Pemimpin Rusia dan Turki meresmikan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama pada Selasa, 3-4-2018 di Turki, seiring membaiknya hubungan antar kedua negara, dirilis VOA Indonesia.
Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam lawatan pertamanya ke luar negeri sejak terpilih kembali 18 Maret 2018 lalu, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberi lampu hijau dari jarak jauh bagi dimulainya pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir yang buatan Rusia di Akkuyu, di pesisir Laut Tengah.
Dalam upacara pada hari Selasa 3 April 2018, Erdogan mengatakan reaktor pertama pada pembangkit listrik tenaga nulir di Akkuyu itu akan beroperasi tahun 2023 dan ketika semua reaktor pembangkit listrik itu diaktifkan maka akan memenuhi sepuluh persen kebutuhan energi Turki.
“Dengan demikian hal ini akan membuat kebutuhan energi kami – yang masih sangat bergantung pada minyak bumi, gas alam dan batubara – lebih kuat,” tambah Erdogan. Pembangkit listrik Akkuyu dibangun oleh badan energi nuklir Rusia, Rosatom. Proyek ini diperkirakan menelan biaya 20 miliar dolar.
Turki dan Rusia mengesampingkan persaingan dan perbedaan sejak lama mereka pada isu-isu di kawasan untuk menjalin hubungan yang lebih erat. Dalam satu tahun terakhir ini Putin dan Erdogan telah beberapa kali melangsungkan pertemuan, dan berbicara secara reguler melalui telepon.
Hubungan kedua negara yang semakin erat itu terjadi ketika Rusia menghadapi meluasnya dampak negatif skandal racun di Inggris, sementara hubungan Turki dan negara-negara sekutu Baratnya memburuk karena masalah HAM dan operasi militer terhadap milisi Kurdi di Suriah.
Turki juga akan membeli sistem pertahanan rudal jarak jauh S-400 Rusia, sebuah kesepakatan yang memicu kritik dari sejumlah sekutu Turki di NATO. Putin, Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani, pada hari Rabu, 4-4-2018 dijadwalkan melangsungkan pertemuan tingkat tinggi di Ankara untuk membahas masa depan Suriah.
Ketiga negara ini mendukung serangkaian upaya untuk mengakhiri perang saudara yang sudah berlangsung selama tujuh tahun di Suriah. Kerjasama mereka terjalin meskipun masing-masing berada dalam posisi bertentangan satu sama lain dalam konflik di Suriah. Rusia dan Iran berpihak pada Presiden Suriah Bashar Al-Assad, sementara Turki mendukung kelompok yang menentang Assad.