Turkish Aerospace (TAI) meluncurkan mock-up skala penuh pesawat tempur generasi ke-5 Turkish Fighter-Experiment (TF-X) di Paris Air Show 2019.
Mock up TF-X mungkin merupakan upaya oleh Turki untuk mengirim pesan ke Presiden Trump bahwa Turki tidak akan terintimidasi oleh sanksi terkait pembatalan pengiriman pesawat tempur LockheedMartin F-35A menyusul keputusan Turki yang membeli system pertahanan udara Triumf S-400 Rusia (NATO menamakannya : SA-21 Growler).
Amerika Serikat khawatir S-400 akan membahayakan F-35 sehingga tidak hanya menghentikan bagian-bagian yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan Turki tetapi juga menendang keluar pilot Angkatan Udara Turki (TurAF) untuk keluar dari program.
TF-X awalnya dimaksudkan sebagai pengganti F-16 dan akan mejadi tandem pesawat tempur F-35. Dengan sanksi sekarang berlaku penuh, ada kemungkinan bahwa program TF-X akan diberikan prioritas tertinggi untuk menggantikan F-16 dan F-35.
TF-X terlihat mirip dengan LockheedMartin F-22 Raptor dengan sentuhan pesawat tempur generasi 6 BAe Systems Tempest. Pada 2015, BAe Systems bergabung dengan program dan menyediakan desain untuk pesawat. British Rolls Royce ikut bergabung untuk menyediakan mesin namun kemudian mundur karena beberapa masalah.
Setelah ditingalkan perusahaan Inggris, Turki dapat mengandalkan tawaran dari Rusia yang menyediakan desain dan mesin baru berdasarkan pesawat tempur siluman Sukhoi Su-57.
TF-XTurki telah menarik banyak minat dari sekutunya seperti Pakistan dan Malaysia.
Dalam sebuah wawancara, petinggi Angkatan Udara Pakistan (PAF) mengatakan Angkatan Udara Pakistan tidak memiliki masalah untuk bekerja sama dengan TAI untuk program pesawat tempur Project Azm 5th Gen. Jika aliansi Turki-Pakistan terwujud, TF-X akan memainkan peran penting dalam keberhasilan Proyek Azm yang bertujuan untuk melawan program Advanced Medium Combat Aircraft (AMCA) India. Ironisnya, AMCA adalah rencana cadangan setelah gagalnya program Pesawat Tempur Generasi Kelima Rusia – India (FGFA) berdasarkan jet tempur PAK-FA / Su-57.
Hubungan TurAF dan PAF ditempa begitu kuat, diyakini secara luas bahwa pilot Turki ikut program pertukaran terbang di atas pesawat JF-17 Thunder.
Sementara itu di Malaysia, pembicaraan tentang kepentingan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia (RMAF) dari TF-X muncul selama Defense Services Asia (DSA) 2018 setelah penandatanganan MoU antara DEFTECH dan TAI. MoU tersebut dikatakan sebagai batu loncatan menuju pengadaan TF-X pada akhirnya setidaknya dalam waktu 10 tahun.
Model skala pesawat ditampilkan di stan TAI di acara tersebut. Sementara RMAF telah mendorong program MRCA yang direncanakan ke 2029, juga bukan rahasia lagi bahwa Angkatan Udara mengincar TF-X dan Su-57. Tawaran untuk kemungkinan menjual Frazor telah diperluas ke Malaysia selama acara Langkawi International Maritime & Aerospace (LIMA) 2019 baru-baru ini.
Kebutuhan akan jet tempur siluman Generasi ke-5 datang dari keprihatinan untuk mengimbangi program dari negara-negara dikawasan seperti Indonesia dan Singapura.
Indonesia bekerja sama dengan Korea Selatan untuk pengembangan bersama program KF-X / IF-X. Pada saat yang sama, Angkatan Udara Republik Singapura (RASF) berencana untuk mendapatkan empat pesawat siluman F-35 untuk evaluasi dalam waktu dekat.
Dengan menjadi mitra dari TF-X Turki, akan berarti Malaysia dapat menyeimbangkan dengan mitra Indonesia dan Singapura pada kualitas daripada kuantitas.
Kerangka waktu pengembangan TF-X sangat cocok dengan jadwal CAP 55 RMAF di mana dua skuadron platform MRCA akan diadakan di masa depan. Karenanya, pesawat tempur F / A-18D dan Sukhoi Su-30MKM akan diganti pada tahun 2035 dan 2042.
Pada saat itu, teknologi TF-X telah matang sehingga memungkinkan RMAF untuk memenuhi rencana strategis Capability 2055 (CAP55). RMAF tidak menunjukkan niat untuk menyembunyikan minatnya pada TF-X seperti yang ditunjukkan oleh Kepala Angkatan Udara Malaysia dan delegasinya di Paris Air Show 2019.
Sumber: Malaysia Flying Herald