Jakarta Greater

Berita Militer dan Alutsista

AS Pernah Membeli Rudal Kh-31 Rusia Untuk Dijadikan Rudal Target Supersonik

Jakartagreater.com – Daripada membuang waktu dan tenaga untuk mengembangkan rudal target supersonik sendiri untuk pelatihan, Angkatan Laut AS akhirnya memilih jalan pintas pada tahun 1990-an dengan langsung membelinya dari sumber ancaman rudal supersonik potensial, yakni Rusia, lansir Sputnik.

Drive Joseph Trevithick pada hari Kamis merinci sejarah dan evolusi rudal Kh-31 Uni Soviet dan turunannya, yang menjadi bahan uji target supersonik Angkatan Laut AS yang sedang berjuang.

Pada tahun 1993, Amerika Serikat meluncurkan program rudal target berkecepatan supersonik – YAQM-127A Supersonic Low-Altitude Target (SLAT).

Rudal “target terbang rendah, berkecepatan tinggi” tersebut harus dapat mendarat dengan parasut dan dapat digunakan kembali. Setelah kompetisi berbulan-bulan, pabrikan Martin Marietta akhirnya mendapat kontrak dari Angkatan Laut untuk mengembangkan drone target AQM-127 pada September 1984.

Namun, pengujian target dan sistem propulsi roket-ramjet membuat Angkatan Laut AS pusing tujuh keliling karena mengalami kegagalan.

“Hanya satu dari enam peluncuran antara November 1987 dan Januari 1989 yang berhasil,” kata Trevithick. “Dua peluncuran lagi, satu pada November 1990 dan satu lagi pada Mei 1991, juga dinyatakan gagal. Kongres kemudian memaksa pembatalan program. ”

Beberapa tahun sebelum peluncuran program SLAT Amerika Serikat, perancang dan produser rudal Soviet Zveda-Strela memulai pengembangan serial rudal Kh-31 – yang awalnya dirancang sebagai rudal anti-radiasi berkecepatan tinggi yang dapat menargetkan dan menghancurkan radar penting yang ada pada sistem pertahanan rudal darat-ke-udara Patriot dan Sistem Pertahanan Rudal Balistik Angkatan Laut AS.

Uni Soviet pertama kali melakukan uji coba penembakkan rudal Kh-31 bertenaga roket yang diluncurkan dari udara – disebut sebagai AS-17 Krypton oleh NATO – pada tahun 1982, enam tahun sebelum mulai beroperasi dengan Angkatan Bersenjata Soviet. Varian rudal kemudian dibuat dalam beberapa varian, seperti versi rudal anti-radiasi yang dikenal sebagai Kh-31P, serta Kh31A – varian anti-kapal permukaan.

Varian rudal tersebut melakukan penerbangan pertama pada tahun 1991, tahun yang sama dengan runtuhnya Uni Soviet.

“Semua rudal Kh-31 menggunakan sistem propulsi roket-ramjet untuk mencapai kecepatan supersonik yang berkelanjutan,” jelas Trevithick. “Sebuah roket di bagian belakang rudal meningkatkannya ke kecepatan maksimal untuk mengambil alih ramjet udara.”

Hasilnya, Kh-31P dapat mencapai kecepatan hingga Mach 3.5, dan Kh-31A dapat mencapai sekitar Mach 2.5.

Meskipun kegagalan program SLAT dan pembatalan sebelumnya dari dua program serupa, ZBQM-90A dan ZBQM-111A, pada tahun 1970-an, Angkatan Laut AS kemudian memanfaatkan jatuhnya Uni Soviet dan bergejolaknya ekonomi Rusia selanjutnya di awal 1990-an.
Alih-alih harus memulai program lain, Angkatan Laut AS dapat menggunakan koneksi internasional baru yang dibangun antara Rusia dan perusahaan Amerika Serikat, seperti Boeing, dan “membeli target yang sesuai berdasarkan ancaman senjata potensial yang sebenarnya,” tulis Trevithick. Ancaman potensial itu, tentu saja, adalah rudal Kh-31.

Setelah kontrak militer tahun 1995, perusahaan kedirgantaraan AS dan kontraktor pertahanan McDonnell Douglas memperoleh badan rudal dan motor Kh-31 yang sudah dilucuti hulu ledak dan sistem bimbingannya. Rudal target supersonik yang dijuluki MA-31, turunan dari Kh-31 dilengkapi dengan sistem panduan Universal Remote Autopilot (URAP), tracking beacon, telemetry equipment, dan flight termination system,” Trevithick merinci.

“Pengujian penerbangan dari rudal Kh-31 yang dimodifikasi berlanjut setelah itu dan secara total, antara 1996 dan 2003, ada 13 peluncuran, semuanya diluncurkan dari jet tempur F-4 Phantom II,” katanya. “Tiga di antaranya gagal, dua karena pasokan kelistrikan dan kontrol bahan bakar buatan Rusia yang salah, dan satu lagi karena kegagalan URAP pada rudal target.”

McDonnell Douglas kemudian digabung dengan Boeing dalam merger 1997 di tengah-tengah pengujian.

Rudal target memang memiliki kemampuan yang sama dengan rudal Rusia asli, namun Angkatan Laut AS berkeinginan untuk membuat rudal target supersonik yang lebih maju, dan pada tahun 2000, memberikan kontrak terkait dengan perancang roket dan pabrikan roket AS, Orbital Sciences, yang kemudian menjadi Orbital ATK dan saat ini beroperasi sebagai Northrop Grumman Innovation Systems.

Share:

Penulis: