Badan Pengawas dan Auditor Umum (CAG) India telah menegur perusahaan yang dikelola oleh negara Ordnance Factory Board (OFB), dengan mengatakan bahwa diantara 152 jenis amunisi yang dipergunakan oleh Angkatan Bersenjata India, 40 persen diantaranya akan habis dalam waktu kurang dari 10 hari, seperti dilansir dari laman First Post.
Laporan yang dikeluarkan oleh CAG tersebut telah mengangkat isu mengenai kekurangan amunisi kritis yang menyebutkan bahwa 55 persen persediaan amunisi lainnya berada di bawah Minimum Acceptable Risk Level (MARL).
MARL adalah jumlah minimum amunisi yang harus dijaga setiap saat yang mana harus bisa dipergunakan oleh tentara untuk dapat bertempur selama 20 hari.
Dalam laporan yang diajukan ke Parlemen pada hari Jumat, OFB dikritik oleh CAG karena kualitas amunisi yang tersedia tidak memadai untuk dipasok ke Angkatan Bersenjata sejak Maret 2013. CAG juga mencatat bahwa persediaan pemicu untuk amunisi artileri hanya 17 persen.
Fuze atau saklar pemicu merupakan otak dari amunisi artileri yang akan dipasangkan pada shell sebelum dirakit atau ditembakkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 83 persen dari amunisi artileri kaliber tinggi yang dimiliki militer India saat ini, tidak akan berguna dalam pertempuran.
Militer harus memiliki ketersediaan amunisi minimal selama 40 hari (pertempuran sengit), menurut peraturan pemerintah India yang berlaku. Namun, berdasarkan laporan tersebut bahwa pada bulan September 2016, hanya 20 persen dari stok amunisi yang ada saat ini, yang dapat bertahan dalam perang 40 hari.
CAG lebih lanjut mengatakan bahwa meskipun kekhawatiran serius tersebut telah digaris-bawahi dalam laporan tingkat tinggi mengenai “Manajemen Amunisi Angkatan Bersenjata” tahun 2015, tidak ada perbaikan signifikan yang dilakukan oleh OFB untuk mengatasi hal kekurangan kritis dalam ketersediaan amunisi apalagi usaha peningkatan kualitas amunisi.