, 43, 37, 36, dan 30.
Menurut Samsu, warga Lempake geram karena dalam dua pekan terakhir hewan ternak tersebut mati, padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda sakit.
Bahkan kematiannya juga tidak wajar, karena seolah darahnya disedot mengingat di bagian leher dan bagian paha ada bekas luka kecil sebesar ujung pulpen yang diduga sebagai titik untuk mengisap darah.
Misteri inilah yang coba dipecahkan aparat bersama warga sampai kemudian berdasarkan hasil musyawarah dilakukan penyisiran semua hutan yang mengitari rumah penduduk. Sedangkan sebelumnya hanya intensif melakukan ronda malam, namun masih ada kambing yang mati.
“Meski perburuan dugaan adanya hewan liar pembunuh puluhan ternak hari ini tidak mendapat hasil, namun saya nilai apa yang dilakukan warga bukan merupakan hal yang sia-sia, tapi dampak dari perburuan hari ini justru sangat besar, seperti persatuan warga, efek jera bagi pelaku, dan ajang silaturahmi bagi semua,” ucapnya.
Sementara itu, Lurah Lempake Nurharyanto mengatakan, sejak adanya kematian ternak yang tidak wajar sebelum Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah, warga aktif melakukan ronda malam, namun masih saja ada peternak yang kecolongan atas kematian ternaknya oleh makhluk yang belum diidentifikasi wujudnya.
“Salah seorang peternak yang kecolongan adalah Pak Ngateman. Tadinya dia punya 12 kambing gimbal, tapi kini tinggal empat ekor karena yang lainnya mati seperti darahnya diisap. Pertama Pak Ngateman kehilangan enam ekor kambing, besoknya lagi dua ekor kambingnya mati,” ucap Yanto.
Menurutnya, satu kambing harganya variatif antara Rp2,5 juta hingga Rp3,5 juta, sehingga jika dirata-ratakan satu ekor seharga Rp3 juta, maka untuk 34 kambing gimbal yang telah mati tersebut peternak kambing di Lempake menderita kerugian senilai Rp102 juta.
“Sekarang kambing milik Pak Ngateman yang sisa empat ekor ini dititipkan di kandang milik Pak Ali, supaya lebih mudah menjaga bersama. Kambing Pak Ali juga ada tiga yang mati dengan tanda-tanda kematian yang sama seperti kambing lainnya. Untuk mencegah agar musibah ini tidak terulang ronda malam dan kewaspadaan warga kita tingkatkan,” ujar Yanto lagi.