New York – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bertemu pada Senin 24 Juli 2017 untuk membahas serentetan kekerasan Israel-Palestina paling berdarah selama bertahun-tahun, kata beberapa diplomat pada Sabtu 22 Juli 2017
Swedia, Mesir dan Prancis meminta pertemuan tersebut untuk “segera membahas tentang seruan untuk de-eskalasi di Jerusalem dapat didukung,” kata Wakil Duta Besar PBB Swedia, Carl Skau, melalui akun Twitter.
Israel mengirim pasukan tambahan ke Tepi Barat yang diduduki pada Sabtu 22 Juli 2017 dan menggerebek rumah penyerang Palestina yang menusuk 3 orang Israel pada Jumat 21 Juli 2017, ujar Militer.
Beberapa jam sebelum 3 orang Israel ditusuk, tiga orang Palestina tewas dalam aksi kekerasan yang dipicu oleh pemasangan Detektor Logam Israel di tempat-tempat masuk ke kompleks tempat suci di Kota Tua Jerusalem. Kawasan tersebut dikenal umat Muslim sebagai al-Haram asy-Syarif dan oleh kaum Yahudi sebagai Bukit Rumah Suci.
Di Jerusalem pada Sabtu, 22 Juli 2017 Polisi Israel mengatakan bahwa mereka menggunakan peralatan anti huru hara untuk membubarkan belasan orang Palestina yang melemparkan batu dan botol ke mereka. Tayangan televisi menunjukkan Polisi melemparkan Granat Setrum dan menggunakan Meriam Air untuk membubarkan huru hara.
Polisi Israel mengatakan bahwa satuan tambahan sudah dikerahkan untuk meningkatkan keamanan di Kota Tua, sementara jalan masuk umat Muslim menuju tempat suci itu, untuk melaksanakan sholat, akan dibatasi hanya untuk wanita dari segala umur dan laki-laki di atas 50 tahun. Alat penghalang ditempatkan pada akses jalan menuju Jerusalem, untuk menghentikan bus yang membawa umat Muslim ke tempat tersebut.
Ketegangan seringkali meningkat di sekitar kawasan tersebut, yang di dalamnya berdiri Masjid al Aqsa dan Kubah Batu Emas. Gesekan terjadi sejak Israel merebut dan merebut Kota Tua, termasuk kawasan suci itu, dalam perang Timur Tengah tahun 1967.
Sebelumnya ada seruan kepada Netanyahu agar alat Pelacak Logam itu dibongkar, untuk meredakan keadaan.
Presiden Turki, Tayyip Erdogan, sesudah membahas masalah ini dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menyerukan kepada Presiden Israel Reuven Rivlin untuk mendesak pembongkaran tersebut.
Nickolay Mladenov, koordinator khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk perundingan damai Israel-Palestina, yang sudah lama terhenti, menghimbau agar semua pihak tetap tenang dan Gedung Putih mendesak adanya suatu usaha pemecahan masalah. Jordania, yang mengkelola tempat suci itu, juga terlibat dalam usaha mediasi.
Gelombang serangan jalanan oleh warga Palestina yang dimulai pada tahun 2015 sudah berkurang, tetapi belum berhenti. Sedikitnya 255 orang warga Palestina dan 1 orang warga Jordania tewas sejak kekerasan dimulai.
Israel mengatakan bahwa paling sedikit 173 orang dari mereka yang tewas, adalah yang melakukan tindakan penyerangan, sementara lainnya tewas dalam bentrokan dan unjuk rasa.
Israel merebut wilayah Jerusalem Timur, tempat Kota Tua dan kawasan suci berada, setelah perang Timur Tengah tahun 1967 dan menganggap seluruh Jerusalem sebagai Ibukotanya, suatu langkah yang tidak diakui secara Internasional.
Warga Palestina menghendaki Jerusalem Timur sebagai Ibu Kota Negara mereka, satu Negara merdeka yang wilayahnya mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Israel menuduh pemimpin Palestina menghasut warganya untuk melaksanakan kekerasan, tetapi pihak berwenang Palestina mengatakan bahwa keputusasaan warga Palestina selama pendudukan Israel adalah pendorong utama kekerasan terjadi, dilansir Antara/Reuters, 24-7-2017.