Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

Membangun Pertahanan Indonesia Part IV

Upaya Menghadapi Senjata Tak Kasat Mata Paling Berbahaya di Dunia

By: Sugimura Agato

Jakartagreater.com – Indonesia dengan 264 juta jiwa, memiliki aneka ragam sumber daya alam baik hayati maupun mineral dalam jumlah yang sangatlah besar. Menjadi anggota G20 dengan PDB lebih dari US$ 1 billions pertahun, Indonesia juga menjadi rute perdagangan salah satu yang tersibuk di dunia dengan nilai lebih dari US$ 3 trillions pertahun.

Pada akhir tahun 2024 Militer Indonesia diharapkan akan memiliki sekitar 182 kapal perang berbagai jenis serta ukuran termasuk 8 kapal selam, 344 pesawat berbagai jenis dan fungsi serta bermacam ragam Alutsista canggih lainnya demi melindungi kekayaan alam serta keutuhan Indonesia yang memiliki nilai perekenomian yang sangat besar tersebut.

Namun bayangkan apa yang akan terjadi suatu ketika, Indonesia diserang oleh suatu virus yang sangatlah menular tetapi hanya sedikit menimbulkan gejala atau hanya terdapat gejala umum seperti pada penyakit ringan lainnya?

Pandemi Flu Spanyol yang terjadi selama dan pasca perang dunia pertama telah menginfeksi antara 500 juta hingga 1 miliar orang dengan jumlah korban ditaksir mencapai 20 juta hingga 100 juta orang, di mana sekitar 4 juta orang di Hindia Belanda, nama lama dari Indonesia, meninggal dunia dan oleh para ahli dinilai memiliki tingkat kematian kurang lebih 2% saja.

COVID-19 atau yang umum dikenal sebagai Coronavirus Wuhan ditaksir memiliki rata-rata tingkat kematian hingga 4%. Penyebaran dalam hitungan bulan dari kota Wuhan, ibukota provinsi Hubei, China sejak Desember 2019 telah menyebar dengan sangat cepat di seluruh dunia.

Tingkat kematian rata-rata yang ditimbulkan oleh Coronavirus COVID-19 memang lebih rendah bila dibandingkan dengan virus Ebola dan Marburg yang mencapai 90%, namun karena kemudahannya dalam menyebar mampu membuat negara besar seperti China mengalami lockdown, pelarangan penerbangan dan barang hingga yang paling jelas terasa adalah pelemahan ekonomi secara signifikan.

Itu belum menghitung kerugian yang didapat oleh negara-negara lain yang berkaitan erat dengan China baik dalam lalu lintas orang maupun barang. Peristiwa ini telah membangkitkan kembali kengerian yang menghinggapi para analis khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan tentang bahaya perang masa depan bila melibatkan senjata biologi seperti virus dan bakteri.

Dibandingkan dengan senjata hazard lainnya seperti nuklir dan kimia, senjata biologi tidaklah berbahaya bila dilihat dari kerusakan fisik semata. Namun bila berbicara dampak klinis, psikologis dan ekonomi, serangan senjata biologi menjadi sarana paling praktis sekaligus paling ditakuti bahkan bila dibandingkan dengan serangan siber secara masif.

Efek psikologis akan menyebabkan orang menjadi mudah tidak percaya terhadap sekelilingnya dan memungkinkan kehancuran dari dalam dengan tingkat kerusuhan serta perpecahan yang sangat tinggi bila tidak segera ditangani dengan baik mengingat untuk membuat vaksin virus seperti ini membutuhkan waktu antara 3 sampai 18 bulan.

3a1cc traning sdm
(@ Training SDM)

Hingga detik ini dua pasien positif COVID-19 di Indonesia. Hanya saja melihat bagaimana virus Avian Influenza H5N1 pernah menyebabkan kematian lebih dari 80% di Indonesia, sedangkan di luar negeri tingkat kematian per kasus yang ditimbulkan oleh virus H5N1 tidak lebih dari 70%, menunjukkan bahwa sebenarnya Indonesia bisa sangat rentan bila diserang senjata biologi.

Pada titik ini, Indonesia perlu membangun fasilitas serta sistem yang memadai dan mampu dalam menghadapi ancaman baik karena pandemi maupun serangan senjata biologi. Setidaknya Indonesia perlu memiliki fasilitas laboratorium dengan Bio Safety Level (BSL) 4 dimana fasilitas tersebut mampu menghadapi patogen paling berbahaya dan mematikan sekalipun di dunia.

Untuk saat ini Indonesia hanya memiliki laboratorium dengan BSL 3 umtuk standar patogen level menengah seperti H5N1 atau Coronavirus.

Dengan hadirnya fasilitas seperti laboratorium BSL 4, diharapkan Indonesia akan mampu dan siap menghadapi ancaman patogen tersebut walaupun keberadaan laboratorium dengan BSL 4 memungkinkan para peneliti dan negara pemegangnya bisa membuat senjata biologi yang sangat mematikan seperti H5N8 yang bila bisa menular pada manusia, penyebarannya bisa secepat virus flu biasa atau COVID-19 dengan tingkat rata-rata kematian mencapai 70%.

Share:

Penulis: