JakartaGreater.com – Komentar-komentar yang dikemukakan Sekretaris Pertahanan Inggris Gavin Williamson tentang pangkalan militer baru Inggris yang potensial di Asia Tenggara bulan lalu secara tidak mengejutkan telah menjadi berita utama internasional, seperti yang diberitakan oleh The Diplomat pada hari Jumat.
Meski gembar-gembor itu sendiri jauh dari mengejutkan, namun tetap menyoroti beberapa terobosan yang lebih luas yang telah dicoba dibuat oleh Inggris di dalam bidang pertahanan diwilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir, di tengah pertemuan tren domestik dan regional yang lebih luas lagi.
Gagasan kehadiran militer Inggris di Asia Tenggara dan juga global tentu saja bukan berita baru. Bahkan ketika posisinya sebagai kekuatan kolonial disana menurun, Inggris pun terus mempertahankan kehadiran militer yang signifikan di Asia Tenggara sampai mengumumkan penarikan “Timur Suez” pada tahun 1968 dibawah Perdana Menteri Harold Wilson.
Dan sementara peran Inggris dikawasan saat ini sering dipandang “non-militer” dalam hal persepsi populer yang lebih luas, namun pada kenyataannya masih terus mempertahankan kehadiran pertahanan pentingnya dibeberapa negara ini, apakah guna mendukung kegiatan bilateral seperti pelatihan dan peningkatan kapasitas ataupun keterlibatan multilateral yang lebih luas seperti kegiatan yang terkait dengan Five Power Defense Arrangements (FPDA), perjanjian keamanan kolektif abadi yang juga mencakup Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
Disebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir pembuat kebijakan Inggris telah berusaha untuk menekankan kembali peran negara itu di Asia-Pasifik secara umum dan Asia Tenggara secara langsung dan lebih khusus, termasuk di bidang pertahanan.
Hal tersebut disebabkan oleh pertemuan tren internal dan eksternal, termasuk pada adanya meningkatnya kepentingan Asia sendiri sebagai wilayah yang “diminati”, dan meningkatnya kekhawatiran tentang aspek perilaku regional oleh China, serta kesulitan “Brexit” di Inggris sendiri, yang telah menimbulkan pertanyaan tentang bentuk peran global masa depan dan perlunya pembuat kebijakan untuk mendefinisikan “preposisi nilai” untuk terlibat dengan Inggris sendiri sebagai bagian dari Eropa.
Sebagai hasilnya, kita telah melihat fokus yang tumbuh pada aspek kehadiran militer Inggris di Asia. Sementara perhatian kita sering pada perkembangan yang lebih menarik perhatian seperti kapal perang Inggris di Laut China Selatan, ini jauh lebih beragam ketika orang juga menganggap terobosan yang diterima jauh dari fokus, dengan contoh-contoh baru termasuk dialog pertahanan terbaru yang diresmikan dengan Vietnam akhir tahun lalu dan sejumlah peningkatan fokus pada keamanan dunia maya dan kontrateroris dengan beberapa negara Asia Tenggara.
Selama sepekan terakhir, kehadiran pertahanan Inggris di “Asia Tenggara” menjadi sorotan lagi dengan pembicaraan tentang pengaturan pangkalan baru di Asia Tenggara. Berita utama muncul setelah komentar bahwa Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson menawarkan kepada outlet media Inggris, The Telegraph, di mana dia menyebutkan bahwa Inggris akan mencari pangkalan baru di Asia Tenggara dan Karibia.
Gagasan tentang kehadiran militer Inggris yang lebih besar di Asia Tenggara pada umumnya dan beberapa negara lain yang disebutkan secara khusus tidak akan sedramatik seperti yang digambarkan. Memang, Inggris telah berusaha meningkatkan kehadiran pertahanannya di beberapa negara yang menarik headline jauh lebih sedikit daripada gagasan “pangkalan” itu sendiri, tetapi tetap sangat signifikan.
Ambil contoh kedua negara yang disebut-sebut sebagai lokasi potensial dalam akun media yakni Singapura dan Brunei. Singapura telah secara terbuka disebut-sebut sebagai salah satu lokasi bagi Inggris untuk meningkatkan staf pertahanan regionalnya, sementara itu, Brunei, di mana Inggris mempertahankan kehadiran militernya hingga hari ini, telah menjadi salah satu negara dimana kita telah melihat peningkatan perhatian pada aspek-aspek tertentu dari ikatan pertahanan seperti dalam latihan militer.
Disebutkan, bagaimana tepatnya ini dimainkan di luar berita utama kurang jelas. Negara-negara Asia Tenggara dapat menjadi peka tentang bagaimana mereka menangani masalah kekuatan besar yang meningkatkan kehadiran militer mereka diwilayah tersebut, sehingga tidak mengherankan jika kemajuan terjadi dengan cara yang kurang mendapat sorotan.
Juga masih harus dilihat secara tepat bagaimana bentuk dari peningkatan kehadiran militer Inggris di wilayah tersebut akan menjadi lebih nyata, mengingat bahwa istilah “pangkalan” sering digunakan sebagai istilah umum dalam bentuk kehadiran militer yang pada akhirnya memberi tahu kita sangat sedikit tentang apa yang kehadirannya lebih substantif.
Meskipun demikian, mengingat terobosan yang Inggris telah coba buat di Asia Tenggara dan Asia-Pasifik secara lebih luas dari sisi pertahanan selama beberapa tahun terakhir, ini akan menjadi ruang yang sangat menarik untuk ditonton pada tahun 2019 dan seterusnya.