Tokyo – Dua pesawat pembom kelas berat Amerika Serikat, Rockwell B-1 Lancer terbang di atas kawasan sengketa Laut China Selatan, untuk menunjukkan sikap pemerintah Amerika Serikat yang menilai perairan Laut China Selatan, sebagai wilayah internasional, menurut keterangan Angkatan Udara Amerika Serikat, dilansir ANTARA, 7-7-2017.
Bomber supersonik variable-sweep wing ini terbang untuk operasi militer bersama dua jet tempur F-15 Jepang, seiring meningkatnya ketegangan dengan Korea Utara dan memburuknya hubungan dengan China. Bomber dan jet tempur itu kemudian melakukan misi bersama, bergerak ke wilayah Laut China Timur, yang diklaim baik oleh Jepang maupun China.
Penerbangan gabungan antara dua negara sekutu ini menjadi semakin rutin, dan misi ini menandai pertama kalinya bomber B-1 dari Komando Pasifik melakukan operasi semacam ini dengan jet tempur Jepang di malam hari, ujar sebuah pernyataan dari US Pacific Air Command.
“Terbang dan berlatih di malam hari bersama sekutu kami dengan cara yang aman dan efektif merupakan kemampuan penting yang bisa dilakukan antara AS dan Jepang,” ujar Mayor Ryan Simpson, kepala operasi pembom Angkatan Udara AS di Pasifik. “Ini adalah demonstrasi yang jelas dari kemampuan kita untuk melakukan operasi tanpa batas dengan semua sekutu kita,” tambahnya.
Setelah operasi gabungan tersebut, bomber B-1 AS kemudian terbang melintasi Laut Cina Selatan “untuk menggunakan hak kebebasan navigasi” sebelum kembali ke Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam.
Kejadian ini diperkirakan akan menimbulkan reaksi keras dari Beijing, yang mennegaskan bahwa China mempunyai hampir semua perairan yang juga merupakan jalur perdagangan utama dunia.
Tindakan militer Amerika Serikat itu dilaksanakan setelah Korea Utara mengakui keberhasilannya mengembangkan Peluru Kendali antar benua yang dapat mencapai sasaran di daratan Amerika Serikat.
Sehubungan dengan ancaman Korea Utara itu, Amerika Serikat sudah mendesak China, yang selama ini menjadi penyokong dan teman dagang Korea Utara, untuk lebih tegas menekan Korea Utara agar tidak melanjutkan lagi program pengembangan persenjataan Nuklir dan Rudal.