Jakartagreater.com. TNI AL menampilkan berbagai alutsista terbarunya dalam HUT ke-72 TNI yang dilaksanakan 5 Oktober 2017 di Pantai Indah Kiat, Merak, Cilegon Banten. Dari rilis Dinas Penerangan TNI AL, tentang alutsista baru dan inovasi kekuatan yang ditampilkan 5/10/2017, kita bisa mencatat beberapa poin tentang:
Kekuatan Baru Alutsista TNI AL 2017
Kapal Selam KRI Nagapasa-403.
KRI Nagapasa-403 yang merupakan alutsista strategis terbaru milik TNI AL. Kapal Selam buatan Korea Selatan produksi Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Co Ltd ini, dilengkapi sistem persenjataan terkini dengan peluncur torpedo yang mampu meluncurkan torpedo 533 mm dan peluru kendali anti kapal permukaan, yang bergabung dengan TNI AL pada akhir Agustus 2017.
KRI R.E. Martadinata-331.
KRI R.E. Martadinata-331 dikukuhkan sebagai Kapal Pimpinan/Flagship, yang merupakan kapal Perusak Kawal Rudal SIGMA 10514 pertama yang dibangun di galangan kapal dalam negeri PT PAL Indonesia bekerja sama dengan Damen Schiede Naval Ship Building. Salah satu keistimewaan kapal ini telah menerapkan teknologi siluman (stealth), dimana Kapal ini tidak akan terlihat oleh sensor kapal musuh.
Helikopter AS565 Panther.
Helikopter AS565 MBe Panther yang merupakan Helikopter Anti Kapal Selam dimana akan mendemonstrasikan peperangan Anti Kapal Selam, saat Helikopter tersebut di onboard kan bersama KRI R.E. Martadinata-331. Helikopter ini mengusung torpedo MK46 dan A.244 dengan sonar penjejak kapal selam, Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS) DS-100.
KRI Parchim class.
KRI Sultan Thaha Syaifuddin-376 telah mendapatkan inovasi baru yang dipasang persenjataan baru yang lebih modern.
KRI Teluk Mandar-514 dan KRI Teluk Sampit-515.
KRI berjenis kapal pendarat LST (Landing Ship Tank) yaitu KRI Teluk Mandar-514 dan KRI Teluk Sampit-515, telah diupgrade kemampuan tempur dan daya hancurnya, dengan dilengkapi roket multi laras (Multiple Launch Rocket System), MLRS RM70 Grad, yang memiliki kemampuan menghancurkan target dengan jarak maksimum 20,75 km, dengan waktu 77 detik untuk menghabiskan 40 roket tanpa henti sebagai bantuan tembakan kapal dengan sasaran di darat.
Salah satu indikator untuk mengukur kekuatan kapal perang adalah berapa banyak peluncur rudal atau roket yang dibawa oleh kapal. Semakin banyak peluncur yang dibawa, kapal semakin strategis dan diperhitungkan. Untuk itu tidak heran sejumlah negara membuat kapal berukuran besar, dengan tujuan agar bisa memuat banyak peluncur rudal/roket. Kini KRI LST TNI AL, memiliki peluncur multi laras RM-70 Grad. Sebelum melakukan pendaratan, kapal angkut ini, bertambah fungsi menjadi kekuatan penyerang untuk membersihkan pantai. Belum lagi jika MLRS yang diangkut, ke depannya bisa mengusung amunisi yang programmable.
Modernisasi Alutsista TNI AU Renstra II
Beberapa fokus kebijakan yang menjadi prioritas TNI AU dalam MEF II adalah meningkatkan profesionalisme personel, modernisasi Alutsista / Non Alutsista /Sarpras matra udara dan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar).
Pembangunan Rencana Strategis (Renstra) tahap I (2009-2014) TNI AU telah menyelesaiakan modernisasi alutsista hingga 48 persen, beberapa alutsista TNI canggih telah didatangkan, antara lain : pesawat tempur (Sukhoi, F-16, T-50i dan EMB-314 Super Tucano), pesawat angkut (C-130 Hercules dan CN-295), helikopter maupun radar dan rudal.
Untuk peningkatan profesionalisme personel, program kegiatan telah dilakukan meliputi : latihan matra udara, pembangunan sarana-prasarana, kesejahteraan prajurit serta penggunaan kekuatan pertahanan matra udara, baik untuk tujuan kegiatan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Pada Renstra tahap II (2014-2019), TNI Angkatan Udara melakukan penambahan satu Skadron tempur pesawat F-16 (Skadron 16) yang telah digelar di Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, serta memodernisasi Alutsista TNI pengganti pesawat tempur F-5 Tiger.
“Saat ini baru terpenuhi 40 persen dari MEF II,” ujar Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto usai gladi bersih HUT Ke-71 TNI AU.
Beberapa yang menonjol dari yang 40 persen itu adalah tahap akhir dari pengadaan pesawat tempur F-16 Block 52ID bekas pakai Angkatan Udara Pengawal Nasional Amerika Serikat (AS) yang telah ditingkatkan kemampuannya.
Secara total Indonesia memesan 24 unit dan masih menyisakan lima unit lagi, yang akan tiba dalam waktu dekat. Semuanya ditempatkan di Skadron Udara 16 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.
Pembentukan dan pengoperasian Skadron Udara 16 TNI AU ini, sesuai dengan Perencanaan Strategis II, yang di dalamnya termasuk pengadaan alutsista TNI pengganti F-5E/F Tiger II yang hampir satu tahun tidak terbang.
“Kita sudah mengajukan ke Kemhan untuk pengganti F-5E/F Tiger II,” ujar mantan Irjen Kemhan ini.
Marsekal Hadi mengatakan, pesawat tempur generasi 4,5 yang telah diajukan menjadi pengganti alutsista pesawat F-5E/F Tiger II Skadron Udara 14, Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Namun, dia tidak menyebutkan pesawat apa, karena TNI AU hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja.
“TNI AU tidak menyebutkan merek, namun hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja yang kemudian dilengkapi dengan operational requirements (Opreq) oleh Mabes TNI. Setelah itu diajukan kepada Kementerian Pertahanan. Kebijakan pengembangan kekuatan ada di Kementerian Pertahanan, TNI AU hanya sebagai pengguna,” ujarnya di suatu kesempatan.
Disamping itu, pada tahap ini, TNI AU juga menambah 4 unit armada pesawat terbang tanpa awak (UAV) untuk operasi pemantauan perbatasan yang dipusatkan di Skadron Udara 51, Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
TNI AU juga berencana menambah pesawat Combat SAR/amphibi /surveillance sebanyak 3 unit, Radar GCI (Groun Controll Interseption) sebanyak 4 unit, Rudal jarak sedang sebanyak 2 Satbak, peralatan AEW dua paket, Helikopter angkut kelas berat 3 unit, satu pesawat jet tanker dual system, satu pesawat angkut berat sekelas C-17 atau A-400M buatan Perancis, dan enam helikopter EC-725 cougar.
Selain penambahan berbagai jenis armada pesawat, ke depan TNI AU mengharapkan pemerintah dapat memenuhi kekurangan kebutuhan radar untuk memantau wilayah udara nasional yang masih blank.
Untuk menyiapkan penerbang, TNI AU telah mengganti alutsista jenis pesawat latih T-34 C dan AS-202 Bravo dengan pesawat generasi baru Grob G-120 TP dari Jerman yang sebelumnya juga telah menerima pengoperasian pesawat latih KT-1B Woong Bee dari Korea Selatan.
Pesawat KT-1B Woong Bee bahkan telah menjadi tulang punggung tim aerobatik TNI AU Jupiter Aerobatic Team (JAT) yang menjadi duta bangsa dalam beberapa event “air show” internasional.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya mengatakan, modernisasi alat utama sistem persenjataan / alutsista TNI AU seperti kebutuhan pesawat tempur yang mumpuni, merupakan hal yang tidak boleh ditawar lagi.
“Bila mencermati dinamika perkembangan lingkungan strategis lima tahun ke depan, maka diprediksi tantangan yang dihadapi TNI AU sebagai komponen pertahanan udara nasional, akan semakin kompleks,” ujar Kadispenau di Jakarta, 9/4/2017.
Dalam lima tahun terakhir dan kecenderungan lima tahun ke depan, di mana negara-negara di kawasan telah melakukan serangkaian modernisasi alutsiata udara.
Kebijakan Kementerian Pertahanan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI AU hingga mencapai kondisi Minimum Esential Force (MEF) sudah sangat tepat. (Antara News).
Modernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan (archipellagic state) dengan jumlah pulau besar dan kecil lebih kurang 17.508 pulau. Letaknya secara geografi s sangat strategis, karena berada pada posisi silang, yakni diantara Benua Asia dan Benua Australia serta diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Terdiri dari gugusan kepulauan sepanjang 5.110 km dan lebar 1.888 km, luas perairan sekitar 5.877.879 km2, luas laut teritorial sekitar 297.570 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 695.422 km2 , pantai sepanjang 79.610 km yang dua pertiganya adalah laut dan luas daratannya 2.001.044 km2 .
Indonesia juga berbatasan dengan banyak negara tetangga, baik di darat maupun laut. Indonesia berbatasan langsung di daratan dengan tiga negara tetangga yaitu : Malaysia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan Serawak dan Sabah sepanjang 2004 km), Provinsi Papua dengan Papua New Guinea dan Nusa Tenggara Timur dengan Repulic Demokratic Timor Leste. Di wilayah laut, berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Republic Demokratic Timor Leste. Dengan wilayah yang sangat luas serta terdiri atas pulau-pulau, menuntut adanya strategi pertahanan negara yang tepat untuk mengamankan wiayah tersebut. Tugas untuk melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik yang demikian, mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi pada tuntutan pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan negara untuk menghasilkan daya tangkal yang andal.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap bangsa tidak terlepas dari kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan suatu bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan, integritas dan eksistensi kedaulatan negara, stabilitas keamanan, ketertiban dan rasa aman bagi warga masyarakatnya, merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, agar segala kegiatan dalam penyelenggaraan negara dapat berjalan tertib, aman dan lancar. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan Angkatan Bersenjata yang mampu mengatasi segala bentuk ancaman maupun gangguan pertahanan yang dapat terjadi setiap saat di wilayah daratan. Dengan ciri wilayah yang masing-masing memiliki karakteristik relatif berbeda, kekuatan darat sebagai tugas pengabdian militer merupakan kekuatan yang sangat diperlukan untuk menjamin kemerdekaan dan kedaulatan negara.
Pembangunan Postur TNI AD yang mencakup tingkat kekuatan, kemampuan dan pola gelar kekuatan, pada hakikatnya diorientasikan pada pencapaian tugastugas TNI AD dalam rangka menunjang kepentingan nasional. Tugas-tugas TNI AD di masa mendatang masih akan dihadapkan pada keterbatasan anggaran pertahanan. Disisi lain, cepatnya perubahan lingkungan strategis akan menambah semakin kompleksnya permasalahan dalam menegakkan kedaulatan negara. Sebagai komponen utama pertahanan di darat sesuai dengan amanat Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, pembangunan Postur TNI AD tidak hanya mengacu kepada ketersediaan anggaran (budget based planning) atau ancaman saja (threat based planning) namun juga diorientasikan untuk mencapai kemampuan tertentu (capability based planning). Sasaran pembangunan Postur TNI AD adalah terwujudnya kekuatan pertahanan negara pada suatu standar penangkalan (standard deterence).
Dengan mempertimbangkan kompleksitas penilaian spektrum ancaman dan kondisi keterbatasan anggaran pertahanan, maka pembangunan pertahanan negara terutama TNI AD perlu diarahkan pada sasaran yang prioritas dan mendesak. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah penyiapan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Dalam penyiapan, pembinaan maupun penggunaan kekuatan dalam rangka pertahanan negara, pembangunan kekuatan TNI AD mengedepankan keterpaduan TNI sebagai prinsip dasar yang diwujudkan dalam kerangka Trimatra Terpadu guna mensinergikan kekuatan ketiga matra secara optimal, efektif, efisien dan berdaya guna. Konsep tersebut mengedepankan penyusunan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum disertai dengan kemampuan penangkal melalui diplomasi dan kerja sama internasional. Pembangunan TNI AD dalam dua Renstra mendatang (2015-2019 dan 2020-2024) diproyeksikan pada pencapaian Kekuatan Pokok Minimum yang mencakup organisasi, personel dan Alutsisita serta pengadaan, sesuai dengan kemampuan anggaran pertahanan.
Alutsista baru me rupakan sistem per senjataan baru yang telah dipilih melalui proses yang panjang dan berkesinambungan, yang telah dipertimbangkan dari berbagai aspek dan kepentingan antara lain faktor politis, ekonomi, teknologi dan kemampuan dukungan industri dalam negeri serta memilki efek tangkal (deterrent effect), guna memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force Alutsista jajaran satuan TNI AD. Alutsista modern memiliki teknologi dan daya tangkal tinggi (High technology and deterrent effect), merupakan basic Operational Requirement (Opreq) Alutsista yang harus dimiliki oleh jajaran satuan TNI AD.
KONDISI ALUTSISTA TNI AD SAAT INI
Kondisi pertahanan suatu negara salah satunya dapat dilihat dari kondisi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Angkatan Bersenjatanya, dimana semakin kuat, canggih, modern, efektif dan efi sien Alutsista suatu negara, menunjukan semakin kuat pula pertahanannya. Alutsista sebuah negara akan sangat berpengaruh terhadap pertahanan suatu negara, untuk melindungi wilayah negara diperlukan sistem persenjataan yang memadai untuk mencakup seluruh wilayah negara tersebut. Alutsista bahkan bisa berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam percaturan politik global. Modernisasi dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut profesionalisme TNI AD dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat meningkatkan profesionalitas itu antara lain dengan melaksanakan modernisasi Alutsista.
Lembaga peneliti kekuatan militer negara di dunia, Global Firepower menempatkan kekuatan militer Indonesia pada tahun 2015 berada pada posisi ke-12. Hal ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011, dimana kekuatan militer Indonesia berada pada posisi ke-18 dunia. Ditingkat ASEAN, kekuatan militer Indonesia menempati urutan pertama, sedangkan di tingkat Asia Pasifik kekuatan militer Indonesia menempati urutan ke-8 dibawah Pakistan, diikuti Vietnam (ke-9), Thailand, (ke-11), Australia (ke-12), Myanmar (ke-14) Malaysia (ke-15), Philipina (ke-17) dan Singapura (ke-21).
Dalam RPJMN 2010- 2014, program percepatan pembangunan Minimum Essential Forces menjadi salah satu prioritas pemerintah. Pada 2013, pemerintah menargetkan peningkatan Alutsista, khusus untuk Matra Darat meningkat menjadi 37%. Pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat memperbesar porsi pinjaman dalam negeri untuk mendukung pendanaan pengadaan Alutsista. Pada 2013 Kementerian Pertahanan telah mengadakan kontrak pembelian Main Battle Tank Leopard 2A4 dan Leopard Revolution serta Infantry Fighting Vehicle Marder 1A3 dari Jerman. Untuk Artileri Medan saat ini TNI AD telah menerima Meriam 155 mm Caesar buatan Nexter Perancis, Meriam KH 179 buatan Korea dan Multi Launcher Roket System (MLRS) Astros Mk II buatan Brasil. Sedangkan untuk Artileri Pertahanan.
Kebutuhan materiil dalam rangka modernisasi Alutsista sesuai buku Perkasad nomor 50.c tahun 2014 tentang Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI AD tahun 2010-2029
Udara TNI AD telah menerima Rudal Mistral, Starstreak, TD-2000 dan Sista Hanud Atlas. Seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran khususnya untuk TNI AD pelan tapi pasti mengalami peningkatan walaupun masih kecil bila dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan.
Kondisi Alutsista yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat saat ini diluar dari pengadaan tahun 2010, pada umumnya sebagian besar adalah pengadaan lama, yang dibuat antara Tahun 1940 s.d 1986. Sebagian besar Alutsista ini suku cadangnya relatif sulit didapat di pasaran. Kendaraan tempur yang dimiliki yang meliputi Tank AMX-13, Tank Scorpion, Panser VAB NG, Panser Saracen, Saladin, Ferret, Rudal Rapier, Meriam Howitzer 105 mm dan Meriam 76 mm/ Gunung merupakan contoh aset lama TNI AD yang membutuhkan dukungan suku cadang dan biaya pemeliharaan agar dapat berfungsi optimal. Secara umum kesiapan operasional kendaraan tempur di Satuan TNI AD jika dirata-rata berada pada angka ± 84%. Kesiapan operasional senjata yang meliputi senjata ringan sekitar ± 79% dan senjata berat ± 90. Sedangkan kesiapan operasional munisi berada pada kondisi 100%.
RENCANA MODERNISASI ALUTSISTA TNI AD
Pembangunan kekuatan TNI AD utamanya diarahkan agar dapat melaksanakan tugas pokok yang sinergis melalui pembangunan Integrated Armed Forces, berangkat dari pemikiran demikian yang mendasari lahirnya kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/MEF (Minimum Essential Force). Pada prinsipnya pembangunan MEF dapat menunjang tercapainya pembangunan kekuatan, kemampuan dan gelar yang selaras dengan Renstra, sedangkan dalam prakteknya MEF akan fokus pada upaya modernisasi Alutsista, melakukan restrukturisasi berdasarkan kebijakan right sizing dengan menggunakan dua parameter yang saling berkaitan yaitu Postur TNI AD dan Evaluasi Kemantapan serta Kesiapan Operasional (EKKO). Pembangunan kekuatan TNI AD dilaksanakan atas dasar konsep pertahanan berbasis kemampuan (based defence capabilities), kekuatan dan gelar satuan sehingga pembangunan kekuatan TNI AD utamanya diarahkan agar dapat melaksanakan tugas pokoknya yaitu menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah darat dan menyelamatkan segenap Bangsa Indonesia yang dalam pelaksanaannya diarahkan kepada tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force), dengan sasaran tingkat kekuatan yang cukup mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan aspek darat.
Adapun modernisasi Alutsista yang diharapkan secara bertahap dilaksanakan penggantian dan pengadaan Alutsista baru sesuai dengan perkembangan teknologi dan melaksanakan pembentukan satuan baru di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya wilayah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan konfl ik, pulau-pulau terluar serta daerah terpencil sebagai Center of Gravity (CoG) negara Indonesia.
Menilai kondisi Alutsista (Senjata/Munisi, Ranpur, Pesawat terbang dan Alang Air) dan non Alutsista (Ranmor, Ransus, Alberzi, Alzihandak, Alnubika, Alkapsatlap, Almount, Alpal, Alhub, Alkapsus dan Matsus lainnya) yang dimiliki oleh TNI AD saat ini haruslah ditinjau dari dua aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Sehingga dalam pemenuhan kebutuhan materiil/Alutsista sampai dengan tahun 2029 dihadapkan kepada kemampuan dukungan anggaran negara yang sangat terbatas untuk membeli Alutsista baru yang sesuai dengan kemajuan teknologi, maka untuk membangun Alutsista jajaran TNI AD dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu rematerialisasi terhadap Alutsista yang ada saat ini dan pengadaan baru untuk kebutuhan yang sangat mendesak dan lain-lain.
Modernisasi dipandang sudah sangat mendesak, karena dengan meningkatnya intensitas dan eskalasi ancaman, akibat perkembangan lingkungan strategis, menuntut profesionalisme TNI AD dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk dapat meningkatkan profesionalitas itu, prioritas kita antara lain adalah memenuhi dan melengkapi Alutsista TNI dengan peralatan modern, bukan dengan Alutsista yang sudah tua maupun bekas.
DAMPAK MODERNISASI ALUTSISTA
Memasuki periode 2000, terjadi eskalasi ketegangan di Kawasan Asia Pasifi k yang disebabkan oleh munculnya kekuatan baru yaitu Tiongkok baik secara ekonomi, politik, dan militer. Modernisasi militer yang dilakukan Tiongkok dengan visi blue water navy mengancam eksistensi Amerika Serikat dan sekutunya yaitu Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan baru direspon cepat oleh Amerika Serikat. Pada tahun 2011, Obama secara tegas menjadikan kawasan Asia Pasifi k sebagai fokus utama kekuatan militer Amerika Serikat. Dalam dua puluh tahun ke depan, 2/3 kekuatan Amerika Serikat akan dikonsentrasikan di kawasan Asia Pasifik. Amerika Serikat mengambil langkah cepat dengan membuat pangkalan-pangkalan militer baru di Darwin dan Pulau Cocos, Australia. Selain persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, terdapat India yang juga membangun kekuatan militer di kawasan barat Indonesia serta fakta kerja sama Five Power Defence Arangement antara Singapura, Malaysia, Inggris, Australia, dan Selandia Baru.
Melihat konstelasi kekuatan militer yang terdapat di Kawasan Asia Pasifik dan potensi konflik di Laut China Selatan, Indonesia seperti terjebak di antara kekuatan besar. Jika Indonesia tidak mempersiapkan pembangunan kekuatan militer dengan matang, maka besar kemungkinan Indonesia akan menjadi arena konflik diantara kekuatan-kekuatan besar. Untuk menghindari hal tersebut, Indonesia wajib meningkatkan kapasitas pertahanan dengan melakukan modernisasi Alutsista dan memaksimalkan strategi pertahanan semesta. Namun pembangunan kapasitas pertahanan Indonesia harus dapat meyakinkan negara-negara di sekitarnya agar tidak menimbulkan kecurigaan dari negara-negara Kawasan Asia Pasifik.
Kondisi pertahanan suatu negara dapat dilihat dari kondisi Alutsistanya. Dengan Alutsista yang kuat, canggih, modern, efektif dan efisien Alutsista suatu negara, menunjukkan kondisi pertahanan suatu negara yang kuat pula. Dampak dari modernisasi khususnya Alutsista TNI AD memberikan pengaruh yang signifikan baik ke dalam maupun keluar antara lain, Pertama, dengan modernisasi Alutsista maka kekuatan militer Indonesia semakin kuat dan disegani di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Kedua, dengan militer yang kuat, kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dapat dilindungi dari segala bentuk ancaman (milter dan non militer). Ketiga, Alutsista berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam politik internasional. Indonesia akan memiliki posisi tawar (bargaining position ) yang baik dalam di kawasan Asia Tenggara dan Internasional. Keempat, dengan Modernisasi Alutsista maka dapat diwujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara yang memiliki perbandingan daya tempur strategis, baik dalam skala teknologi militer maupun skala penangkalan. Kelima, militer yang kuat merupakan suatu perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan politikekonomi dan pertahanan militer. Keenam, modernisasi Alutsista merupakan realisasi Revolution in Military Affairs (RMA) bagi suatu negara termasuk lndonesia untuk mewujudkan kekuatan minimal (MEF) sebagai instrumen negara untuk melaksanakan fungsi negara berdasarkan keputusan politik.
PERAN INDUSTRI STRATEGIS DALAM MODERNISASI ALUTSISTA
Industri pertahanan merupakan salah satu komponen vital dari kemampuan pertahanan. Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi seperti embargo. Industri pertahanan dapat memberi efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan (research and development) sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.
Indonesia saat ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap luar negeri dibidang teknologi pertahanan, sehingga penyusunan rencana pembangunan pertahanan jangka panjang belum dapat dilaksanakan dengan baik, karena sangat rentan terhadap faktor-faktor politik seperti embargo.
Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983, merupakan langkah awal pembangunan industri strategis termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut melahirkan PT. IPTN (yang saat ini menjadi PT. DI) yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT. PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT. PINDAD yang membidangi persenjataan dan amunisi, PT. DAHANA yang membidangi bahan peledak, dan PT. LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan. Sejauh ini industri strategis tersebut telah menghasilkan berbagai produk Alutsista bagi pembangunan kemampuan pertahanan. PT. Pindad telah memproduksi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. Disamping industri pertahanan yang lahir dari Kepres Nomor 59 tahun 1983, saat ini banyak bermunculan industri swasta yang dapat memproduksi peralatan militer untuk TNI AD antara lain Sentra Surya Ekajaya (SSE) yang memproduksi Ranpur dan Rantis P6 ATAV, PT. Indopulley yang dapat memproduksi padshoe, trackshoe, bogiewheel untuk berbagai jenis tank, PT. T&E Simulation yang dapat membuat simulator untuk Tank, Aviator dan UAV indo yang dapat membuat drone dan multirotor dan industri-industri pendukung lainnya. Ini bukan saja membanggakan, tapi sangat potensial untuk dikembangkan yang apabila ada sinergitas dengan industri pertahanan yang telah mapan dapat memberikan kekuatan dan dukungan dalam rangka menciptakan kemandirian, sekaligus memperkecil ketergantungan dibidang pertahanan terhadap negara lain.
PENUTUP
Demikian ulasan singkat tentang Modernisasi Alutsista TNI AD Dalam Konsep Pembangunan Pertahanan Matra Darat. Modernisasi Alutsista TNI AD yang bertahap dan berkelanjutan sudah sangat mendesak dan mutlak diperlukan dalam rangka mendukung sistem pertahanan negara yang kuat. Peran industri pertahanan dalam negeri juga dapat memberikan andil yang sangat besar bagi rangka modernisasi Alutsista TNI AD dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Penulis : Brigjen TNI D. Doetoyo. Sumber : Jurnal Yudhagama)