JakataGreater.com – Lebih dari 4000 meter di bawah permukaan lautan Pasifik Selatan, sebuah kapal selam mini penelitian yang dikendalikan dari jarak jauh telah melihat sekilas lambung kapal induk USS Wasp yang belum pernah terlihat sejak tahun 1942.
Sebulan sebelumnya, kapal Research Vessel Petrel, yang didanai oleh pendiri Microsoft Paul Allen, menemukan kapal karam era Perang Dunia II lainnya, USS Hornet, yang tenggelam tidak jauh dari Pulau Solomon. Petrel dalam beberapa tahun terakhir telah menemukan puluhan bangkai kapal yang pernah mengibarkan bendera angkatan laut Amerika, Inggris, Jepang dan Italia.
Kapal Petrel memiliki 10 awak, yang mengirim kapal selam robot ke kedalaman laut untuk menemukan kembali bangkai kapal-kapal perang.
Sejalan dengan kebijakan Angkatan Laut AS untuk membiarkan kapal karamnya agar tidak tersentuh – karena menganggapnya sebagai kuburan suci para pelaut – menjadikan kapal induk USS Wasp akan tetap berada di kedalaman laut yang gelap. Tapi penemuan kembali USS Wasp mengingatkan kembali kisah heroik yang dilaluinya pada zaman dulu.
Selama hampir satu setengah abad, Inggris telah menguasai pulau kecil Malta di selatan Italia, menggunakan pelabuhannya untuk pangkalan kapal perang dan memproyeksikan kekuatan Inggris di seluruh Mediterania.
Selama Perang Dunia II, pesawat Jerman dan Italia mendominasi langit dan menyerang pulau itu. Perdana Menteri Inggris Winston Churchill bertekad untuk menyelamatkan benteng pulau kecil Malta yang berharga itu.
Pada April 1942, USS Wasp tiba untuk memasok puluhan pesawat tempur yang sangat dibutuhkan pasukan Sekutu yang terkepung di Malta. Di bawah tembakan pasukan Jerman dan Italia, USS Wasp mundur ke pelabuhan yang aman di Gibraltar karena banyak pesawat tempur yang dikirimkannya hancur di darat.
Dengan tekad bulat, Churchill bertanya kepada Presiden AS Franklin D. Roosevelt apakah USS Wasp dapat memberikan “sengatan lainnya”. Roosevelt menyetujui. Jadi, berangkatlah USS Wasp dengan kapal perang Inggris lain dan puluhan pesawat tempur lainnya, tiba pada awal Mei kembali di Malta. Pasokan untuk pasukan Sekutu terus berlanjut, dan membuatnya mampu bertahan.
Setelah Pertempuran Midway, AS membutuhkan lebih banyak bantuan di Teater perang Pasifik, ketika pasukan Sekutu berjuang untuk mencabut pasukan Jepang, pulau demi pulau.
USS Wasp diperintahkan untuk mengawal kontingen kapal induk yang membawa bala bantuan Marinir untuk berperang di Guadalcanal.
Pada 15 September 1942, sebuah kapal selam Jepang menembakkan rentetan torpedo. Dua torpedo menghantam kapal perang lain, USS O’Brien dan USS North Carolina. Beberapa toerpedo lainnya menghantam lambung USS Wasp, membuatnya terbakar hebat. USS Wasp menderita kerusakan berat, dan dengan gumpalan asap besar mengepul ke udara, si Tawon akhirnya tenggelam. Dari 2.000 kru yang berdiri diatasnya, 176 akhirnya tewas dalam serangan itu.
Tembakan salvo torpedo dari kapal selam Jepang yang menenggelamkan sebuah kapal induk AS dan salvo tunggal yang menenggelamkan kapal perusak O’Brien, serta merusak kapal perang lainnya, tercatat menjadi salah satu salvo torpedo paling mematikan dalam sejarah peperangan dunia hingga kini.
Meski sudah tenggelam, namun tekad krunya hidup terus. ” USS Wasp mewakili Angkatan Laut AS pada titik terendah setelah dimulainya Perang Dunia II,” kata pensiunan Laksamana Muda Samuel Cox, yang memimpin US Naval History and Heritage Command. “Para pilot dan aircrew-nya, dengan keberanian dan pengorbanan mereka, adalah orang-orang yang berada di garis depan melawan Jepang ketika Jepang memiliki pesawat tempur yang lebih hebat, pesawat torpedo superior dan torpedo yang lebih mematikan.”
Sesuai dengan tradisi Angkatan Laut, roh USS Wasp hidup kembali yang diberi nama pada kapal perang modern yang sekarang mendukung operasi Angkatan Laut AS di kawasan Pasifik.
.