Damascus, Jakartagreater.com – Suriah tidak mengesampingkan opsi militer untuk menyelesaikan masalah pendudukan Dataran Tinggi Golan, tetapi saat ini memprioritaskan perang melawan terorisme, ujar Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem pada Kamis 4-4-2019, dirilis Sputniknews.com.
“Ketika kami berbicara tentang semua metode, kami juga mengartikannya metode militer. Kami tidak akan mengesampingkan opsi militer,” kata Menlu Suriah Walid Muallem pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Venezuela Jorge Arreaza.
Menlu Suriah Walid Muallem mencatat bahwa perjanjian 1974 tentang pembagian pasukan dulu dihormati, tetapi Israel secara sistematis melanggarnya.
“Kami bertempur dengan teroris, karena terbukti bahwa mereka bekerja sama dengan Israel dan AS. Hari ini, prioritas kami adalah perjuangan untuk pembebasan wilayah Suriah dari terorisme ini,” kata Walid Muallem.
Pada 25 Maret 2018, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Pada hari yang sama, layanan pers Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan bahwa Suriah memiliki hak untuk mengembalikan Dataran Tinggi Golan dengan cara apa pun yang tersedia, menambahkan bahwa wilayah ini tetap “Arab dan Suriah.”
Dataran Tinggi Golan sebagian besar berada di bawah kendali Israel sejak negara itu merebut wilayah itu dalam Perang 6 Hari 1967 bersama negara-negara tetangga Arab . Sementara Israel mengadopsi undang-undang untuk mencaplok wilayah itu pada 1981, PBB menyatakan tindakan itu batal, namun tidak ada dampak hukumnya.
Pada 2018, setelah Israel menyelenggarakan pemilihan lokal di daerah itu pada 30 Oktober, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang mendesak Israel untuk segera menarik pasukannya dari wilayah itu.