Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Alasan Korea Selatan Kembangkan Pesawat Tempur KFX -Analisa

7de30 kfx 2017seoul
Desain Jet tempur KFX. (@ Alvis Cyrille Jiyong Jang  – commons.wikimedia)

Jakartagreater.com – Ketika Korea Selatan membeli pesawat tempur F-35, mereka tidak meminta hak produksi untuk bagian-bagian F-35 seperti kebanyakan pembeli F-35. Mereka memilih dukungan teknik Lockheed pada program Jet tempur KFX. Dengan hal ini Pemerintah Korea Selatan tidak terlalu terikat dengan program F-35.

Analisa tentang mengapa Korea Selatan memilih untuk mengembangkan Jet tempur KFX daripada secata mendalam bergabung dengan program F-35, dianalisis oleh twitter Faceless Man, @FacelessManTwit dengan cukup menarik. Analisa ini bisa memberi perspektif bagi kita tentang langkah Korea Selatan, yang serius mengembangkan pesawat tempur KFX.

Korea Selatan diperkirakan akan membeli 300 unit pesawat tempur F-35 dalam tiga blok, kemudian 200 unit pesawat tempur F-35 untuk menyelesaikan 500 armada Jet tempur dengan biaya $ 60 miliar. Ini bukan apa-apa jika diperkirakan pengeluaran pertahanan 10 tahun Korea adalah $ 500 miliar, bahkan uang yang tersisa cukup untuk membuat kapal selam nuklir, jika Korea Selatan ingin melakukannya.

 

https://platform.twitter.com/widgets.js

Korea Selatan membelanjakan $ 245 miliar untuk pertahanan selama periode 5 tahun, dengan anggaran pertahanan naik 7% setahun. Itu $ 500 juta selama 10 tahun dalam uang hari ini, dan ini tidak termasuk R&D, yang dibayar dari anggaran terpisah. Anggaran ini membuat proyek KFX sepenuhnya terdanai.

Ketika biaya pemeliharaan pesawat tempur F-35 adalah 2 kali lipat dari F-15, mempertahankan armada 500 pesawat tempur F-35 adalah biaya yang mahal, bahkan Angkatan Laut AS dan Marinir AS tidak mampu membayar sebanyak itu. Ini adalah justifikasi nyata di balik program pesawat tempur KFX. itu akan memungkinkan Korea Selatan mempertahankan membuat 500 Jet tempur.

Progran Jet tempur KFX akan disokong penuh, dan Kementerian Pertahanan Korea Selatan sedang berbicara tentang memulai tindak lanjut program Jet tempur KFX untuk menggantikan pesawat F-15 dan F-35. Proyek itu disebut KFXX. Korea membutuhkan 500 Jet tempur tetapi tidak dapat mengimpor 500 F-35 karena biaya perawatan.

Program KFX bukan program pesawat tempur buatan dalam negeri pertama Korea. Program itu adalah yang kedua bagi Korea Selatan. Inilah sebabnya mengapa program KFX maju dengan sangat cepat. Korea akan mengatakan tidak, jika bergabung dengan program pesawat tempur generasi kelima Turki.

Program KFX hanya berjarak 2 tahun dari peluncuran pabrik dan semua pembagian kerja telah didistribusikan, tidak ada ruang bagi Turki untuk bergabung sekarang. Satu-satunya pilihan yang tersisa untuk Turki adalah untuk bergabung dengan program J-31 China.

Kerja Sama dengan Indonesia

Adapun kerja sama yang dilakukan dengan Indonesia, menurut catatan penulis, Korea Selatan sadar saat ini adalah eranya kerja sama yang keuntungannya bukan hanya untuk negara pembuat, tapi juga negara rekan dari kerja sama. Ini juga yang dilakukan Amerika Serikat dengan program Jet tempur F-35.

Korea Selatan bergerak dengan mengatur skema Transfer of Technology ke negara rekan kerja, yang pada saat bersamaan tetap membutuhkan sumber teknologi yang dekat dengan negaranya. Sumber teknologi yang utama bagi Amerika Serikat adalah Amerika Serikat. Untuk proyek KFX/IFX adalah Lockheed Martin.

Konsep ini pun tampaknya diadopsi oleh Indonesia. Sumber teknologi kapal selam dan pesawat tempur modern Indonesia, akan mengalir dari kerja sama dengan Korea Selatan. Di tengah kondisi politik yang keras di Semenanjung Korea, Korea Selatan membutuhkan negara yang bisa diandalkan untuk “menjaga” teknologi yang telah mereka capai, agar tetap eksis dan terpelihara.

Ancaman perang nuklir dan kerusakan massal, adalah risiko tertinggi dari negeri itu, jika keamanan di Semenanjung Korea tidak bisa dikendalikan lagi. Indonesia yang jauh dan tidak terlibat dengan konflik tersebut, menjadi rekan yang tepat. Tentunya ekonomi Indonesia yang terus tumbuh bersama dengan industri militernya, ikut menjadi pertimbangan.

Share:

Penulis: