JakartaGreater.com – Malaysia sebagai produsen minyak kelapa sawit nomor 2 di dunia, pada hari Kamis, 8 Maret mengatakan bahwa keputusan Uni Eropa untuk mengekang impor komoditas sawit dapat meruntuhkan harapan Prancis untuk memenangkan salah satu kesepakatan pesawat tempur terbesar di Asia, seperti dilansir dari Reuters.
Jet tempur Rafale milik Perancis, yang dibangun oleh Dassault Aviation, telah dipandang sebagai pelopor rencana Angkatan Udara Malaysia untuk membeli 18 pesawat dalam sebuah kesepakatan yang berpotensi bernilai lebih dari $ 2 miliar.
Namun perundingan untuk pembelian pesawat itu terganjal setelah parlemen Uni Eropa ingin menghentikan penggunaan minyak sawit pada bahan bakar kendaraan bermotor. Malaysia mengatakan bahwa minggu ini pihaknya akan merespon dengan “tegas dan bijaksana” jika Uni Eropa tidak mencabut rencana pembatasan tersebut.
“Jet tempur Rafale, Prancis juga ikut bersaing dengan jet tempur Typhoon, Inggris yang telah meninggalkan Uni Eropa. Jadi mereka harus benar-benar mempertimbangkannya”, kata Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein.
Malaysia telah lama mempertimbangkan jet tempur Rafale Prancis dan juga Eurofighter Typhoon, yang dibangun oleh BAE Systems Inggris untuk menggantikan MiG-29 Rusia yang sebagian besar dikandangkan.
BAE telah berupaya keras selama hampir satu dekade, bahkan telah mendirikan kantor cabang di Kuala Lumpur untuk memenangkan tawarannya. Komentar Hishammuddin dapat mendorong BAE, yang tawarannya mulai kehilangan daya tarik setelah Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan bahwa dia mendiskusikan kemungkinan pembelian Rafale selama kunjungan presiden Prancis, Francois Hollande pada tahun 2017.
CEO Dassault Aviation, Eric Trappier mengatakan bahwa pembatasan minyak sawit bisa mempengaruhi hubungan dengan sejumlah negara namun mengatakan perundingan dengan Malaysia telah berlangsung cukup lama.
“Perundingan terbaru nantinya akan tergantung ke pemerintahan yang akan datang”, kata Trappier dalam sebuah konferensi pers di Prancis.
Analis memperkirakan bahwa Malaysia dapat kehilangan pendapatan tahunan sebesar $ 500 juta jika Uni Eropa tetap melanjutkan pembatasan minyak kelapa sawit. Ini akan menambah masalah yang tengah dihadapi Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.