Kabul – Serangan udara Amerika Serikat menewaskan pemimpin penting kelompok bersenjata ISIS pada Kamis 10-8-2017 di kawasan Afghanistan, ujar beberapa pejabat Militer, Minggu 13-8-2017.
Serangan udara pada Kamis 10-8-2017 itu menewaskan Abdul Rahman, yang diketahui Militer oleh Amerika Serikat sebagai Amir ISIS-Khorasan di Provinsi Kunar, ujar pernyataan tertulis komando pasukan Amerika Serikat di Kabul.
“Kematian Abdul Rahman adalah pukulan telak selanjutnya bagi kepemimpinan ISIS-Khorasan,” ucap Jenderal John Nicholson, komandan utama Amerika Serikat di Afghanistan.
Tiga anggota penting ISIS lainnya juga tewas akibat serangan udara di kawasan Timur Provinsi Kunar.
Jenderal John Nicholson menetapkan sasaran untuk berhasil menumpas ISIS di Afghanistan pada tahun ini.
Amir nasional kelompok tersebut, Abu Sayed, diduga juga tewas dalam serangan udara di tempat persembunyian pusat di Kunar pada Juli 2017 lalu. Abu Sayed adalah emir ISIS-Khorasan ketiga yang tewas di Afghanistan sejak Juli 2016.
Pada April 2017, Jenderal John Nicholson menjatuhkan bom seberat 9,7 ton dengan target persembunyian ISIS di Provinsi Nangarhar. Bom ini merupakan salah satu senjata terbesar yang pernah digunakan Amerika Serikat dalam peperangan.
Pada Sabtu 12-8-2017, sejumlah pejabat lokal Afghanistan mengatakan bahwa sedikitnya 16 orang warga sipil, termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak, tewas akibat serangan udara Amerika Serikat di Nangarhar. Tetapi keterangan itu dibantah oleh Washington yang bersikeras serangan mereka hanya menewaskan anggota kelompok bersenjata.
Sebagai bagian dari perang menumpas ISIS dan Taliban, sebuah kelompok bersenjata paling besar di Afghanistan, angkatan udara Amerika Serikat sudah menjatuhkan hampir 2.000 bom di negara tersebut dari awal tahun hingga bulan Juli 2017.
Angka tersebut naik dibanding dari tahun lalu, yang secara keseluruhan hanya 1.400.
Meski menderita sejumlah kekalahan dalam pertempuran melawan pasukan Afgnanistan dan Amerika Serikat. ISIS di negara tersebut masih melaksanakan serangan mematikan sehingga membuat khawatir sejumlah pihak akan kemungkinan perang saudara sebagaimana di Suriah dan Irak. Antara/Reuters.