Cikarang – Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa penyederhanaan ambang batas presiden (presidential treshold) menjadi 20 persen dalam Undang-undang Pemilu penting untuk visi politik Indonesia ke depannya.
“Ini mempertanyakan ‘presidential treshold’ 20 persen, kenapa dulu tidak ramai? Penyederhanaan sangat penting sekali dalam rangka visi politik kita ke depan,” ujar Presiden Joko Widodo pada Jumat 28 Juli 2017 di Cikarang, Jabar.
Hal itu dijelaskan menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sewaktu bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis 27 Juli 2017Â di Cikeas, Bogor Jabar.
“Karena kita tidak mau ditertawakan sejarah. Kekuasaan silahkan mau berkuasa 5,10, 50 tahun, tapi di ujungnya sejarah menilai. Gerindra tidak mau ikut hal yang melawan logika, ‘presidential threshold’ 20 persen itu lelucon politik yang menipu rakyat, saya tidak mau terlibat,” ujar Prabowo Subianto.
Sewaktu itu Prabowo Subianto menekankan Gerindra tidak ikut bertanggung jawab atas UU Pemilu tersebut.
“Kita sudah mengalami 2 kali ‘presidential treshold’ 20 persen pada 2009 dan 2014, kenapa dulu tidak ramai?” jelas Presiden Joko Widodo.
Presiden mencontohkan bahwa bila “presidential treshold” adalah 0 persen seperti yang diinginkan partai-partai non-koalisi pemerintah, presiden akan sulit mendapatkan dukungan di Parlemen.
“Coba bayangkan, saya ingin berikan contoh, kalau (presidential treshold) 0 persen, kemudian satu partai mencalonkan diri kemudian menang. Coba bayangkan nanti di DPR (Parlemen). Kita dulu yang 38 persen saja kan waduh,” ungkap Presiden Joko Widodo.
Presiden berharap agar rakyat mengerti tujuan pemerintah untuk menggolkan “presidential treshold” 20 persen itu.
“Ini proses politik yang rakyat harus mengetahui, jangan ditarik-tarik seolah-olah ‘presidential treshold’ 20 persen itu salah,” jelas Presiden Joko Widodo.
Apalagi UU Pemilu itu juga adalah produk dari DPR dan Pemerintah, bukan sepenuhnya Pemerintah.
“Sekali lagi ini produk demokrasi yang ada di DPR, ini produknya DPR, bukan Pemerintah. Di situ juga ada mekanisme proses demokrasi yang ada di DPR dan kemarin juga sudah diketok palu dan aklamasi, Nah itulah yang harus dilihat oleh rakyat,” ungkap Presiden Jokowi.
Bila ada yang tidak puas dengan UU Pemilu, Presiden Joko Widodo juga mempersilahkan untuk mengajukan uji materi ke MK.
“Jadi ya silahkan itu dinilai, kalau masih ada yang tidak setuju, kembali lagi bisa ke MK, inilah negara demokrasi dan negara hukum yang kita miliki. Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti (presidential treshold 20 persen), kok sekarang jadi berbeda?” tambah Presiden Joko Widodo.
Rapat paripurna DPR pada Jumat 21 Juli 2017 dini hari menyetujui Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu untuk disahkan menjadi Undang-undang secara aklamasi meski diwarnai aksi “walk out” Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat.
Dalam rapat tersebut sebanyak 322 orang anggota DPR menyetujui paket A yaitu “presidential threshold” sebanyak 20-25 persen, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen, sistem Pemilu terbuka, Dapil besaran kursi DPR adalah 3-10 dan metode konversi suara menggunakan sainte lague murni.
Partai pendukung pemerintah yaitu PDI-Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PKB, Hanura dan Nasdem berhasil mengawal paket A yang merupakan opsi pemerintah.
Partai Gerindra sudah menyatakan akan melakukan uji materi terkait Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu tersebut, dilansir Antara.