Malaysia menunda rencananya untuk membeli pesawat tempur Multi-Role Combat Aircraft (MRCA) senilai US$ 2 miliar dan lebih memilih untuk membeli pesawat patroli maritim yang berguna untuk mengatasi ancaman dari militan ISIS.
Beberapa tahun ini Malaysia masih mempertimbangkan untuk membeli pesawat tempur Rafale atau Eurofighter Typhoon untuk menggantikan armada 18 pesawat tempur MiG-29 buatan Rusia – yang hampir setengahnya sudah di grounded.
Pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation, baru-baru ini dipandang sebagai calon kuat pesawat tempur MRCA Malaysia. Namun Malaysia telah menunda rencana tersebut untuk saat ini, dan akan lebih meningkatkan pengawasan udara yang akan menjadi penting dalam perang melawan militan.
Keputusan tersebut datang saat militan ISIS masih terus berperang di Marawi, Filipina selatan.
Krisis di Marawi telah membuat pemerintah di seluruh Asia Tenggara khawatir kawasan ini berpotensi menjadi basis berikutnya bagi Negara Islam, terutama dengan pulangnya para gerilyawan dari Irak setelah jatuhnya kota Mosul di Irak.
Perundingan untuk pembelian pesawat tempur multi-peran Malaysia hanya “ditangguhkan sementara” dan dapat dilanjutkan di masa depan, namun prioritas kali ini adalah akusisi pesawat pengintai baru pada tahun 2020.
Keputusan Malaysia untuk menunda program akuisisi jet tempurnya akan menjadi pukulan bagi Rafale dan Eurofighter Typhoon. Juru bicara Dassault dan Eurofighter, sebuah konsorsium termasuk Airbus BAE Systems dan Leonardo dari Italia, menolak mengomentari keputusan Malaysia tersebut.
Sumber kementerian pertahanan menyatakan Kuala Lumpur sedang mempertimbangkan untuk mengakuisisi empat pesawat pengintai yang lebih besar dan memiliki jangkauan lebih jauh bila dibandingkan dengan pesawat pengintai yang dimiliki saat ini, dengan basis platform pesawat komersial dengan harga yang lebih terjangkau.
Reuters